Kamis, 24 April 2014

khutbah jum'at ramadhan



Pribadi yang Berkualitas
                Bulan Ramadhan telah berlalu. Di bulan mulia yang penuh berkah dan ampunan itu setiap pribadi muslim dididik dan digembleng untuk menjadi insan yang bertakwa. Pertanda ketakwaan seseorang adalah kesanggupannya untuk mengendalikan diri dalam menjalani hidup. Selama sebulan penuh Allah SWT melatih hamba-Nya agar menjadi orang yang gemar berbuat kebajikan, mengekang hawa nafsu, dan menghiasi hidupnya dengan hal-hal yang bermanfaat.
                Di bulan Ramadhan setiap muslim dituntut untuk sanggup mengendalikan tingkah laku dan sepak terjangnya dari perbuatan maksiat dan hal-hal yang membatalkan pahala puasa. Ketidakmampuannya menjaga tingkah laku dan sepak terjangnya berakibat fatal karena ia tidak memperoleh apa-apa dari puasa yang ia jalani kecuali lapar dan dahaga. Secara syari’at puasanya sah, kewajibannya telah gugur tetapi secara hakikat ia gagal naik ke derajat takwa.
                Di bulan Ramadhan setiap muslim dituntut untuk pandai-pandai mengelola panca indera,  anggota tubuh, dan hatinya agar fokus pada kebaikan dan hal-hal positif. Kedua mata yang kita miliki agar dimanfaatkan untuk membaca dan mengkaji Kitab Suci-Nya, kedua telinga yang kita miliki agar dimanfaatkan untuk mendengarkan nasehat dan perkataan  yang akan menuntun kita ke jalan yang benar, kedua tangan digunakan untuk gemar bersedekah dan membantu antarsesama, kedua kaki digunakan untuk gemar bersilaturahmi dan mendatangi majlis-majlis ilmu, lidah agar dijaga dari perkataan-perkataan yang kotor atau menyakitkan, dan hati agar dijaga dari sifat sombong, rakus, riya’ apalagi iri dan dengki.
                Sehubungan dengan puasa itu merupakan ibadah yang melibatkan aspek fisik dan mental secara bersamaan dan sifatnya yang sangat pribadi maka besaran pahala berpuasa adalah rahasia Allah dan hanya Allah yang tahu. Dalam sebuah hadits Qudsi Allah berfirman: “Semua kebaikan yang dilakukan manusia akan dilipatgandakan pahalanya antara sepuluh sampai tujuhratus kali kecuali puasa, maka sesungguhnya puasa itu adalah hak-Ku dan Aku akan memberinya pahala menurut kehendak-Ku.”
                Saat ini kita berada di bulan Syawal, arti Syawal sebagaimana yang sering kita dengar adalah peningkatan. Yang menjadi pertanyaan, sanggupkah kita menjaga ruh Ramadhan untuk mengarungi hidup selama 11 bulan dari Syawal hingga Sya’ban, sanggupkah kita mempertahankan prestasi ibadah ketika kita ditinggalkan Ramadhan, sanggupkah kita memfokuskan hidup kita untuk sesuatu yang bermanfaat baik untuk diri pribadi maupun orang lain, dan sanggupkah kita menghindarkan diri dari perbuatan maksiat dan munkar? Itulah beberapa pertanyaan yang harus kita renungi manakala kita memasuki bulan Syawal.
                Pada prinsipnya, Islam yang rahmatan lil ‘alamin ini senantiasa mendorong umatnya agar menjadi pribadi yang prestasi dan kualitas hidupnya terus meningkat dari waktu ke waktu sebagaimana sabda Rasulullah SAW:


Artinya: “Barangsiapa yang keadaannya hari ini lebih baik dari kemaren maka ia beruntung, barangsiapa yang keadaannya hari ini sama dengan kemaren maka ia telah rugi, dan barangsiapa yang keadaannya hari ini lebih jelek dari kemaren maka ia telah bangkrut.”
                Kita tentu berharap agar hidup kita sukses, beruntung, dan terhindar dari kebangkrutan. Kita sebagai umat Islam dituntut untuk secara kontinyu meningkatkan kualitas dalam 3 (tiga) hal:
1.       Kualitas Iman
Rasulullah SAW bersabda :


Artinya: “Perbaharuilah imanmu dengan Laa ilaaha illallah.”
Iman adalah fondasi hidup, bila hidup ingin kokoh, tenang, dan tenteram maka iman kepada Sang Pencipta agar senantiasa dipupuk agar tidak layu. Rasulullah mengajarkan agar kita terus menerus memperbarui iman dengan membaca, memahami, menghayati, dan memaknai kalimah tayyibah di atas. Kata “Ilah” di samping berarti tuhan juga berarti ma’bud (yang disembah), mahbub (yang dicintai), mutha’ (yang ditaati) dll. Karenanya ketika lisan kita  melafalkan Laa ilaaha illallah hati dan pikiran kita juga bersaksi Tidak ada sesuatu yang patut dipertuhankan, disembah, dicintai dan ditaati kecuali Allah SWT. Menuhankan selain Allah sangat berbahaya dan fatal akibatnya sebab yang terjadi adalah watak menghalalkan segala cara, tidak taat asas, dan mengabaikan etika dalam menjalani hidup.

2.       Kualitas Ilmu
Rasulullah SAW bersabda:


Artinya: “Barangsiapa menghendaki kesuksesan hidup di dunia hendaknya ia berilmu, barangsiapa menghendaki kebahagiaan hidup di akherat hendaknya ia berilmu, dan barangsiapa menghendaki keberhasilan hidup dua-duanya hendaknya ia berilmu.”
Ilmu adalah cahaya, karenanya selama hayat di kandung badan setiap muslim dituntut untuk mencari ilmu terutama ilmu syariat demi kemajuan dan kemudahan hidupnya. Dengan ilmu seseorang akan dapat membedakan mana yang manfaat dan madharat, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang haq dan mana yang batil, mana yang halal dan mana yang haram. Tak heran bila Prof Dr HA Mukti Ali pernah mengatakan: “Dengan ilmu hidup menjadi mudah, dengan agama hidup menjadi terarah, dengan seni hidup menjadi indah.”

3.       Kualitas Amal
Allah SWT berfirman:


Artinya: “Dan tiada diperintahkan mereka melainkan supaya mereka beribadah kepada Allah seraya mengikhlaskan taatnya kepada Allah lagi condong kepada kebenaran.” (QS. Al Bayyinah: 5)
Islam adalah agama rasional. Tatkala kita ingin berbuat, berkarya, dan berkreasi kita diperintahkan untuk melakukan pekerjaan yang bermanfaat, positif, dan berdaya guna. Selanjutnya, agar amal kebajikan yang kita lakukan itu bernilai di hadapan Allah maka perlu dilandasi niat yang tulus karena mengharap ridha Allah semata atau ikhlas. Dan ikhlas itulah ruh sebuah amal dan merupakan syarat diterimanya di sisi Allah SWT.
Ikhlas menurut Huzaifah al Mar’asyi adalah:



“Ikhlas ialah jika perbuatan-perbuatan seorang hamba itu sama antara lahiriah dan batiniahnya.” (Muhyiddin an-Nawawi, Al Azkar, hal 7)
 Sementara menurut Sayyid Abu Muhammad Sahl bin Abdullah al Tusturi adalah:




“Jika gerak dan diamnya baik dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan diniatkan karena Allah semata, tidak tercampuri oleh kepentingan, hawa nafsu maupun tujuan duniawi.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar