BAHAYA SEKS
BEBAS BAGI REMAJA
ABSTRAK
Tugas pokok penyuluh
agama adalah melakukan penyuluhan dalam bidang agama dan pembangunan. Untuk
medukung tugas tersebut diperlukan sarana pendukung. Salah satunya adalah
penyusunan makalah ilmiah. Makalah ini membahas tentang bahaya seks bebas bagi
remaja.
Tujuan penulisan ini
antara lain, untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan seks bebas, faktor-faktor yang
dapat menimbulkan seks bebas, dampak yang ditimbulkan dari seks bebas, dan cara
mencegah seks bebas.
Penelitian dilaksanakan
pada hari, Kamis 26 September 2013 dengan
metode kajian pustaka, kemudian menghimpun data dari dokumen yang telah
tersedia. Penelitian juga menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi
kasus. Sedangkan sistematika penyajian data diuraikan secara diskriptif dengan
menggunakan analisa Strength, Weaknesses, Opportunity dan Threat (SWOT).
Kesimpulan penulis,
bahwa secara umum seks
bebas sangat berbahaya bagi remaja karena dampak yang ditimbulkan dari yaitu
kehamilan di luar nikah, penyakit menular seksual (sipilis, HIV/AIDS, dll),
mencoreng nama baik keluarga, depresi dan menghancurkan masa depan remaja.
Kata kunci : seks bebas, remaja, bahaya
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Masa remaja adalah masa
yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan
akan hal-hal yang baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak.
Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak sadar bahwa beberapa pengalaman
yang tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan. Oleh karena
itu tidak sedikit remaja yang jatuh kedalam perbuatan negative, salah satunya
adalah seks bebas atau hubungan seks yang dilakukan diluar pernikahan.
Banyak sekali
alasan mengapa remaja melakukan hubungan seks bebas, mulai dari biar di bilang
gaullah sampai untuk mendapatkan uang. Gara-gara ingin dibilang gaul baik
laki-laki maupun perempuan rela memberikan ”harga dirinya” dengan sia-sia tanpa
memperhatikan dampak yang akan di timbulkan oleh perbuatannya itu. Oleh karena
itu hubungan seks bebas banyak sekali terjadi di kalangan remaja pada umumnya,
yang masih labil dalam pergaulan.
Pergaulan bebas antar lawan jenis sendiri mendorong terjadinya hamil
pra-nikah, lebih parah jika setelah hamil laki-laki ini tidak bertanggung jawab
dengan meninggalkannya, gadis yang sudah tidak ‘gadis’ lagi ini untuk
menghindari rasa malu terhadap orang tua, teman dan masyarakat, atau karena
suruhan dari teman laki-lakinya yang tidak mau menikahinya cenderung mengambil
jalan pintas dengan menggugurkan kandungannya. Inilah fenomena social remaja
yang makin marak dalam kehidupan manusia dimana praktek aborsi sebagai mediator
alternative bagi para pezina dalam mencari jalan pintas menjadi solusi
terakhir.
Indonesia seharusnya prihatin atas para calon penerus
bangsa yang makin bejad kelakuannya. Dengan maraknya pornografi dan pornoaksi
baik di keping cakram, komik, maupun di dunia maya yang sangat mudah untuk
diakses sekarang ini, hal itu yang dapat mejembatani seks bebas di kalangan
remaja.
Hal itu dibuktikan dengan survei dari Komisi Nasional Perlindungan Anak terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia tahun 2007 menunjukkan, 97% dari responden pernah menonton film porno, 93,7% pernah ciuman, petting, dan oral seks, serta 62,7% remaja yang duduk di bangku SMP pernah berhubungan intim, dan 21,2% siswi sekolah menengah umum pernah menggugurkan kandungan.
Kengerian itu sangatlah berbenturan dengan budaya kita yang menjadi sandaran norma dan aturan dalam interaksi manusia. Budaya ketimuran yang terkenal “ewuh pekewuh”(punya rasa malu) mulai tergusur budaya “my bussines is mine”(ini urusanku) sehingga rasa malu dan berbagai norma lain di abaikan karena anggapan bahwa urusannya adalah urusannya sendiri bukan orang lain. Dalam pergaulan remaja pun demikian, karena remaja merupakan bagian terbesar yang terkena imbas dari budaya ini. Dalam hal jalinan hubungan dengan lawan jenis pun demikian sehingga pergaulan bebas tanpa adanya norma dan aturan.
Hal itu dibuktikan dengan survei dari Komisi Nasional Perlindungan Anak terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia tahun 2007 menunjukkan, 97% dari responden pernah menonton film porno, 93,7% pernah ciuman, petting, dan oral seks, serta 62,7% remaja yang duduk di bangku SMP pernah berhubungan intim, dan 21,2% siswi sekolah menengah umum pernah menggugurkan kandungan.
Kengerian itu sangatlah berbenturan dengan budaya kita yang menjadi sandaran norma dan aturan dalam interaksi manusia. Budaya ketimuran yang terkenal “ewuh pekewuh”(punya rasa malu) mulai tergusur budaya “my bussines is mine”(ini urusanku) sehingga rasa malu dan berbagai norma lain di abaikan karena anggapan bahwa urusannya adalah urusannya sendiri bukan orang lain. Dalam pergaulan remaja pun demikian, karena remaja merupakan bagian terbesar yang terkena imbas dari budaya ini. Dalam hal jalinan hubungan dengan lawan jenis pun demikian sehingga pergaulan bebas tanpa adanya norma dan aturan.
Padahal Generasi muda adalah tulang punggung bangsa,
yang diharapkan di masa depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa
ini agar lebih baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung
kepada kesiapan masyarakat yakni dengan keberadaan budayanya. Termasuk
didalamnya tentang pentingnya memberikan filter tentang perilaku-perilaku yang
negatif, yang antara lain; minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang, seks
bebas, dan lain-lain yang dapat menyebabkan rusaknya moral, akal, dan jasmani.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang di
maksud dengan seks bebas?
2. Faktor
apa saja yang dapat menimbulkan hubungan seks bebas?
3. Apa
saja dampak dari seks bebas?
4. Bagaimana
cara mencegah seks bebas?
C. Tujuan
1. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan seks bebas.
2. Mengetahui
faktor-faktor yang dapat menimbulkan seks bebas.
3. Mengetahui
dampak yang ditimbulkan dari seks bebas.
4. Mengetahui
cara mencegah seks bebas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa
Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolensence
yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai
arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan
fisik. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak
termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang
dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan
dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh
status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini &
Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa
dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa
dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21
tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan
menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah: masa peralihan diantara masa
kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa
perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak
baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang
dewasa yang telah matang.
Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene)
diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa
yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia
remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun
= masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun
= masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa
remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja
awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja
akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006: 192)
Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat,
dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan
dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun,
dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik,
maupun psikologis.
B. Karakteristik
Remaja
Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja yang mencakup perubahan
transisi biologis, transisi kognitif, dan transisi sosial akan dipaparkan di
bawah ini:
- Transisi Biologis
Menurut Santrock (2003: 91)
perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada saat masa
pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial.
Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa
remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi).
Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada
wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang
tumbuh (Sarlito Wirawan Sarwono, 2006: 52).
Selanjutnya, Menurut Muss (dalam
Sunarto & Agung Hartono, 2002: 79) menguraikan bahwa perubahan fisik yang
terjadi pada anak perempuan yaitu; perertumbuhan tulang-tulang, badan menjadi
tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang, tumbuh payudara.Tumbuh bulu yang
halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang
maksimum setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi kriting, menstruasi atau haid,
tumbuh bulu-bulu ketiak.
Sedangkan pada anak laki-laki
peubahan yang terjadi antara lain; pertumbuhan tulang-tulang, testis
(buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna
gelap, awal perubahan suara, ejakulasi (keluarnya air mani), bulu kemaluan
menjadi keriting, pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap
tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus diwajaah (kumis, jenggot), tumbuh bulu
ketiak, akhir perubahan suara, rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan gelap,
dan tumbuh bulu dada.
Pada dasarnya perubahan fisik remaja
disebabkan oleh kelenjar pituitary dan kelenjar hypothalamus. Kedua
kelenjar itu masing-masing menyebabkan terjadinya pertumbuhan ukuran tubuh dan
merangsang aktifitas serta pertumbuhan alat kelamin utama dan kedua pada remaja
(Sunarto & Agung Hartono, 2002: 94)
2. Transisi
Kognitif
Dalam perkembangan kognitif, remaja
tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini menekankan pentingnya interaksi
sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif remaja.
Menurut Piaget (dalam Santrock,
2003: 110) secara lebih nyata pemikiran opersional formal bersifat lebih
abstrak, idealistis dan logis. Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan
dengan anak-anak misalnya dapat menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja
juga lebih idealistis dalam berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal
dari diri sendiri, orang lain dan dunia. Remaja berfikir secara logis yang
mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah
dan secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan.
3. Transisi Sosial
Perkembangan sosial anak telah
dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa
remaja. Hubungan sosial anak pertama-tama masing sangat terbatas dengan orang
tuanya dalam kehidupan keluarga, khususnya dengan ibu dan berkembang semakin
meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan teman sejenis maupun
lain jenis (dalam Rita Eka Izzaty dkk, (2008: 139).
C. Fase
Pertumbuhan Remaja
1. Masa
pra-pubertas (12 - 13 tahun)
Masa ini disebut juga masa pueral,
yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini
lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi
perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan
mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja. Di
samping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat jga terjadi pada
fase ini. Akibatnya, remaja-remaja ini cenderung bersikap suka mengkritik
(karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk
pembangkangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang
dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai "hero" atau
pujaannya. Perilaku ini akan diikuti dengan meniru segala yang dilakukan oleh
pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan kebiasaan hidup
pujaan tersebut.
Selain itu, pada masa ini remaja
juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani
mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat
mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi oleh orang tua sebagai pembangkangan.
Remaja tidak ingin diperlakukan sebagai anak kecil lagi. Mereka lebih senang
bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka
juga semakin berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan
tidak/kurang berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka tidak
beralasan, seperti tidak boleh mampir ke tempat lain selepas sekolah, dan
sebagainya. Mereka akan semakin kehilangan minat untuk bergabung dalam kelompok
sosial yang formal, dan cenderung bergabung dengan teman-teman pilihannya.
Misalnya, mereka akan memilih main ke tempat teman karibnya daripada bersama keluarga
berkunjung ke rumah saudara.
Tapi, pada saat yang sama, mereka juga butuh pertolongan dan bantuan yang
selalu siap sedia dari orang tuanya, jika mereka tidak mampu menjelmakan
keinginannya. Pada saat ini adalah saat yang kritis. Jika orang tua tidak mampu
memenuhi kebutuhan psikisnya untuk mengatasi konflik yang terjadi saat itu,
remaja akan mencarinya dari orang lain. Orang tua harus ingat, bahwa masalah
yang dihadapi remaja, meskipun bagi orang tua itu merupakan masalah sepele,
tetapi bagi remaja itu adalah masalah yang sangat-sangat berat.
2. Masa
pubertas (14 - 16 tahun)
Masa ini disebut juga masa remaja
awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas
akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia
memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil
akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan
seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai
dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pris ditandai
dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu
akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan
pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal
ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal
pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan
lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini.
Di samping itu, remaja mulai
mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual. Karena kebingungan
mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya,
remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut.
Kadang suka melamun, di lain waktu dia begitu ceria. Perasaan sosial remaja di
masa ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan kelompok yang disukainya dan
membuat peraturan-peraturan dengan pikirannya sendiri.
3. Masa akhir
pubertas (17 - 18 tahun)
Pada masa ini, remaja yang mampu
melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik
sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga karena tubuh mereka
dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat singkat.
Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria,
sehingga proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja
pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya.
Namun kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya.
4. Periode
remaja Adolesen (19 - 21 tahun)
Pada periode ini umumnya remaja
sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun
psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai
memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai
menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada menjalaninya. Sikapnya
terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya,
bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol
akan terlihat jelas pada fase ini.
B. Mengenal Seks Lebih Dalam
Manusia
adalah salah satu makhluk yang dalam meneruskan hidup jenisnya memerlukan
pasangan untuk dapat melakukan regenerasi. Dalam proses regenerasi ini dikenal
dengan seks, yaitu hubungan yang terjalin antara jenis satu dengan lainnya. Hal
ini merupakan kekuatan utama agar generasi manusia tidak punah. Tetapi karena
pengaruh globalisasi yang disalah artikan timbullah budaya baru yaitu seks
bebas, budaya yang tidak sesuai dengan budaya kita.Terutama pada para remaja
tepatnya pada masa metamorfosis dari kanak-kanak menjadi dewasa. Para ahli
pendidikan telah sepakat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13
tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan
sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan
dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun
sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan.
Oleh karena itu, sebelum melangkah lebih jauh dan agar lebih memahami apa arti
sebenarnya seks, ada baiknya kita memahami definisi kata “seks” itu sendiri.
Seks memang memiliki definisi yang luas. Namun, jika kita berbicara mengenai
seks secara keseluruhan, maka yang dimaksudkan adalah pendidikan mengenai jenis
kelamin
Definisi seks, dapat dikelompokkan
menurut beberapa dimensi, Di antaranya:
Dimensi Biologis
Berkaitan dengan alat reproduksi. Di
dalamnya termasuk pengetahuan mengenai hormon-hormon, menstruasi, masa subur,
gairah seks, bagaimana menjaga kesehatan dan gangguan seperti PMS (penyakit
menular seksual), dan bagaimana menfungsikannya secara optimal secara biologis.
Dimensi Faal
Mencakup pengetahuan mengenai proses
pembuahan, bagaimana ovum bertemu dengan sperma dan membentuk zigot dan
seterusnya.
Dimensi Psikologis
Seksualitas berkaitan dengan
bagaimana kita menjalankan fungsi kita sebagai mahluk seksual dan identitas
peran jenis. Mengapa pria dipandang lebih agresif daripada wanita?
Dimensi Medis
Adalah pengetahuan mengenai penyakit
yang di oleh hubungan seks, terjadinnya impotensi, nyeri, keputihan dan lain
sebagainya.
Dimensi Sosial
Seksualitas berkaitan dengan
hubungan interpersonal (hubungan antar sesama manusia). Seringkali hambatan
interaksi ditimbulkan oleh kesenjangan peran jenis antara laki-laki dan
perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor budaya dan idola asuh yang lebih
memprioritaskan posisi laki-laki. Anggapan tersebut harus diluruskan. karena
jenis kelamin tidak menentukan mana yang lebih baik atau berkualitas.
D. Pengertian
Seks Bebas
Seks merupakan naluri alamiah yang
dimiliki oleh setiap makhluk hidup di muka bumi ini. Seks diperlukan untuk
menjaga kelangsungan hidup hidup suatu spesies atau suatu kelompok (jenis)
makhluk hidup. Artinya setiap makhluk hidup melakukan seks untuk memperoleh
keturunan agar dapat menjaga dan melestarikan keturunannya. Selain itu tujuan
seks adalah sebagai sarana untuk memperoleh kepuasan dan relaksasi dalam
kehidupan (bagi manusia).
Hubungan seks yang dilakukan di luar
pernikahan disebut seks bebas (free seks). Hawa nafsu merupakan hal yang sangat
menentukan terjadinya seks bebas. Seks bebas merupakan pengaruh budaya yang
datang dari barat dan kemudian diadopsi oleh masyarakat Indonesia tanpa
memfilternya terlebih dahulu.
Survei Komnas Anak Di 12 Provinsi (4500 remaja sebagai
responden)
1. 93,7% pernah berciuman hingga petting (bercumbu)
1. 93,7% pernah berciuman hingga petting (bercumbu)
2. 62,7% remaja SMP sudah tidak
perawan
3. 21,2% remaja SMA pernah
aborsi
Survey Perkumpulan Keluarga
Berencana (100 remaja SMP & SMA Di Samarinda) 56% Pelajar sudah berhubungan
seks. Bahkan ada yang terang terangan mengaku berhubungan seks dengan pekerja
seks.
Survey Synovate Researc
1. 44% mengaku punya pengalaman seks di
usia 16-18 tahun.
2. 16% mengaku pengalaman seks di dapat di
usia 13-15 tahun.
3. Tempat melakukan seks di rumah (40%),
kamar kos (26%) dan hotel (26%)
Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia
1. 32% remaja 14 – 18 tahun
pernah berhubungan seks
2. 21,2% remaja putri pernah
melakukan aborsi
3. 97% penyebab remaja
melakukan seks yaitu dari internet.
Dari survey di atas dapat dikatakan
bahwa seks bebas bukanlah lagi hal yang tabu dikalangan remaja saat ini.
Maraknya seks bebas di kalangan pelajar seolah menjadi trend bahwa jika seorang
siswi masih perawan maka akan tergolong siswi yang "nggak gaul" dan
terkucilkan dalam pergaulan anak zaman sekarang.
E. Faktor-faktor
yang Mendorong Terjadinya Seks Bebas
Seks bebas pada umumnya dilakukan
oleh para remaja. Faktor-faktor yang mendorong remaja melakukan hubungan seks
di luar nikah, adalah :
Ø Karena
mispersepsi terhadap makna pacaran yang menganggap bahwa hubungan seks adalah
bentuk penyaluran kasih sayang.
Ø Karena
kehidupan iman yang rapuh. Kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai
dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama
dengan baik tanpa dipengaruhi oleh situasi kondisi apapun.
Ø Kematangan
biologis yang tida disertai dengan kemampuan mengendalikan diri cenderung
berakibat Negatif, yakni terjadi hubungan seksual pranikah dimasa pacaran.
Sebaliknya kematangan biologis yang disertai dengan kemampuan mengendalikan
diri akan membawa kebahagian remaja dimasa depannya sebab ia tidak akan
melakukan hubungan seksual pranikah.
Faktor lain yang menyebabkan orang
melakukan seks bebas:
Ø Kurangnya
pemahaman individu akan ajaran agamanya secara benar dan mendalam
Ø kurangnya
perhatian orangtua
Ø merasa bukan
anak gaul, dengan pernah melakukan seks dianggap ”Gaul”
Ø cueknya
masyarakat akan situasi linkungan
Ø taraf
pendidikan seks bagi remaja yang belum tertata secara benar
Ø terlupakannya intisari adat budaya luhur bangsa sebagai katalisator dalam pergaulan akibat pengaruh globalisasi.
Adapun
tahapan-tahapan yang biasanya dilakukan oleh seseorang berani melakukan
hubungan seks diluar nikah:
1. pegangan
tangan
2. ciuman
sebatas ciuman di pipi dan kening
3. ciuman bibir
4. pelukan
5. petting
(mulai berani melepas pakaian bagian atas)
6. meraba
bagian yang sensitive (mulai berani buka-bukaan)
7. melakukan
hubungan seks
F. Dampak Seks
Bebas
Seks bebas banyak sekali dampak
negative yang di timbulkan terutama bagi individu yang melakukannya dan
lingkungannya. Dampak tersebut diantaranya :
1.
Beberapa penyakit yang siap
mendatangi seperti, herpes, HIV Aids, Raja singa, dan penyakit lainnya.
2.
Hamil di luar pernikahan akan menimbulkan permasalahan
baru, apabila anda masih kuliah atau sekolah tentu saja orang tua anda akan
sangat kesal kepada anda. Dan anda pun takut untuk jujur kepada orang tua anda
dan pasangan anda, akhirnya anda memutuskan untuk melakukan dosa baru yaitu
aborsi.
3.
Apabila anda menikah di usia muda, permasalahan yang
belum siap anda hadapi akan datang, seperti masalah keungan, masalah kebiasaan,
masalah anak.
4.
Nama baik keluarga akan tercoreng oleh sikap anda.
Keluarga anda akan menghadapi masalah yang anda buat apabila anda mendapatkan
efek buruk dari seks bebas ini.
5.
Apabila anda hamil dan pasangan anda tidak mau
bertanggung jawab, apa yang akan anda lakukan?. Akan banyak pikiran buruk yang
akan mengganggu anda. Seperti ingin bunuh diri, berpikir tidak rasional yang
mengakibatkan gangguan mental atau gila.
G. Cara
Mencegah Hubungan Seks Bebas
Perilaku seks bebas dapat dicegah
dengan cara salah satunya dengan pendidikan seks.
1. Pendidikan
seks
Beberapa hal penting dalam
memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan oleh Singgih D. Gunarsa
(1995) berikut ini, mungkin patut anda perhatikan :
Ø Cara
menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.
Ø Isi uraian
yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-tidak,
seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh
atau simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh
diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional.
Ø Dangkal atau
mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap
perkembangan anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun t belum perlu menerangkan
secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin, karena
perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap
kematangan untuk dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut.
Ø Pendidikan
seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan
dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak.
Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan
keadaan khusus anak.
Ø Pada
akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual
perlu diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa
jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk
mengingatkan dan memperkuat (reinforcement) apa yang telah diketahui agar
benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya.
Pendidikan seks ada dua jenis yaitu
, pencegahan menurut agama, pencegahan seks bebas dalam keluarga
a. Pencegahan
Seks Bebas Menurut Agama
Pencegahan menurut agama antara lain
:
Ø Memisahkan
tempat tidur anak; Setiap orang tua berusaha untuk mulai memisahkan tempat
tidur anak-anaknya ketika mereka memasuki minimal usia tujuh tahun.
Ø Meminta izin
ketika memasuki kamar orang tua; Sejak dini anak-anak sudah diajarkan untuk
selalu meminta izin ketika akan masuk ke kamar orang tuanya pada saat-saat
tertentu.
Ø Mengajarkan
adab memandang lawan jenis; Berilah pengertian mengenai adab dalam memandang
lawan jenis sehingga anak dapat mengetahui hal-hal yang baik dan buruk.
Ø Larangan menyebarkan
rahasia suami-istri; Hubungan seksual merupakan hubungan yang sangat khusus di
antara suami-istri. Karena itu, kerahasiaanya pantas dijaga. Mereka tidak boleh
menceritakan kekurangan pasangannya kepada orang lain, apalgi terhadap anggota
keluarga terutama anak-anaknya.
b. Pencegahan
Seks Bebas Dalam Keluarga
Pencegahan seks bebas dalam keluarga
antara lain :
Ø Keluarga
harus mengertitentang permasalahan seks, sebelum menjelaskan kepada anak-anak
mereka.
Ø Seorang ayah
mengarahkan anak laki-laki, dan seorang ibu mengarahkan anak perempuan dalam
menjelaskan masalah seks.
Ø Jangan
menjelaskan masalah seks kepada anak laki-laki dan perempuan di ruang yang
sama.
Ø Hindari
hal-hal yang berbau porno saat menjelaskan masalah seks, gunakan kata-kata yang
sopan.
Ø Meyakinkan
kepada anak-anak bahnwa teman-teman mereka adalah teman yang baik.
Ø Memberikan
perhatian kemampuan anak di bidang olahraga dan menyibukkan mereka dengan
berbagai aktivitas.
Ø Tanamkan
etika memelihara diri dari perbuatan-perbuatan maksiat karena itu merupakan
sesuata yang paling berharga.
Ø Membangun
sikap saling percaya antara orang tua dan anak.
2. Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi.
Pada usia
remaja, mereka selalu mempunyai keinginan untuk mengetahui, mencoba dan
mencontoh segala hal. Seperti dari media massa dan elektronik yang membuat
remaja seringkali terpicu untuk mengikuti seperti yang ada dalam tayangan
tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengawasan dalam hal tersebut.
Mungkin dengan mendampingi mereka saat melihat tayangan tersebut.
3. Menambah kegiatan yang positif di luar sekolah
Kegiatan positif
untuk remaja di luar sekolah misalnya kegiatan olahraga, aktif dalam organisasi
remaja, kegiatan pengembangan hoby, dll. Selain menjaga kesehatan tubuh,
kesibukan di luar sekolah seperti olahraga dapat membuat perhatian mereka
tertuju ke arah kegiatan tersebut. Sehingga, memperkecil kemungkinan bagi
mereka untuk melakukan penyimpangan prilaku seks bebas. Perlu dikembangkan
model pembinaan remaja yang berhubungan dengan kesehatan produksi.
4. Memberi wadah untuk menampung permasalahan
reproduksi remaja yang sesuai dengan kebutuhan.
Informasi yang terarah baik secara formal maupun informal yang meliputi pendidikan seks, penyakit menular seksual, KB dan kegiatan lain juga dapat membantu menekan angka kejadian perilaku seks bebas di kalangan remaja. Perlu adanya sikap tegas dari pemerintah dalam mengambil tindakan terhadap pelaku seks bebas. Dengan memberikan hukuman yang sesuai bagi pelaku seks bebas, diharapkan mereka tidak mengulangi perbuatan tersebut.
5. Mengoptimalkan Peranan Guru
Bimbingan dan Konseling di sekolah
Guru Bimbingan dan Konseling (BK)
adalah seseorang yang memiliki peran penting dalam memfasilitasi, mengatasi dan
memberikan layanan kepada siswa terutama dalam perkembangan siswa baik secara
individu maupun perkembangan social serta membantu memecahkan maasalah yang
dihadapi oleh siswa. Disekolah banyak sekali masalah-masalah yang muncul yang
sering di hadapi oleh siswa diantaranya masalah pribadi seperti patah hati dan
kurang percaya diri, maupun permasalahan social seperti kurang bisa menyesuaikan
diri dengan lingkungan, sering menyendiri, dan kurang bisa bergaul dengan yang
lain.
Masing masing masalah sangat beragam
antara individu satu dengan individu yang lain yang mana tingkatan
penyelesaiannya pun berbeda-beda. Namun dari permasalahan yang di alami oleh
siswa jika todak segera mendapatkan treatmen dari konselor maka kemungkinan
dampak yang akan ditimbulkan semakin “parah”. Sebagai contoh ada siswa yang
sering menyendiri dan dikusilkan oleh teman-temannya di lingkungan sekolah serta
di dalam keluarganyapun dia sering kurang mendapat perhatian oleh orang tuanya,
tidak mustahil juga bahwa anak tersebut lama-kelamaan justru akan masuk kedalam
dunia pergaulan bebas, terlebih bahaya lagi jika anak tersebut sudah meraasa
nyaman di “dunia barunya”.
Pergaulan bebas yang di anggap
sebagai dunia barunya dia yang dirasa ia sudah nyaman karena mendapat kelompok
yang memperhatikan dia tidak seperti teman-temannya yang selalu mengucilkannya
justru sebenarnya sangat merugikan. Salah satu bentuk pergaulan bebas yang sering
dilakukan oleh para remaja adalah seks bebas. Seks bebas atau hubungan seks
yang dilakukan diluar hubungan pernikahan. Dampak yang ditimbulkan dari seks
bebas banyak sekali baik dalam kehidupan pribadi maupun social.
Dalam kehidupan pribadi atau dampak
bagi diri sendiri diantaranya individu tersebut kemingkinan besar akan terkena
berbagai macam penyakit seperti HIV, AID, sipilis dll. Hal itu jelas sangat
merugikan dirinya sendiri. Apabila itu terjadi pada perempuan akan berdampak
kehamilan yang mana dari segi biologis belum matang sehingga apabila bayi itu
lahir kemungkinan besar akan mengalami cacat. Sementara dalam kehidupan
sosialnya,baik secara langsung nama baik anda berserta nama baik keluarga
akan tercoreng dalam kehidupan masyrakat.
Dengan adanya uraian diatas peran
konselor sangatlah penting dalam hal ini. Konselor dapat melakukan/ memberikan
layanan kepada siswa-siswinya mengenai hubungan seks bebas baik secara klasikal
maupun individual. Dengan menggunakan layanan klasikal di kelaas yaitu memberikan
informasi yang seluas-luasnya dan pemahaman yang benar kepada semua siswa
tentang seks atau memberikan materi pendidikan seks yang diharapkan agar para
siswa tidak terjerumus dalam dunia seks bebas. Dapat pula melakukan pendekatan
kepada orang tua siswa untuk memperhatikan aktivitas yang dilakukan anaknya di
rumah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Seks bebas merupakan tingkah laku yang didorong oleh
hasrat seksual yang ditujukan dalam bentuk tingkah laku.
2.
Ada beberapa faktor penyebab remaja melakukan seks
bebas, diantaranya adalah Kurangnya
pemahaman individu akan ajaran agamanya secara benar dan mendalam, kurangnya
perhatian orangtua, ingi di anggap gaul, cueknya masyarakat akan situasi
linkungan, taraf pendidikan seks bagi remaja yang belum tertata secara benar
3.
Secara umum dampak yang ditimbulkan dari perilaku seks
bebas dikalangan remaja yaitu kehamilan dan penyakit menular seksual (sipilis,
HIV/AIDS, dll), mencoreng nama baik keluarga, menimbulkan depresi dan
menghancurkan masa depan remaja.
4.
Cara menghindari seks bebas di kalangan remaja yaitu
melalui pendidikan seks, pengawasan
yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi, menambah kegiatan yang
positif di luar sekolah, memberi wadah untuk menampung permasalahan reproduksi
remaja yang sesuai dengan kebutuhan dan mengoptimalkan
peranan guru
bimbingan dan konseling di sekolah
B. Saran
Sebagai seorang guru BK hendaknya
memberikan pemahaman tentang seks (pendidikan seks) kepada siswa-siswanya mulai
dari pengertian seks, damapak yang di timbulkan jika berhubungan seks diluar
nikah, serta cara mencegah agar tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas.
Untuk orang tua hendaknya selalu
memberikan perhatian kepada anaknya, menjadi ”teman” dari anaknya dan juga
memberikan pemahaman tentang seks kepada anaknya.
Lingkungan hendaknya tetap
memperhatikan norma yang ada dan ikut serta dalam pencegahan hubungan seks
bebas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar