PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 53 TAHUN 2010
TENTANG
DISIPLIN PEGAWAI
NEGERI SIPIL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan;
b. bahwa dalam rangka melaksanakan
ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, perlu
mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah
ini yang dimaksud dengan:
1. Disiplin Pegawai
Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil
untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak
ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
2. Pegawai Negeri
Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah PNS Pusat dan PNS Daerah.
3. Pelanggaran
disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan
PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan
disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di
luar jam kerja.
4. Hukuman disiplin
adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena melanggar peraturan disiplin
PNS.
5. Pejabat Pembina
Kepegawaian Pusat, Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi, dan Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur wewenang pengangkatan, pemindahan,
dan pemberhentian PNS.
6. Upaya administratif adalah prosedur yang dapat
ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan
kepadanya berupa keberatan atau banding administratif.
7. Keberatan adalah
upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap
hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada
atasan pejabat yang berwenang menghukum.
8. Banding
administratif adalah upaya administrative yang dapat ditempuh oleh PNS yang
tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang
dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum, kepada Badan Pertimbangan
Kepegawaian.
Pasal 2
Ketentuan Peraturan
Pemerintah ini berlaku juga bagi calon PNS.
BAB II
KEWAJIBAN
DAN LARANGAN
Bagian
Kesatu
Kewajiban
Pasal 3
Setiap PNS wajib:
1. mengucapkan
sumpah/janji PNS;
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan;
3. setia dan taat
sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah;
4. mentaati segala
ketentuan peraturan perundangundangan;
5. melaksanakan
tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian,
kesadaran, dan tanggung jawab;
6. menjunjung
tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS;
7. mengutamakan
kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan;
8. memegang rahasia
jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan;
9. bekerja
dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara;
10. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal
yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di
bidang keamanan, keuangan, dan materiil;
11. masuk kerja dan mentaati
ketentuan jam kerja;
12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
13. menggunakan
dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya;
14. memberikan
pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
15. membimbing
bawahan dalam melaksanakan tugas;
16. memberikan
kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan
17. menaati
peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Bagian Kedua
Larangan
Pasal 4
Setiap PNS
dilarang:
1. menyalahgunakan
wewenang;
2. menjadi
perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan
menggunakan kewenangan orang lain;
3. tanpa
izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga
atau organisasi internasional;
4. bekerja
pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing;
5. memiliki,
menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik
bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara
tidak sah;
6. melakukan
kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di
dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan
pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara;
7. memberi
atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau
tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
8. menerima hadiah atau suatu pemberian
apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
9. bertindak
sewenang-wenang terhadap bawahannya;
10. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
11. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan cara:
a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut
PNS;
c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS
lain; dan/atau
d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan
fasilitas negara;
13. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil
Presiden dengan cara:
a. membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye;
dan/atau
b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada
keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan,
atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota
keluarga, dan masyarakat;
14. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah
atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk
atau Surat
Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundangundangan; dan
15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,
dengan cara:
a. terlibat dalam kegiatan kampanye
untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. menggunakan fasilitas yang terkait
dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa
kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang
kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
BAB III
HUKUMAN DISIPLIN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
PNS yang tidak menaati
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dijatuhi hukuman
disiplin.
Pasal 6
Dengan tidak
mengesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana,
PNS yang melakukan pelangggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin.
Bagian Kedua
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
Pasal 7
(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
a. hukuman
disiplin ringan;
b. hukuman
disiplin sedang; dan
c. hukuman
disiplin berat.
(2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
a.
teguran lisan;
b.
teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
(3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri dari:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
(4) Jenis hukuman disiplin
berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan
setingkat lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri sebagai PNS; dan
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Bagian Ketiga
Pelanggaran dan Jenis Hukuman
Paragraf 1
Pelanggaran
Terhadap Kewajiban
Pasal 8
Hukuman Disiplin Ringan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
1. setia dan taat sepenuhnya
kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
2. menaati segala peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
3. melaksanakan tugas kedinasan
yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung
jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada unit kerja;
4. menjunjung tinggi kehormatan
negara, Pemerintah, dan martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka
6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
5. mengutamakan kepentingan
negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit
kerja;
6. memegang rahasia jabatan yang
menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
7. bekerja dengan jujur, tertib,
cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 9, apabila pelanggaran berdampak negative pada unit kerja;
8. melaporkan
dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan
atau merugikan negara atau pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan,
dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada unit kerja;
9. masuk kerja dan menaati ketentuan
jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
a. teguran lisan bagi PNS yang tidak
masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja;
b. teguran tertulis bagi PNS yang tidak
masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6 (enam) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis
bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11 (sebelas)
sampai dengan 15 (lima belas) hari kerja;
10. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara
dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja;
11. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
12. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 15, apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;
13. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 16, apabila pelanggaran dilakukan
dengan tidak sengaja; dan
14. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
Pasal 9
Hukuman
Disiplin Sedang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dijatuhkan bagi pelanggaran
terhadap kewajiban:
1. mengucapkan sumpah/janji PNS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 1, apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan yang sah;
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 2, apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan yang sah;
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran
berdampak negative bagi instansi yang bersangkutan;
4. menaati segala peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi
instansi yang bersangkutan;
5. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada
PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang
bersangkutan;
6. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah,
dan martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila
pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;
7. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka
7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
8. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau
menurut perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 8,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
9. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat
untuk kepentingan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9, apabila
pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;
10. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah
terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
11. masuk kerja dan
menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun
bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam belas) sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun bagi
PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 21 (dua puluh satu) sampai
dengan 25 (dua puluh lima) hari kerja; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26(dua puluh enam) sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja;
12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, apabila pencapaian sasaran kerja pada akhir
tahun hanya mencapai 25% (dua puluh lima persen) sampai dengan 50% (lima puluh
persen);
13. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara
dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
15. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 15, apabila pelanggaran dilakukan dengan sengaja;
16. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 16, apabila pelanggaran dilakukan
dengan sengaja; dan
17. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan.
Pasal 10
Hukuman
disiplin berat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dijatuhkan bagi pelanggaran
terhadap kewajiban:
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
2. menaati segala ketentuan peraturan
perundangundangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila
pelanggaran berdampak negative pada pemerintah dan/atau negara;
3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada
PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah
dan/atau negara;
4. menjunjung tinggi kehormatan negara,
pemerintah, dan martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
5. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka
7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
6. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau
menurut perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 8,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat
untuk kepentingan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
8. melaporkan
dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan
atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan,
dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada pemerintah dan/atau negara;
9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 11 berupa:
a. penurunan pangkat setingkat lebih
rendah selama 3 (tiga) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 31 (tiga puluh satu) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) hari kerja;
b. pemindahan dalam rangka penurunan
jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau
fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 36
(tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) hari kerja;
c. pembebasan dari jabatan bagi PNS
yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk
kerja tanpa alas an yang sah selama 41 (empat puluh satu) sampai dengan 45
(empat puluh lima) hari kerja; dan
d. pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi
PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam)
hari kerja atau lebih;
10. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, apabila pencapaian sasaran kerja pegawai pada akhir
tahun kurang dari 25% (dua puluh lima persen);
11. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara
dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
12. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
13. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara.
Paragraf 2
Pelanggaran Terhadap Larangan
Pasal 11
Hukuman
Disiplin Ringan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dijatuhkan bagi pelanggaran
terhadap larangan:
1. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,
atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat
berharga milik negara, secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
2. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman
sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya
dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
3. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 9, apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;
4. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu
tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani
sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 angka 10, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
5. menghalangi berjalannya tugas kedinasan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
unit kerja.
Pasal 12
Hukuman
disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dijatuhkan bagi
pelanggaran terhadap larangan:
1. memiliki,
menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik
bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara
tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
2. melakukan
kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di
dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan
pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 6, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
3. bertindak
sewenang-wenang terhadap bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 9,
apabila pelanggaran dilakukan dengan sengaja;
4. melakukan
suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit
salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang
dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan;
5. menghalangi
berjalannya tugas kedinasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, apabila
pelanggaran berdampak negatif bagi instansi;
6. memberikan
dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara ikut serta
sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut
partai atau atribut PNS, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf a, huruf b, dan huruf c;
7. memberikan
dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara mengadakan kegiatan
yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu
sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan,
himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit
kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka
13 huruf b;
8. memberikan
dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda
Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 14; dan
9. memberikan
dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara terlibat dalam
kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon
yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi
pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam
lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka 15 huruf a dan huruf d.
Pasal 13
Hukuman
Disiplin Berat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dijatuhkan bagi pelanggaran
terhadap larangan:
1. menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka 1;
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi
dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 2;
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau
bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 3;
4. bekerja pada perusahaan asing,
konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka 4;
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan,
menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah
dan/atau negara;
6. melakukan kegiatan bersama dengan
atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar
lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau
pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada pemerintah dan/atau negara;
7. memberi atau menyanggupi akan
memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan
dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 angka 7;
8. menerima hadiah atau suatu
pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau
pekerjaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8;
9. melakukan suatu tindakan atau
tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah
satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah
dan/atau negara;
11. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara sebagai peserta kampanye dengan
menggunakan fasilitas negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf
d;
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil
Presiden dengan cara membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka 13 huruf a; dan
13. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah, dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam
kegiatan kampanye dan/atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf b dan huruf c.
Pasal 14
Pelanggaran
terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 angka 9, Pasal 9 angka 11, dan Pasal 10 angka 9 dihitung
secara kumulatif sampai dengan akhir tahun
berjalan.
Bagian Keempat
Pejabat yang Berwenang Menghukum
Pasal 15
(1) Presiden menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
bagi PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I dan
jabatan lain yang pengangkatan dan pemberhentiannya
menjadi wewenang Presiden untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
(2) Penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan usul dari Pejabat
Pembina Kepegawaian.
Pasal 16
(1) Pejabat
Pembina Kepegawaian Pusat
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang
menduduki jabatan:
1. struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4);
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e
di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya
dan Penyelia di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4);
5. struktural eselon II di lingkungan instansi vertikal
dan pejabat yang setara yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);
6. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan ruang IV/c di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf
a, huruf d, dan huruf e;
7. struktural eselon III ke bawah, fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia ke bawah di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4); dan
8. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah di
lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e.
b. PNS yang
dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki jabatan:
1. struktural
eselon I untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2);
2. fungsional
tertentu jenjang Utama untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan huruf c;
3. fungsional umum
golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
4. struktural
eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang Madya dan Penyelia ke bawah
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf
b dan huruf c;
c. PNS yang diperbantukan
di lingkungannya yang menduduki jabatan:
1. struktural
eselon I untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional
tertentu jenjang Utama untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
3. fungsional umum
golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
4. struktural
eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan
huruf c;
5. fungsional umum
golongan ruang IV/a sampai dengan golongan ruang IV/c untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;
6. struktural
eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia ke bawah
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
c dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
7. fungsional umum
golongan ruang III/d ke bawah untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a;
d. PNS yang
dipekerjakan ke luar instansi induknya yang menduduki jabatan:
1. struktural
eselon I untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) dan ayat (4) huruf a;
2. struktural
eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf
a, huruf d, dan huruf e; dan
3. fungsional umum
golongan ruang IV/e ke bawah untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
e. PNS yang
diperbantukan ke luar instansi induknya yang menduduki jabatan structural eselon
II ke bawah, jabatan fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang IV/e ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e;
f. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
g. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain atau badan internasional, atau
tugas di luar negeri, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e.
(2) Pejabat
struktural eselon I dan pejabat yang setara menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang
menduduki jabatan:
1. struktural
eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya, dan fungsional umum golongan
ruang IV/a sampai dengan golongan ruang IV/c di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural
eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan fungsional umum
golongan ruang III/b sampai dengan III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon II, jabatan fungsional tertentu jenjang Madya, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan ruang IV/c untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang
diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan
fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang III/b sampai dengan golongan ruang III/d untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(3) Pejabat
struktural eselon II dan pejabat yang setara menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang
menduduki jabatan:
1. struktural
eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan fungsional umum
golongan ruang III/c dan golongan ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural
eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
fungsional umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang III/c dan golongan ruang III/d untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang
diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan
fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(4) Pejabat
struktural eselon II yang atasan langsungnya:
a. Pejabat Pembina
Kepegawaian; dan
b. Pejabat
struktural eselon I yang bukan Pejabat Pembina Kepegawaian, selain menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga berwenang
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS yang menduduki jabatan struktural
eselon IV ke bawah, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana
Lanjutan, dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) huruf c.
(5) Pejabat struktural eselon III dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang
menduduki jabatan:
1. struktural
eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
fungsional umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural
eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan
fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b;
b. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang
III/b untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
dan
c. PNS yang
diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan
fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(6) Pejabat
struktural eselon IV dan pejabat yang setara menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan fungsional umum
golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2); dan
2. fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d untuk hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon V, jabatan fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang
diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan fungsional umum golongan
ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d untuk hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(7) Pejabat
struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a.
PNS yang menduduki jabatan fungsional umum
golongan ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
b.
PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan
di lingkungannya yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a
sampai dengan golongan ruang I/d untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
Pasal 17
Kepala
Perwakilan Republik Indonesia menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS
yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
dan ayat (4) huruf b dan huruf c.
Pasal 18
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a.
PNS Daerah Provinsi yang menduduki
jabatan:
1.
struktural eselon I di lingkungannya untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) huruf a;
2.
fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4);
3.
fungsional umum golongan ruang IV/d dan
golongan ruang IV/e di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan
huruf e;
4.
struktural eselon II dan fungsional tertentu
jenjang Madya dan Penyelia di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4);
5.
fungsional umum golongan ruang IV/a sampai
dengan golongan ruang IV/c di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan
huruf e;
6.
struktural eselon III ke bawah,
fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia ke bawah di lingkungannya untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan
ayat (4); dan
7.
fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
b.
PNS yang dipekerjakan di lingkungannya
yang menduduki jabatan:
1.
struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
2.
fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4) huruf
b dan huruf c;
3.
fungsional umum golongan ruang IV/d dan
golongan ruang IV/e untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
4.
struktural eselon II ke bawah dan fungsional
tertentu jenjang Madya dan Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c;
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan:
1.
struktural eselon I, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2.
fungsional tertentu jenjang Utama, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
3.
fungsional umum golongan ruang IV/d dan
golongan ruang IV/e, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
4.
struktural eselon II dan fungsional tertentu
jenjang Madya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
5.
fungsional umum golongan ruang IV/a sampai
dengan golongan ruang IV/c, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;
6.
struktural eselon III ke bawah dan fungsional
tertentu jenjang Muda dan Penyelia ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a, huruf
b, dan huruf c; dan
7.
fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a;
d.
PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya
yang menduduki jabatan:
1.
struktural eselon I, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;
2.
struktural eselon II ke bawah dan fungsional
tertentu jenjang Utama ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
3.
fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
e.
PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya
yang menduduki jabatan structural eselon II ke bawah, jabatan fungsional
tertentu jenjang Utama ke bawah, dan jabatan fungsional umum golongan ruang
IV/e ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (4) huruf d dan huruf e;
f.
PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan
pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan
huruf e; dan
g.
PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada
negara lain atau badan internasional, atau tugas di luar negeri, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e.
(2) Pejabat
struktural eselon I menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang
menduduki jabatan:
1. struktural
eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya, dan fungsional umum golongan
ruang IV/a sampai dengan golongan ruang IV/c di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural
eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan fungsional umum
golongan ruang III/b sampai dengan III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon II, jabatan fungsional tertentu jenjang Madya, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan ruang IV/c, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang
diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan
fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang III/b sampai dengan golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(3) Pejabat struktural eselon II menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang
menduduki jabatan:
1. struktural
eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan fungsional umum
golongan ruang III/c dan golongan ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural
eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
fungsional umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang III/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang
diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan
fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(4) Pejabat struktural eselon III menetapkan penjatuhan
hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang
menduduki jabatan:
1. struktural
eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
fungsional umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural
eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan
fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b;
b. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang
III/b, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2); dan
c. PNS yang
diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan
fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf
b.
(5) Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang
setara menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural
eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan
fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. fungsional umum
golongan ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d, untuk hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya, yang menduduki jabatan struktural
eselon V, jabatan fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang
diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan fungsional umum golongan
ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(6) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang
setara menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a.
PNS yang menduduki jabatan fungsional umum
golongan ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
b.
PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan
di lingkungannya yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a
sampai dengan golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
Pasal 19
Gubernur
selaku wakil Pemerintah menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS Daerah Kabupaten/Kota dan PNS Daerah Kabupaten/Kota
yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Kabupaten/Kota lain dalam satu
provinsi yang menduduki jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b, huruf c,
huruf d, dan huruf e; dan
b. PNS Daerah Kabupaten/Kota dari provinsi lain
yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Kabupaten/Kota di provinsinya yang
menduduki jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c.
Pasal 20
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS Daerah
Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan:
1. Sekretaris
Daerah Kabupaten/Kota di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional
tertentu jenjang Utama di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);
3. fungsional umum
golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a,
huruf d, dan huruf e;
4. struktural
eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya dan Penyelia di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4);
5. fungsional umum
golongan ruang IV/a sampai dengan golongan ruang IV/c di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4)
huruf a, huruf d, dan huruf e;
6. struktural
eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia ke bawah
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dan ayat (4); dan
7. fungsional umum
golongan ruang III/d ke bawah di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan
huruf e;
b. PNS yang
dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki jabatan:
1. Sekretaris
Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2);
2. fungsional
tertentu jenjang Utama, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan huruf c;
3. fungsional umum
golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
4. struktural
eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang Madya dan Penyelia ke bawah,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan
ayat (4) huruf b dan huruf c;
c. PNS yang
diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan:
1. Sekretaris
Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional
tertentu jenjang Utama, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
3. fungsional umum
golongan ruang IV/a sampai dengan golongan ruang IV/e, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
huruf a;
4. struktural
eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a,
huruf b, dan huruf c;
5. struktural
eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia ke bawah,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
6. fungsional umum
golongan ruang III/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;
d. PNS yang
dipekerjakan ke luar instansi induknya yang menduduki jabatan:
1. struktural
eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf
a, huruf d, dan huruf e; dan
2. fungsional umum
golongan ruang IV/e ke bawah untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
e. PNS yang
diperbantukan ke luar instansi induknya yang menduduki jabatan structural eselon
II ke bawah dan jabatan fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah serta jabatan
fungsional umum golongan IV/e ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e;
f. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
g. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain atau badan internasional, atau
tugas di luar negeri, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e.
(2) Sekretaris
Daerah Kabupaten/Kota, menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang
menduduki jabatan:
1. struktural
eselon II di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2);
2. struktural
eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan fungsional umum
golongan ruang III/c dan golongan ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
3. struktural
eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
fungsional umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang III/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang
diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan
fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(3) Pejabat
struktural eselon II menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang
menduduki jabatan:
1. struktural
eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan fungsional umum
golongan ruang III/c dan golongan ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural
eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
fungsional umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang III/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang
diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan
fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(4) Pejabat
struktural eselon III menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang
menduduki jabatan:
1. struktural
eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
fungsional umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural
eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan
fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b;
b. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang
III/b, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2); dan
c. PNS yang
diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan
fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf
b.
(5) Pejabat
struktural eselon IV dan pejabat yang setara menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang
menduduki jabatan:
1. struktural
eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan
fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. fungsional umum
golongan ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d, untuk hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural
eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang
diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan fungsional umum golongan
ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(6) Pejabat
struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang
menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan golongan
ruang I/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
b. PNS yang
dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan fungsional
umum golongan ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
Pasal 21
(1) Pejabat yang
berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan
pelanggaran disiplin.
(2) Apabila Pejabat
yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjatuhkan
hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, pejabat
tersebut dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya.
(3) Hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sama dengan jenis hukuman disiplin yang seharusnya
dijatuhkan kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
(4) Atasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga menjatuhkan hukuman disiplin terhadap
PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
Pasal 22
Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum,
maka kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin menjadi kewenangan pejabat yang
lebih tinggi.
Bagian Kelima
Tata Cara Pemanggilan,
Pemeriksaan, Penjatuhan, dan
Penyampaian Keputusan
Hukuman Disiplin
Pasal 23
(1) PNS yang diduga
melakukan pelanggaran disiplin dipanggil secara tertulis oleh atasan langsung
untuk dilakukan pemeriksaan.
(2) Pemanggilan
kepada PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dilakukan paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sebelum tanggal pemeriksaan.
(3) Apabila pada
tanggal yang seharusnya yang bersangkutan diperiksa tidak hadir, maka dilakukan
pemanggilan kedua paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal seharusnya
yang bersangkutan diperiksa pada pemanggilan pertama.
(4) Apabila pada
tanggal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) PNS yang bersangkutan tidak
hadir juga maka pejabat yang berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan
alat bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan.
Pasal 24
(1) Sebelum PNS
dijatuhi hukuman disiplin setiap atasan langsung wajib memeriksa terlebih
dahulu PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin.
(2) Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertutup dan hasilnya
dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan.
(3) Apabila menurut
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kewenangan untuk menjatuhkan
hukuman disiplin kepada PNS tersebut merupakan kewenangan:
a. atasan langsung
yang bersangkutan maka atasan langsung tersebut wajib menjatuhkan hukuman
disiplin;
b. pejabat yang
lebih tinggi maka atasan langsung tersebut wajib melaporkan secara hierarki disertai
berita acara pemeriksaan.
Pasal 25
(1) Khusus untuk
pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) dan ayat (4) dapat dibentuk Tim Pemeriksa.
(2) Tim Pemeriksa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari atasan langsung, unsur
pengawasan, dan unsur kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk.
(3) Tim Pemeriksa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
atau pejabat lain yang ditunjuk.
Pasal 26
Apabila diperlukan, atasan langsung, Tim Pemeriksa atau
pejabat yang berwenang menghukum dapat meminta keterangan dari orang lain.
Pasal 27
(1) Dalam rangka
kelancaran pemeriksaan, PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dan kemungkinan
akan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat, dapat dibebaskan sementara dari tugas
jabatannya oleh atasan langsung sejak yang bersangkutan diperiksa.
(2) Pembebasan
sementara dari tugas jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai
dengan ditetapkannya keputusan hukuman disiplin.
(3) PNS yang
dibebaskan sementara dari tugas jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap
diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal
atasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada, maka pembebasan sementara
dari jabatannya dilakukan oleh pejabat yang lebih tinggi.
Pasal 28
(1) Berita acara
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) harus ditandatangani
oleh pejabat yang memeriksa dan PNS yang diperiksa.
(2) Dalam hal PNS
yang diperiksa tidak bersedia menandatangani berita acara pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), berita acara pemeriksaan tersebut tetap dijadikan
sebagai dasar untuk menjatuhkan hukuman disiplin.
(3) PNS yang
diperiksa berhak mendapat foto kopi berita acara pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 29
(1) Berdasarkan
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 pejabat yang
berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin.
(2) Dalam keputusan
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disebutkan pelanggaran
disiplin yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.
Pasal 30
(1) PNS yang
berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin,
terhadapnya hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman
disiplin yang terberat setelah mempertimbangkan pelanggaran yang
dilakukan.
(2) PNS yang pernah
dijatuhi hukuman disiplin kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya
sama, kepadanya dijatuhi jenis hukuman disiplin yang
lebih berat dari hukuman disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan.
(3) PNS tidak dapat
dijatuhi hukuman disiplin dua kali atau lebih untuk satu pelanggaran disiplin.
(4) Dalam hal PNS
yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya akan dijatuhi hukuman
disiplin yang bukan menjadi kewenangannya, Pimpinan instansi atau Kepala Perwakilan
mengusulkan penjatuhan hukuman disiplin kepada pejabat pembina kepegawaian instansi
induknya disertai berita acara pemeriksaan.
Pasal 31
(1) Setiap
penjatuhan hukuman disiplin ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang menghukum.
(2) Keputusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertutup oleh pejabat
yang berwenang menghukum atau pejabat lain yang ditunjuk kepada PNS yang
bersangkutan serta tembusannya disampaikan kepada pejabat instansi terkait.
(3) Penyampaian
keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak keputusan ditetapkan.
(4) Dalam hal PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada
saat penyampaian keputusan hukuman disiplin, keputusan dikirim kepada yang bersangkutan.
BAB IV
UPAYA ADMINISTRATIF
Pasal 32
Upaya administratif terdiri dari keberatan dan banding administratif.
Pasal 33
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh:
a. Presiden;
b. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
c. Gubernur selaku wakil pemerintah
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf
b dan huruf c;
d. Kepala Perwakilan Republik
Indonesia; dan
e. Pejabat yang berwenang
menghukum untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2), tidak dapat diajukan upaya administratif.
Pasal 34
(1) Hukuman disiplin yang dapat diajukan keberatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 yaitu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b yang dijatuhkan oleh:
a. Pejabat
struktural eselon I dan pejabat yang setara ke bawah;
b. Sekretaris
Daerah/Pejabat struktural eselon II Kabupaten/Kota ke bawah/Pejabat yang setara
ke bawah;
c. Pejabat
struktural eselon II ke bawah di lingkungan instansi vertikal dan unit dengan sebutan
lain yang atasan langsungnya Pejabat struktural eselon I yang bukan Pejabat Pembina
Kepegawaian; dan
d. Pejabat
struktural eselon II ke bawah di lingkungan instansi vertikal dan Kantor Perwakilan
Provinsi dan unit setara dengan sebutan lain yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Pejabat Pembina Kepegawaian.
(2) Hukuman
disiplin yang dapat diajukan banding administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 yaitu hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh:
a. Pejabat Pembina Kepegawaian
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf
d dan huruf e; dan
b. Gubernur selaku wakil
pemerintah untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(4) huruf d dan huruf e.
Pasal 35
(1) Keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), diajukan secara tertulis kepada
atasan pejabat yang berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan dan
tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang menghukum.
(2) Keberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari, terhitung mulai tanggal yang bersangkutan menerima keputusan hukuman
disiplin.
Pasal 36
(1) Pejabat
yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), harus memberikan
tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh PNS yang bersangkutan.
(2) Tanggapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada atasan
Pejabat yang berwenang menghukum, dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja
terhitung mulai tanggal yang bersangkutan menerima tembusan surat keberatan.
(3) Atasan
pejabat yang berwenang menghukum wajib mengambil keputusan atas keberatan yang
diajukan oleh PNS yang bersangkutan dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari
kerja terhitung mulai tanggal yang bersangkutan menerima surat keberatan.
(4) Apabila
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pejabat yang berwenang
menghukum tidak memberikan tanggapan atas keberatan maka atasan pejabat yang
berwenang menghukum mengambil keputusan berdasarkan data yang ada.
(5) Atasan
pejabat yang berwenang menghukum dapat memanggil dan/atau meminta keterangan
dari pejabat yang berwenang menghukum, PNS yang dijatuhi hukuman disiplin,
dan/atau pihak lain yang dianggap perlu.
Pasal 37
(1) Atasan
Pejabat yang berwenang menghukum dapat memperkuat, memperingan, memperberat,
atau membatalkan hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang
menghukum.
(2) Penguatan,
peringanan, pemberatan, atau pembatalan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Atasan Pejabat yang berwenang menghukum.
(3) Keputusan
Atasan Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat
final dan mengikat.
(4) Apabila
dalam waktu lebih 21 (dua puluh satu) hari kerja Atasan Pejabat yang berwenang
menghukum tidak mengambil keputusan atas keberatan maka keputusan pejabat yang
berwenang menghukum batal demi hukum.
Pasal 38
(1) PNS
yang dijatuhi hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2),
dapat mengajukan banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian.
(2) Ketentuan
mengenai banding administratif diatur lebih lanjut dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian.
Pasal 39
(1) Dalam hal
PNS yang dijatuhi hukuman disiplin:
a. mengajukan
banding administrative sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 maka gajinya tetap
dibayarkan sepanjang yang bersangkutan tetap melaksanakan tugas;
b. tidak
mengajukan banding administrative sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 maka pembayaran
gajinya dihentikan terhitung mulai bulan berikutnya sejak hari ke 15 (lima
belas) keputusan hukuman disiplin diterima.
(2) Penentuan
dapat atau tidaknya PNS melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a menjadi kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian dengan mempertimbangkan
dampak terhadap lingkungan kerja.
Pasal 40
(1) PNS yang
meninggal dunia sebelum ada keputusan atas upaya administratif, diberhentikan
dengan hormat sebagai PNS dan diberikan hak-hak kepegawaiannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) PNS yang
mencapai batas usia pensiun sebelum ada keputusan atas:
a. keberatan,
dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin dan diberhentikan dengan hormat
sebagai PNS serta diberikan hak-hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. banding
administratif, dihentikan pembayaran gajinya sampai dengan ditetapkannya keputusan
banding administratif.
(3) Dalam hal PNS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf b meninggal dunia, diberhentikan
dengan hormat dan diberikan hakhak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 41
(1) PNS
yang mengajukan keberatan kepada atasan Pejabat yang berwenang menghukum atau
banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian, tidak diberikan
kenaikan pangkat dan/atau kenaikan gaji berkala sampai dengan ditetapkannya
keputusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Apabila
keputusan pejabat yang berwenang menghukum dibatalkan maka PNS yang bersangkutan
dapat dipertimbangkan kenaikan pangkat dan/atau kenaikan gaji berkala sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 42
PNS yang sedang dalam proses pemeriksaan karena diduga
melakukan pelanggaran disiplin atau sedang mengajukan upaya administratif tidak
dapat disetujui untuk pindah instansi.
BAB V
BERLAKUNYA HUKUMAN DISIPLIN DAN
PENDOKUMENTASIAN
KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN
Bagian Kesatu
Berlakunya Hukuman Disiplin
Pasal 43
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh:
a. Presiden;
b. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
c. Gubernur selaku wakil pemerintah
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf
b dan huruf c;
d. Kepala Perwakilan Republik
Indonesia; dan
e. Pejabat yang berwenang
menghukum untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2), mulai berlaku sejak tanggal keputusan ditetapkan.
Pasal 44
(1) Hukuman
disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal
43, apabila tidak diajukan keberatan maka mulai berlaku pada hari ke 15 (lima belas) setelah keputusan
hukuman disiplin diterima.
(2) Hukuman
disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal
43, apabila diajukan keberatan maka mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya
keputusan atas keberatan.
Pasal 45
(1) Hukuman
disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau Gubernur selaku
wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (4) huruf d dan huruf e, apabila tidak diajukan banding administratif
maka mulai berlaku pada hari ke 15 (lima belas) setelah keputusan hukuman
disiplin diterima.
(2) Hukuman
disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau Gubernur selaku
wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (4) huruf d dan huruf e, apabila diajukan banding administratif maka
mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya keputusan banding administratif.
Pasal 46
Apabila PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak
hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin maka hukuman disiplin
berlaku pada hari ke 15 (lima belas) sejak tanggal yang ditentukan untuk
penyampaian keputusan hukuman disiplin.
Bagian Kedua
Pendokumentasian Keputusan Hukuman
Disiplin
Pasal 47
(1) Keputusan
hukuman disiplin wajib didokumentasikan oleh pejabat pengelola kepegawaian di
instansi yang bersangkutan.
(2) Dokumen
keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai
salah satu bahan penilaian dalam pembinaan PNS yang
bersangkutan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 48
(1) Hukuman disiplin
yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan sedang dijalani
oleh PNS yang bersangkutan dinyatakan tetap berlaku.
(2) Keberatan yang
diajukan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum atau banding administratif
kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah
ini diselesaikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin PNS beserta peraturan pelaksanaannya.
(3) Apabila terjadi
pelanggaran disiplin dan telah dilakukan pemeriksaan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini maka hasil pemeriksaan tetap berlaku dan proses selanjutnya
berlaku ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(4) Apabila terjadi
pelanggaran disiplin sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan belum dilakukan
pemeriksaan maka berlaku ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 49
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 50
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1. Ketentuan Pasal 12 Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah dua kali diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 141), dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3176), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
3. Ketentuan pelaksanaan
mengenai disiplin PNS yang ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 51
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal, 6 Juni 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juni 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 74
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT
NEGARA RI
Kepala Biro
Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik
dan Kesejahteraan Rakyat,
ttd
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 53 TAHUN 2010
TENTANG
DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
I. UMUM
Dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan
bermoral sebagai penyelenggara pemerintahan yang menerapkan prinsip-prinsip
kepemerintahan yang baik (good governance), maka PNS sebagai unsur
aparatur negara dituntut untuk setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Pemerintah, bersikap disiplin, jujur, adil, transparan, dan akuntabel dalam
melaksanakan tugas.
Untuk menumbuhkan sikap disiplin PNS, pasal 30
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian mengamanatkan ditetapkannya peraturan
pemerintah mengenai disiplin PNS. Selama ini ketentuan mengenai disiplin PNS
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil. Namun demikian peraturan pemerintah tersebut perlu
disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan, karena tidak sesuai lagi dengan
situasi dan kondisi saat ini.
Untuk mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan
bermoral tersebut, mutlak diperlukan peraturan disiplin PNS yang dapat dijadikan
pedoman dalam menegakkan disiplin, sehingga dapat menjamin terpeliharanya tata
tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas serta dapat mendorong PNS untuk lebih
produktif berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja.
Peraturan Pemerintah tentang disiplin PNS ini antara lain
memuat kewajiban, larangan, dan hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada
PNS yang telah terbukti melakukan pelanggaran. Penjatuhan hukuman disiplin
dimaksudkan untuk membina PNS yang telah melakukan pelanggaran, agar yang
bersangkutan mempunyai sikap menyesal dan berusaha tidak mengulangi dan
memperbaiki diri pada masa yang akan datang.
Dalam Peraturan Pemerintah ini secara tegas disebutkan
jenis hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan terhadap suatu pelanggaran disiplin.
Hal ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi pejabat yang berwenang menghukum serta
memberikan kepastian dalam menjatuhkan hukuman disiplin. Demikian juga dengan
batasan kewenangan bagi pejabat yang berwenang menghukum telah ditentukan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
Penjatuhan hukuman berupa jenis hukuman disiplin ringan, sedang,
atau berat sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh PNS
yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan latar belakang dan dampak dari
pelanggaran yang dilakukan.
Kewenangan untuk menetapkan keputusan pemberhentian bagi
PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dilakukan berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
Selain hal tersebut di atas, bagi PNS yang dijatuhi
hukuman disiplin diberikan hak untuk membela diri melalui upaya administratif, sehingga
dapat dihindari terjadinya kesewenang-wenangan dalam penjatuhan hukuman
disiplin.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Yang dimaksud dengan “setia dan taat sepenuhnya
kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah” adalah setiap PNS di samping
taat juga berkewajiban melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, kebijakan negara dan Pemerintah serta tidak
mempermasalahkan dan/atau menentang Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Angka 4
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan.
Angka 5
Yang dimaksud dengan “tugas
kedinasan” adalah tugas yang diberikan oleh atasan yang berwenang dan
berhubungan dengan:
a. perintah
kedinasan;
b. peraturan perundang-undangan di bidang
kepegawaian atau peraturan yang berkaitan dengan kepegawaian;
c. peraturan
kedinasan;
d. tata tertib di
lingkungan kantor; atau
e. standar prosedur
kerja (Standar Operating Procedure atau SOP).
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Yang dimaksud dengan “menurut sifatnya” dan “menurut perintah”
adalah didasarkan pada peraturan perundangundangan, perintah kedinasan, dan/atau kepatutan.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Yang dimaksud dengan kewajiban untuk “masuk kerja dan menaati
ketentuan jam kerja” adalah setiap PNS wajib datang, melaksanakan tugas, dan
pulang sesuai ketentuan jam kerja serta tidak berada di
tempat umum bukan karena dinas. Apabila berhalangan hadir wajib
memberitahukan kepada pejabat yang berwenang.
Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat dihitung secara
kumulatif dan dikonversi 7 ½ (tujuh setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari
tidak masuk kerja.
Angka 12
Yang dimaksud dengan “sasaran
kerja pegawai” adalah rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh
seorang pegawai yang disusun dan disepakati bersama antara pegawai dengan
atasan pegawai.
Angka 13
Cukup jelas.
Angka 14
Yang dimaksud dengan “memberikan pelayanan sebaik-baiknya
kepada masyarakat” adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Angka 15
Cukup jelas.
Angka 16
Yang dimaksud dengan “memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk mengembangkan karier” adalah memberi kesempatan kepada bawahan untuk
meningkatkan kemampuan dalam rangka pengembangan karier, antara lain memberi
kesempatan mengikuti rapat, seminar, diklat, dan pendidikan
formal lanjutan.
Angka 17
Cukup jelas.
Pasal 4
Angka 1
Yang dimaksud dengan “menyalahgunakan
wewenang” adalah menggunakan kewenangannya untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu untuk kepentingan pribadi atau kepentingan pihak lain
yang tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut.
Angka 2
Contoh:
Seorang PNS yang tidak memiliki wewenang di
bidang perizinan membantu mengurus perizinan bagi orang lain dengan memperoleh
imbalan.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan “memiliki, menjual, membeli, menggadaikan,
menyewakan, atau meminjamkan barangbarang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah” adalah perbuatan
yang dilakukan tidak atas dasar ketentuan termasuk tata cara maupun kualifikasi
barang, dokumen, atau benda lain yang dapat dipindahtangankan.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Yang dimaksud dengan “jabatan” adalah jabatan structural dan
jabatan fungsional tertentu.
Angka 8
PNS dilarang menerima hadiah, padahal diketahui dan patut
diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena
telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya.
Angka 9
Yang dimaksud dengan “bertindak sewenang-wenang” adalah setiap
tindakan atasan kepada bawahan yang tidak sesuai dengan peraturan kedinasan
seperti tidak memberikan tugas atau pekerjaan kepada bawahan, atau memberikan nilai hasil pekerjaan (Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai)
tidak berdasarkan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Yang dimaksud dengan “menghalangi berjalannya tugas kedinasan”
adalah perbuatan yang mengakibatkan tugas kedinasan menjadi tidak lancar atau
tidak mencapai hasil yang harus dipenuhi.
Contoh:
PNS yang tidak memberikan dukungan dalam hal
diperlukan koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi dalam tugas kedinasan.
Angka 12
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
PNS sebagai peserta kampanye
hadir untuk mendengar, menyimak visi, misi, dan program yang ditawarkan peserta
pemilu, tanpa menggunakan atribut Partai atau PNS.
Yang dimaksud dengan “menggunakan atribut partai” adalah
dengan menggunakan dan/atau memanfaatkan pakaian, kendaraan, atau media lain
yang bergambar partai politik dan/atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan/atau calon
Presiden/Wakil Presiden dalam masa kampanye.
Yang dimaksud dengan “menggunakan
atribut PNS” adalah seperti menggunakan seragam
Korpri, seragam dinas, kendaraan dinas, dan lain-lain.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Angka 14
Cukup jelas.
Angka 15
Huruf a
Yang dimaksud dengan “terlibat dalam kegiatan kampanye”
adalah seperti PNS bertindak sebagai pelaksana
kampanye, petugas kampanye/tim sukses, tenaga ahli, penyandang dana, pencari
dana, dan lainlain.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
PNS yang melanggar ketentuan disiplin PNS dijatuhi
hukuman disiplin dan apabila perbuatan tersebut terdapat unsur pidana maka
terhadap PNS tersebut tidak tertutup kemungkinan dapat dikenakan hukuman
pidana.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Hukuman disiplin yang berupa teguran lisan
dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum
kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
Apabila seorang atasan menegur bawahannya tetapi tidak
dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin, bukan hukuman disiplin.
Huruf b
Hukuman disiplin yang berupa teguran tertulis dinyatakan
dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada
PNS yang melakukan pelanggaran.
Huruf c
Hukuman disiplin yang berupa pernyataan tidak puas secara
tertulis dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
menghukum kepada PNS yang melakukan pelanggaran.
Ayat (3)
Huruf a
Masa penundaan kenaikan gaji berkala
tersebut dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan
setingkat lebih rendah dengan memperhatikan jabatan yang lowong dan persyaratan
jabatan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “jabatan” adalah jabatan struktural
dan fungsional tertentu.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 8
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Yang dimaksud dengan “tanpa alasan yang sah” adalah bahwa
alasan ketidakhadirannya tidak dapat diterima akal sehat.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Jenis hukuman disiplin terhadap pelanggaran ketentuan
ini mengacu antara lain pada peraturan perundang-undangan tentang pelayanan
publik.
Angka 12
Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Angka 14
Cukup jelas.
Pasal 9
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 9.
Angka 12
Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Angka 14
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11.
Angka 15
Cukup jelas.
Angka 16
Cukup jelas.
Angka 17
Cukup jelas.
Pasal 10
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 9.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Angka 12
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11.
Angka 13
Cukup jelas.
Pasal 11
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11
Angka 5
Cukup jelas.
Pasal 12
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Pasal 13
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Yang dimaksud dengan “dihitung secara kumulatif
sampai dengan akhir tahun berjalan” adalah bahwa pelanggaran yang dilakukan
dihitung mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun yang
bersangkutan.
Contoh:
Seorang PNS dari bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2011
tidak masuk kerja selama 5 (lima) hari maka yang bersangkutan dijatuhi hukuman
disiplin berupa teguran lisan. Selanjutnya, pada bulan Mei sampai dengan Juli
2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja selama 2 (dua) hari, sehingga jumlahnya
menjadi 7 (tujuh) hari. Dalam hal demikian, maka yang bersangkutan dijatuhi
hukuman disiplin berupa teguran tertulis.
Selanjutnya, pada bulan September sampai dengan bulan Nopember
2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja selama 5 (lima) hari, sehingga
jumlahnya menjadi 12 (dua belas) hari.
Dalam hal demikian, maka yang bersangkutan dijatuhi
hukuman disiplin berupa pernyataan tidak puas secara tertulis.
Pasal 15
Ayat (1)
Pejabat struktural eselon I yang diturunkan jabatannya menjadi
pejabat struktural eselon II maka untuk pengangkatan dalam jabatan struktural
eselon II ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
Yang dimaksud dengan “jabatan lain yang pengangkatan dan pemberhentiannya
menjadi wewenang Presiden” antara lain Panitera Mahkamah Agung dan Panitera
Mahkamah Konstitusi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Yang dimaksud dengan “pejabat struktural eselon II”
antara lain adalah:
a. Pejabat
struktural eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal atau Badan atau Sekretariat
Jenderal, seperti Direktur, Kepala Pusat, Kepala Biro;
b. Pejabat
struktural eselon II di lingkungan instansi vertikal yang atasan langsungnya Pejabat
struktural eselon I yang Bukan Pejabat Pembina Kepegawaian, seperti Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai;
c. Pejabat
struktural eselon II b di lingkungan Unit Pelaksana Teknis, seperti Kepala Balai
Besar.
Angka 5
Yang dimaksud dengan “pejabat struktural eselon II”
adalah Pejabat struktural eselon II di lingkungan instansi vertikal dan Kepala
Kantor Perwakilan Provinsi atau Kepala unit setara dengan sebutan lain yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pejabat Pembina Kepegawaian,
seperti Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kepala
Kantor Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan, Kepala Kantor Regional Badan Kepegawaian
Negara, dan Kepala Kejaksaan Tinggi.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS yang
diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja tertentu, antara lain
Rektor dan Dekan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS yang
diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja tertentu, antara lain
Ketua Pengadilan Tinggi.
Ayat (4)
Lihat penjelasan ayat (1) angka 4 dan angka 5.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS yang
diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja tertentu, antara lain
Ketua Pengadilan Negeri, Direktur Akademi.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS yang
diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja tertentu, antara lain
Kepala Sekolah Menengah Atas, Kepala Sekolah Menengah Pertama.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS yang
diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja tertentu, antara lain
Kepala Sekolah Dasar, Kepala Taman Kanak-Kanak.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Jabatan struktural eselon I di Provinsi adalah jabatan
Sekretaris Daerah Provinsi.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (6).
Ayat (6)
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (7).
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Jabatan struktural eselon II antara lain adalah Kepala
Dinas di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Angka 1
Jabatan struktural eselon II adalah Asisten di lingkungan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (6).
Ayat (6)
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (7).
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan penjatuhan hukuman disiplin oleh atasan
kepada pejabat yang seharusnya menghukum berlaku juga bagi atasan dari atasan
secara berjenjang. Penjatuhan hukuman disiplin oleh atasan kepada pejabat yang
tidak menjatuhkan hukuman disiplin, dilakukan setelah mendengar keterangannya,
dan tidak perlu dilakukan pemeriksaan yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 22
Yang dimaksud dengan “tidak terdapat pejabat yang
berwenang menghukum” adalah terdapat satuan organisasi yang pejabatnya lowong,
antara lain karena berhalangan tetap, atau tidak terdapat dalam struktur
organisasi.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam menentukan tanggal pemeriksaan berikutnya
harus pula diperhatikan waktu yang diperlukan untuk menyampaikan surat
panggilan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Tujuan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat ini, adalah untuk mengetahui apakah PNS yang bersangkutan benar atau
tidak melakukan pelanggaran disiplin, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang
mendorong atau menyebabkan ia melakukan pelanggaran disiplin.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti
dan obyektif, sehingga dengan demikian pejabat yang berwenang menghukum dapat
mempertimbangkan dengan seadiladilnya tentang jenis hukuman disiplin yang akan dijatuhkan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pemeriksaan secara tertutup” adalah
pemeriksaan hanya dihadiri oleh PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin
dan pemeriksa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Tim
Pemeriksa bersifat temporer (Ad Hoc).
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Pembebasan sementara dari tugas jabatannya
dimaksudkan untuk kelancaran pemeriksaan dan pelaksanaan tugastugasnya. Selama
PNS yang bersangkutan dibebaskan sementara dari tugas jabatannya, diangkat
pejabat pelaksana harian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “secara tertutup” adalah bahwa penyampaian
surat keputusan hanya diketahui PNS yang bersangkutan dan pejabat yang
menyampaikan keputusan serta pejabat lain yang terkait, dengan ketentuan bahwa pejabat
terkait dimaksud jabatan dan pangkatnya tidak boleh lebih rendah dari PNS yang
bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (1) angka 4 huruf b dan huruf
c.
Huruf d
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (1) angka 5.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “final dan mengikat” adalah terhadap
keputusan penguatan, peringanan, pemberatan, atau pembatalan hukuman disiplin
tidak dapat diajukan keberatan dan wajib dilaksanakan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam hal PNS yang bersangkutan sebelumnya
dijatuhkan hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat maka
keputusan pemberhentiannya ditinjau kembali oleh pejabat yang berwenang menjadi
pemberhentian dengan hormat.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “keputusan yang dibatalkan”
adalah bahwa berdasarkan keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukum atau
Badan Pertimbangan Kepegawaian, PNS yang bersangkutan dinyatakan tidak bersalah.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
5135
TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN PNS
BERDASARKAN PP. 53 TAHUN 2010
NO
|
Tingkat Hundis
|
Jenis Hundis
|
Lamanya Hundis
|
Keberatan
|
Berlakunya Hundis
|
1
|
Ringan
|
· Tegoran Lisan
· Tegoran Tertulis
· Pernyataan Tidak puas secara tertulis
|
-
-
-
|
Tidak dpt diajukan keberatan
|
Mulai sejak tanggal
ditetapkan
|
2
|
Sedang
|
· Penundaan Kenaikan KGB 1 thn
· Penundaan KP 1 thn
· Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah 1 thn
|
|
Apabila tdk ada keberatan
|
Maka berlakunya pd hari ke
15 stlah SK. Hkman diterima
|
2
|
Sedang
|
· Penundaan Kenaikan KGB 1 thn
· Penundaan KP 1 thn
· Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah 1 thn
|
|
Apabila tdk ada keberatan
|
Maka berlakunya pd hari ke
15 stlah SK. Hkman diterima
|
3
|
Berat
|
· Penurunan Pangkat setingkat lbh rendah
· Pemindahan dlm rangka penurunan Jabatan setingkat lebih rendah
· Pembebasan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah
· Pemberhentian tdk dgn hormat tdk atas permintaan sendiri
· Pemberhentian tdk dgn hormat sebagai PNS
|
2 thn
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar