Kaum muslimin rahimakumullah
Mengawali khutbah pada kesempatan ini, kiranya tidak ada nasihat
yang paling baik diantara nasihat-nasihat yang ada yang ingin khatib sampaikan
kepada jamaah jum’ah, kecuali hanya nasihat taqwa kepada Allah SWT. karena
hanya dengan berbekal takwalah yang akan mampu menghantarkan kita kepada
kehidupan yang bahagia didunia, sekaligus kehidupan yang bahagia diakhirat
kelak, sebagimana firman Allah:
“Berbekallah kamu sekalian,
dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa kepada Allah SWT.”(Q.S. Al
Baqarah : 197).
Shalawat serta salam semoga tetap
terlimpah kepada junjunan Nabi agung Muhammad SAW. Kepada keluarga dan
sahabatnya dan mudah-mudahan terlimpah pula kepada kita selaku ummat-Nya.
Hadirin muslimin jamaah jumat rahimakumullah
Perkenankanlah pada kesempatan khutbah jumat kali ini khatib
menyampaikan materi khutbah dengan judul:
PERBEDAAN MASALAH FURU’ ADALAH SEBUAH KEMESTIAN, RAHMAT DAN KELELUASAAN.
Adalah Prof. Dr. Yusuf al-Qardhawi, seorang ulama kelahiran Mesir mengatakan
dalam kitabnya Fikhul Ikhtilaf, bahwa “Saya tidak resah kalau umat Islam masa
kini menghadapi musuh dari luar Islam, karena hal itu merupakan sesuatu yang
lumrah, sesuai dengan sunnatut tadaafu’ (sunah pertarungan) antara yang haq
dengan yang bathil, sebagaimana diterangkan dalam surat al Furqan: 31:
“Demikianlah, telah kami
adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa”.
Namun pada
kesempatan yang sama Yusuf Qardhawi mengatakan “Akan tetapi hati saya resah dan
merasa tersayat jika musuh itu datang dari dalam tubuh umat Islam itu sendiri,
dimana satu kelompok Islam mengadakan perusakan terhadap kelompok Islam yang
lainnya”.
Pernyataan diatas sangat menarik bila dikaitkan dengan kondisi
masyarakat saat ini yang diperlihatkan kepada mereka perbedaan-perbedaan
yang sangat berfariatif, terutama dalam
masalah fikih, baik dilatar belakangi oleh perbedaan kelompok, madzhab,
organisasi partai politik dan sebagainya yang tidak menutup kemungkinan akan
terjadi satu perpecahan dan permusuhan. Oleh karena itu sangatlah diperlukan
adanya kesadaran yang mendalam dari diri kita sebagai umat Islam didalam
menyikapi perbedaan-perbedaan yang muncul di tengah-tengah masyarakat.
Kaum muslimin rahimakumullah
Sesungguhnya perbedaan pendapat dalam masalah fiqhiyah itu sendiri
tidaklah berbahaya, khususnya dalam pemahaman soal-soal furu’iah yaitu
hukum-hukum syariat yang tidak bersifat asasiyah atau cabang dan sebagian ushul
atau pokok yang tidak prinsipil, karena itu sebuah kemestian, rahmat, keleluasaan
dan kekayaan, tetapi yang berbahaya adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan perpecahan dan permusuhan umat. Perbedaan inilah yang sangat
dikecam oleh al-Quran dan Sunnah Nabi SAW. Al-Quran telah menyatakan, setelah
perintah bertaqwa dengan sebenar-benar taqwa dan teguh memegang Islam sampai
mati:
“Dan berpegang teguhlah
kamu semua kepada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan
ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara kamu, maka menjadilah kamu
karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara…(QS, Ali Imran : 103)
Dalam kontek yang sama Al Quran melarang terjadinya perpecahan
sebagaimana perpecahan yang pernah terjadi di kalangan orang-orang yang terdahulu,
agar kita tidak mengalami apa yang pernah mereka alami:
“Dan janganlah kamu
menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang
keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang –orang yang mendapat
siksa yang berat” (QS, Ali Imran : 105)
Muslimin rahimakumullah,
Perbedaan masalah Furu’iah, adalah suatu kemestian,
Orang-orang yang
ingin menyatukan kaum muslimin dalam satu pendapat tentang hukum-hukum ibadat,
muamalat dan cabang-cabang agama lainnya, hendaknya mengetahui dan menyadari
bahwa mereka sebenarnya menginginkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi.
Upaya-upaya mereka untuk menghapuskan perbedaan dalam masalah ini tidak akan
menghasilkan apa-apa selain dari bertambah meluasnya perbedan dan perselisihan
itu sendiri. Upaya-upaya seperti ini hanyalah menunjukkan kedunguan saja,
karena perbedaan dalam memahami hukum-hukum syari’at yang tidak bersifat
asasiyah ini merupakan suatu kemestian dan tidak dapat dihindari karena itu
semua adalah disebabkan karena adanya empat faktor tabiat yang tidak terelakan.
Keempat faktor itu adalah 1). Tabiat agama, 2). Tabiat bahasa, 3). Tabiat
manusia, 4). Tabiat Alam dan kehidupan.
Muslimin rahimakumullah,
Pertama, Tabiat Agama
Islam.
Allah telah menghendaki bahwa diantara hukum-hukum-Nya ada yang
ditegaskan secara eksplisit dan ada pula yang implisit, ada yang pasti dan ada
yang belum pasti penunjukannya, ada yang jelas ada yang memungkinkan adanya
penafsiran. Berkenaan dengan adanya hal-hal yang memungkinkan ijtihad maka kita
dituntut untuk melakukannya. Sedangkan berkenaan dengan hal yang tidak
memungkinkan adanya ijtihad, kita dituntut untuk menerima dan meyakininya.
Sebagai contoh,
adanya hukum Allah tentang kewajiban menegakkan ibadah shalat, kewajiban
mendirikan ibadah shalat ini yang harus kita terima dan kita yakini sepenuhnya
karena semua itu sudah jelas perintah kewajiban melaksanakannya, tapi berkaitan
dengan kaifiyah tata cara shalat, kita melihat adanya keberagaman seseorang
dengan yang lainnya dalam mengerjakan ibadah shalat, ada yang setelah
takbiratul ihrom meletakkan kedua tangannya diatas dadanya, ada yang meletakan
diatas perutnya, ada pula yang sama sekali tidak meletakan kedua tangannya baik
diatas dada maupun diatas perutnya. Ada
yang melakukan sujud dengan mendahulukan lututnya baru kemudian kedua tangannya,
adapula yang mendahulukan tangannya kemudian baru kedua lututnya. Ini
disebabkan karena kaifiyah shalat tidak rinci dijalaskan dalam Al Quran, tapi
berkaitan dengan tata cara shalat diterangkan dalam hadits Nabi SAW:
“Shalatlah kamu sekalian
sebagaimana kamu melikat akui shalat”.
Sedangkan hadits-hadits yang menjelaskan tata cara shalat jumlahnya
tidak sedikit, yang itu semua membutuhkan ilmu tersendiri didalam
pengamalannya.
Muslimin rahimakumullah,
Seandainya Allah menghendaki niscaya Dia mampu menjadikan agama ini
satu bentuk dan sisi pemahaman yang tidak memungkinkan adanya perbedaan dan
tidak memerlukan ijtihad. Siapa yang menyimpang walaupun hanya sejengkal maka
dia kafir.
Tetapi Allah
dengan maha Rabb-Nya tidak melakukan hal tersebut. Seandainya Allah menghendaki
kesepakatan kaum muslimin dalam segala hal, sekalipun menyangkut masalah furu’
atau dasar yang tidak asasiah, niscaya Dia menurunkan kitabnya dalam bentuk
nash-nash yang semuanya pasti dan jelas penunjukannya sehingga tidak akan
menimbulkan perbedaan pemahaman dan penafsiran. Tetapi Allah menghendaki agar
di dalam Kitab-Nya ada yang muhkamat dan ada pula sebagian dari padanya yang
mutasyabihat atau yang belum jelas penunjukannya, disamping sebagai ujian bagi
hambanya sekaligus juga merupakan pendorong akal untuk melakukan ijtihad
bekerja secara maksimal dalam mencari kebenaran yang dikehendaki Allah SWT
.
Kedua, Tabiat Bahasa
Tidak diragukan lagi bahwa sumber agama yang menjadi rujukan dan
pedoman orang-orang yang beriman ialah Al-Quran dan as-Sunnah. Sementara itu Al
Qur’an dan as Sunah diungkapkan dalam wujud teks-teks bahasa dan lafadz. Karena
teks-teks itu disusun sesuai dengan
ketentuan tabiat bahasa baik menyangkut arti bahasanya ataupun susunan
kalimatnya. Didalamnya ada lafadz musytarok yang memiliki lebih dari satu arti,
ada yang punya arti sebenarnya, ada pula yang punya arti kiyasan. Sebagai
contoh ayat tentang thaharoh (bersuci) yang terdapat dalam surat al Maidah ayat 6 :
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu, dan basuh kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali
dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayamumlah dengan tanah yang baik dan bersih, sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu.”
Dari satu ayat ini saja timbul beberapa pemahaman dan penafsiran
yang berlainan yang semua berkaitan dengan faktor bahasa.
Apakah ba’ dalam firman Allah biru’uusikum berarti “seluruh” atau
“sebagian”.
Apakah maksud
firman Allah au laamastummu’nisa’,
adalah sentuhan kulit ataukah yang dimaksud kiasan yaitu tentang hubungan
seksual sebagai mana pendapat ibnu Abbas?
Apakah yang
disebut “tanah” yang digunakan untuk tayamum itu? Apakah debu ataukah
benda-benda sejenis tanah lainnya, ataukah dalam bentuk benda lain selain dari
tanah, sebab kalau mau jujur semua berasal dari tanah sebagaimana pendapat
Quraisy syihab.
Dan sudah barang
tentu berbgai kemungkinan lainnya yang menjadi sebab timbulnya perbedaan para
fuqaha. Disinilah letak timbulnya perbedaan dari faktor tabiat bahasa. Baik
menyangkut arti bahasanya ataupun susunan kalimatnya. Didalamnya terdapat
lafadz musytarok yang memiliki lebih dari satu arti, Ada pula yang mengandung arti sebenarnya dan
arti kiasan atau majaz dan masih banyak lainnya.
Ketiga , Tabiat manusia.
Allah menciptakan manusia beraneka ragam. Setiap orang punya
kepribadian, pemikiran dan tabiat tersendiri. Perbedaan ini akan nampak, baik
dalam penampilan lahiriahnya atau pun dalam sikap mentalnya. Sebagai mana
setiap orang berbeda bentuk wajahnya, tekanan suara dan sidik jarinya, demikian
pula pola pemikirannya, kecenderungan dan pandangannya terhadap sesuatu,
pribadi, sikap dan pekerjaan.
Usaha untuk mempersatukan manusia dalam segala bidang ke dalam satu
pola atau bentuk dan menghapuskan perbedaan diantara mereka, adalah sia-sia
belaka dan kemustahilan. Karena tindakan tersebut menyalahi fitrah yang
ditetapkan Allah kepada manusia. Sebagai contoh sederhana, kita dapati dua
orang tokoh sahabat, Abu Bakar dan Ummar
ra. Keduanya seringkali berbeda dalam memandang dan menyelesaikan
masalah. Abu Bakar senantiasa menampakkan kelembutan dan kasih sayang,
sementara itu Umar senantiasa mencerminkan kekuatan dan ketegasan. Hal ini
mempengaruhi pendapat masing-masing dari keduanya dalam menentukan sikap.
ketika Sahabat Abu bakar as-Shidik cenderung memberikan infak shadaqoh dengan
sembunyi-sembunyi, kalau bisa apa yang diberikan oleh tangan kanan, tangan kiri
jangan sampai mengetahui. Berbeda dengan Sayyidina Ummar bin khatab ia
melakukan semuanya itu dengan terang-terangan dan diumumkan di tengah
masyarakat, sebagaimana kita anut dalam menejemen keuangan dalam pengelolaan
zakat, infak, maupun shadakoh dalam rangka transparansi dan juga syiar.
Keempat, Tabiat Alam dan
kehidupan.
Tabiat alam yang kita tempati sekarang ini diciptakan oleh Allah
dalam beraneka bentuk, iklim dan warna. Sebgaimana firman Allah dalam surat Fathir ayat: 27 –
28, yang artinya:
“Tidaklah kamu liohat bahwa
sanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu
buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan diantara gunung-gunung itu ada
garis-garis dan merah yang beraneka macam warnanya, dan ada pula yang hitam
pekat. Dan demikian pula diantara manusia, binatang-binatang ternak ada yang
bermacam-macam warna dan jenisnya. Sesungguhnya yang takut kepada Allah
diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah maha perkasa lagi
maha Pengampun”.
Muslimin rahimakumullah
Kita tanami
lahan kebun kita dengan jenis tanaman buah yang sama, mendapatkan siraman air
hujan yang sama, kita berikan pupuk yang sama namun ketika kita petik buahnya
tidak akan pernah sama kadar manis dan masamnya karena tabiat alam dan kehidupan memang berbeda, Tetapi
perbedaan yang disebutkan oleh al-Quran ini bukan bernilai pertentangan. Ia
seperti yang kami tegaskan adalah perbedaan yang bersifat variatif. Itulah sebabnya
di dalam Al-Quran terdapat banyak ungkapan “beraneka macam warnanya” dalam
berbagai konteks permasalahannya.
Disamping perbedaan dalam masalah furu’iah adalah
sebuah kemestian, mudah-mudahan juga merupakan rahmat dan keleluasaan yang
Allah berikan kepada hamba-Nya. Sebagaimana diterangkan dalam hadits yang
masyhur:
“Perbedaan umatku adalah
Rahmat”
Amin.
SEDEKAH ASSET BAGI SELURUH
UMMAT
Oleh : Yuyu. Yuniawati, S.Ag
(Penyuluh Agama KUA Kec.Bojongsari)
Hadirin Sidang Jum’ah
Rahimakumullah.
Mengawali khutbah pada kesempatan ini, kiranya tidak ada nasihat
yang paling baik diantara nasihat-nasihat yang ada yang ingin khatib sampaikan
kepada jamaah jum’ah, kecuali hanya nasihat taqwa kepada Allah SWT karena hanya
dengan berbekal takwalah yang akan mampu menghantarkan kita kepada kehidupan
yang bahagia di dunia, sekaligus kehidupan yang bahagia di akhirat kelak,
sebagimana firman Allah:
“Berbekallah kamu sekalian,
dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa kepada Allah SWT.”
Hadirin Sidang Jum’ah
Rahimakumullah.
Pada kesempatan ini pula mari kita
bersama-sama menundukan mata hati kita sejenak untuk mencerdaskan batin, jiwa
dan emosi kita karena sejak pagi sebangun kita tidur sampai sekarang kita sudah
cerdaskan fisik kita, kita hanya diingatkan oleh Allah SWT untuk beberapa menit
mencerdaskan batin dan jiwa kita agar terwujud keseimbangan, agar kita bisa
bermuhasabah / mengevaluasi apakah aktivitas-aktivitas yang kita kerjakan satu
jam yang lalu dan beberapa hari yang lalu itu sudah merupakan aktivitas yang
dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT atau belum?. Mari kita lihat
bersama-sama apakah ibadah-ibadah atau aktivitas yang kita kerjakan itu sudah
mempunyai makna mendekatkan diri kepada Allah SWT atau belum ?. Kalau belum
maka aktivitas yang kita lakukan belum dapat dinilai sebagai ibadah, karena
ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan segala perintah
dan menjauhi larangan-Nya, baik itu ibadah secara khusus atupun ibadah secara
umum”.
Hadirin Sidang Jum’ah Yang
dimuliakan Allah
Allah SWT memberikan nikmat
kesehatan fisik kepada kita itu merupakan instrumen ibadah agar dapat
memberikan manfaat tidak hanya kepada manusia tapi seluruh alam semesta. Maka
kalau kita mempunyai organ tubuh yang sangat sempurna ini dikehendaki oleh
Allah sebagai instrumen yang dapat memberikan manfaat maka sesungguhnya memberi
manfaat itu dalam istilah keagamaan disebut dengan “Sedekah”. Orang-orang yang bersedekah disebut sebagai “Dermawan”.
Sedekah sesungguhnya adalah memberi sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan.
Oleh karena itu sedekah tidak terbatas pada pemberian harta atau materi kepada
mereka yang membutuhkan tetapi sedekah dapat berupa: tenaga, ilmu, nasihat, dan
apa saja yang dibutuhkan masyarakat.
Oleh karena itu kaitannya dengan
sedekah yang tidak hanya terbatas pada harta ini dijelskan dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW yang artinya:
“Ada sekelompok manusia bertanya kepada
Rasulullah SAW: bahwa banyak orang-orang kaya yang banyak hartanya. Kemudian
sekelompok orang itu bertanya: Ya Rasulullah, saya ini orang yang terbatas
ekonominya, orang-orang kaya itu bisa bersedekah dengan kelebihan hartanya,
mereka menjadi dermawan karena mereka mempunyai harta yang lebih padahal mereka
shalat seperti halnya kami shalat, mereka berpuasa seperti halnya kami berpuasa.
Kami tidak bisa bersedekah, kemudian bagaimana ya Rasulullah? Rasulullah
menjawab : Kamu membaca tasbih itu sedekah, kamu membersihkan hati/jiwa itu
sedekah, kamu membaca takbir itu sedekah, kamu membaca tahmid itu sedekah, kamu
membaca tahlil itu sedekah, mengajak diri kita dan orang lain berbuat baik itu
sedekah, dan mencegah yang mungkar itu sedekah” (HR. Muslim).
Sabda nabi ini memberi isyarat
kepada kita bahwa pada setiap diri seorang muslim mempunyai potensi untuk menjadi
ahli sedekah atau dermawan. Kalimat tasbih, tahlil, dan tahmid mmpunyai nilai
yang sama dengan sejumlah uang / harta yang dikeluarkan oleh pemiliknya untuk
sedekah, bahkan amar makruf nahi munkar (mengajak kebaikan dan mencegah
kemaksiatan/kerusakan) adalah merupakan sikap dermawan atau sedekah. Karena itu,
kritik yang konstruktif (membangun) pada substansi hadits tersebut dapat
dipandang sebagai sedekah.
Jamaah Sidang Jum’ah
Rahimakumullah
Dalam kontek hari raya qurban
misalnya, dapat ditarik benang merah, bahwa setiap diri seorang muslim
mempunyai potensi untuk menjadi ahli qurban, sudah barang tentu qurbannya
orang-orang kaya yang mempunyai kelebihan harta, berbeda dengan qurbannya
orang-orang fakir miskin atau orang-orang yang mempunyai keterbatasan ekonomi, sebab
qurban disamping mempunyai pengertian syariat yaitu suatu ibadah dalam bentuk
menyembelih hewan ternak yang ditentukan untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT pada hari raya ‘Idul Adha, dan hari-hari tasyriq. Juqa mempunyai pengertian
secara umum sesuai dengan pengertian secara bahasa yang berasal dari kata : Qoruba – Yaqrubu – Qurbanan yang artinya
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sudah barang tentu orang-orang fakir
miskin yang mempunyai keterbatasan ekonomi tidak harus kehilangan momentum
berqurban. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengorbankan apa yang
dimilikinya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan cara menerima
daging qurban dengan ikhlas apa yang
sudah menjadi haknya, atau mendoakan para mudhohin
(orang-orang yang berqurban) agar senantiasa ikhlas dalam ibadahnya, dijauhkan
dari sifat riya dan sekaligus diterima ibadahnya disisi Allah, atau dengan
menyisihkan tenaga yang dimilikinya untuk membantu proses penyembelihan dan
pembagian daging qurban, atau dengan mengorbankan waktu dan pikirannya dalam
rangka membentuk panitia qurban, dan masih banyak contoh-contoh dalam rangka
kita berqurban / bertaqorrub kepada Allah walaupun dalam pengertian qurban
secara umum.
Hadirin
Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Kembali pada konteks sedekah sesuai
dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dimana sedekah bukan
saja menjadi dominasi orang kaya, tapi
sedekah punya pengertian luas seperti halnya kritik membangun juga dapat
dipandang sebagai sedekah.
Mengapa kritik membangun itu termasuk
sedekah? Mari kita kaji Firman Allah SWT dalam surat Ibrahim ayat 24-25:
”Tidakkah kamu perhatikan
bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang
baik, akarnya kuat dan cabangnya yang
menjulang ke langit, Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan izin
Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan
itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”.
Kalimat “Toyyibah” sebagaimana tersebut dalam ayat diatas menurut tafsir
MIZAN yang ditulis oleh seorang ulama At-Thabatabai
adalah sebuah “Kritik”. Kritik
sebagai kalimat thoyyibah harus senantiasa dilakukan secara terus menerus, baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain, lingkungan maupun pemerintah secara
umum. Karena itu kritik adalah sahabat. Kritik adalah sedekah batin dan jiwa
untuk memperbaiki lingkungan, apakah itu lingkungan keluarga, masyarakat maupun
negara, sudah barang tentu ketajaman dalam mengkritik orang lain harus disertai
dengan ketajaman dalam mengkritik dirinya sendiri.
Kaitannya dengan sifat dermawan dan
sedekah itu maka kritik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana sebentar
lagi kita akan dihadapkan pada pesta demokrasi pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Purbalingga, kita sebagai warga Purbalingga akan bersedekah suara. Undang-undang mengatur jika kita memilih pemimpin
sebagai substansi sedekah yang kritis, mari kita pilih pemimpin yang mempunyai
kriteria-kriteria yang sudah banyak dijelaskan oleh para ‘Alim Ulama, para kyai
dan Asatidz pada banyak kesempatan di majlis ta’lim, yang tidak perlu lagi dibahas dalam kesempatan
khutbah yang singkat ini. Namun demikian, jika pemilihan pemimpin diartikan
sebagai wujud partisipasi dengan menggunakan pendekatan sufistik, jika kita
salah memilih pemimpin, maka sedekah kita akan sia-sia, karena pemimpin kita
tidak akan dapat memberi buah / manfaat pada setiap saat sebagaimana firman
Allah SWT pada surat
Ibrahim ayat 24-25 di atas.
Sedekah berupa kritik dapat
dilakukan secara individual maupun secara kolektif demi untuk menciptakan iklim
dan situasi yang kondusif. Sebagai contoh kritik secara kolektif adalah
statement yang dilontarkan oleh dua Ormas-Persyarikatan organisasi terbesar di
Indonesia yang lahir sebelum Indonesia merdeka, secara kolektif telah peduli
memberikan “Sedekah Moral” kepada
pelaksana pemerintah di negeri ini agar pemerintah menjadi bersih dan kondusif,
mereka bersama-sama membuat statemen kepada pelaksana pemerintah yang ditujukan
kepada pelaku KORUPSI di Indonesia. Statement moralnya adalah bahwa:”PELAKU
KORUPSI JENAZAHNYA HARAM UNTUK DISHALATKAN”, karena itu mari kita dukung
bersama.
Oleh karena itu kalau kita secara
pribadi atau kolektif menemukan saudara-saudara kita yang dalam melaksanakan
aktivitas kepemerintahannya ternyata menjadi orang-orang yang tidak amanah maka
layak bagi kita untuk tidak melakukan shalat jenazah dan haram hukumnya serta
dilarang untuk melakukan doa kepada orang-orang yang semacam itu.
Gerakan moral dua organisasi besar
itu sejalan dengan pesan Al-Quran dalam surat
At-Taubah ayat 84:
“Dan janganlah kamu
sekali-kali menshalatkan (janazah) seorang yang mati diantara mereka, dan
janganlah kamu berdiri mendoakan dikuburnya, sesungguhnya mereka telah kafir
kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik”
Azbabun Nuzul ayat ini berkaitan
dengan janazah Abdullah bin Ubay bin Salul. Ketika dia meninggal dunia dan
tatkala Rasulullah SAW hendak menshalatkan jenazahnya tetapi Umar bersikeras
tidak akan menshalatkan, mengapa demikian? Diskusi yang cukup panjang akhirnya
jenazah ini menjadi berlarut-larut dan terlantar tidak dishalatkan. Kemudian
turun ayat tersebut, yang membenarkan sikap Umar, hal ini karena Umar
sehari-hari mengetahui bahwa Abdullah bin Ubay bin Salul ini memang selalu
melaksnakan shalat 5 waktu dan juga berpuasa serta melaksanakan ibadah haji
tetapi dia sering menyalahgunakan keuangan negara.
Karena itulah tatkala diskusi itu
berkepanjangan Allah SWT mendukung sikap Umar, kalau ada orang-orang yang
setiap harinya shalat, puasa dan melaksanakan ibadah haji berkali-kali tetapi
mereka menyalahgunakan keuangan negara maka haram hukumnya dishalatkan
jenazahnya ketika ia meninggal dunia.
Oleh karena itu Mudah-mudahan
khutbah singkat ini bisa menjadi tadzkir, semoga Allah SWT senantiasa
memberikan kekuatan, petunjuk dan
bimbingan kepada kita agar tetap teguh dalam Iman dan Islam Amin Ya
Robbal’alamiin.
KEUTAMAAN ISTIGHFAR
Hadirin Muslimin
Jamaah Jumah Rahimakumullah.
Dengan mengucap syukur
alhamdulillah, disela-sela kesibukan kita melaksanakan pekerjaan kita
masing-masing pada siang hari ini, kita masih bisa meluangkan waktu sejenak dalam
rangka melaksanakan aktifitas ibadah shalat jumat. Semoga Allah senantiasa merahmati kita semua.
Amin.
Shalawat dan salam kami sampaikan
kepada junjunan nabi Agung Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta
mudah-mudahan sampai kepada kita selaku ummat yang senantiasa berusaha patuh
dan taat terhadap ajaran-ajaran-Nya.
Hadirin Muslimin
Jamaah Jumah Rahimakumullah.
Pada kesempatan khutbah ini saya
berwasiat kepada diri saya dan hadirin semua agar kita semakin meningkatkan
taqwa kita kepada Allah SWT dengan memeperbanyak membaca istighfar. Hadirin,
apabila kita melihat fenomena yang terjadi di negeri kita tercinta ini, dimana
musibah datang silih berganti, namun jika musibah itu direnungkan, kita baca
dengan mata batin yang jernih, kita ambil pelajaran dari ayat-ayat-Nya, kita
petik hikmah baiknya sesungguhnya dapat
membawa diri kita semakin bertaqarrub kepada Sang Pencipta Allah SWT. Ambil
saja satu contoh kasus lumpur panas Lapindo Brantas, saya kira tidak ada
kekuasaan dan kekuatan yang bisa menghentikan selain kekuasaan Allah SWT.
Peristiwa itu merupakan peristiwa yang luar biasa yang ketika kita saksikan
ujungnya kita akan mengucapkan Allahu Akbar bahwa Allah Mahabesar. Namun, bagi
Allah, peristiwa tersebut merupakan peristiwa kecil saja. Beberapa musibah itu
hanya bisa ditanggulangi dengan istighfar, memohon ampun kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW. Bersabda :
Yang artinya: “Perbanyaklah
istighfar”.
Sebab, Rasulullah SAW yang merupakan
panutan kita selalu beristighfar. Kita memang tidak bisa mengikuti seratus
persen apa yang dilakukan oleh Rasulullah. Kita bisa mengerjakan 10% atau 5%
atau bahkan 1 % saja dari apa yang dilakukan Rasulullah, sudah sangat
beruntung.
Misalnya, pada bulan ramadlan, apa
yang dilakukn oleh Rasulullah sungguh tidak bisa dibayangkan. Sebagian ulama
menyebut, sedekah Rasulullah pada bulan Ramadlan itu seperti “Rihul Mursalah”
seperti angin puyuh. Tidak ada rezeki yang diterima tangan beliau kecuali
langsung diberikan kepada orang lain. Itu perilaku Rasulullah.
Rasulullah itu tidak bisa tidur selama masih ada uang dirumahnya.
Jika masih ada sisa uang Rasulullah langsung mengambilnya dan kemudian mencari
fakir miskin dan memberikan uang itu. Setelah membagikan uang itu, Rasulullah
baru bisa tidur. Itu akan sangat berbedanya dengan kita yang justru tidak akan
bisa tidur kalau tidak punya uang.
Begitu juga ketika ada seseorang meminta sesuatu milik Rasulullah,
Rasulullah langsung melepas dan memberikannya. Ketika ada seorang sahabat yang
meminta sorban Rasulullah, Rasulullah langsung memberikannya.
Dalam kaitan ini, kita tidak dituntut untuk bisa mengikuti semua perilaku dan amal Rasulullah itu. Kalau
kita ikuti semua tentu tidak akan mampu. Apalagi kita hidup di jaman yang kondisinya seperti apa yang kita
rasakan sekarang ini, apakah mungkin akan kita berikan semua apa yang diminta
orang lain.
Begitu juga dalam hal ibadah Shalat, Rasulullah kakinya sampai bengkak
karena lama berdiri dan banyaknya shalat tahajjud yang dilakukan waktu malam.
Kita tidak akan sanggup mengikuti Rasulullah.
Begitu juga dalam hal membaca
istighfar, Rasulullah tidak prnah putus senantiasa membasahi bibirnya dengan
bacaan istighfar. Apabila kita bayangkan dan kita renungkan hadirin, betapa
Rasulullah adalah orang yang dijamin sorganya oleh Allah. Tetapi beliau masih
memperbanyak istighfar. Sementara kita yang tidak ada jaminan masuk sorga malah
justru melalaikannya. Banyak ayat dan ratusan hadits yang menyatakan agar kita
memperbanyak membaca istighfar. Misalnya firman Allah dalam al-Qur’an Surat Nuh ayat 10:
Yang artinya: Meminta ampunlah
kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya Dia adalah maha Pengampun.
Rasulullah dalam sabdanya juga menyebutkan antara lain: “Dosa
sebesar apapun akan menjadi kecil karena istighfar. Maka, sebaliknya, dosa
sekecil apapun akan menjadi besar karena tidak pernah membaca istighfar. Oleh
karena itu mari kita memulai dengan memperbanyak istighfar. Disebutkan dalam
hadits bahwa Rasulullah setiap hari selalu membaca istighfar minimal 73 kali.
Hadirin Muslimin Jamaah Jumat Rahimakumullah.
Ada pengalaman menarik yang diceritakan oleh seorang pejabat Departemen
Agama ketika mengikuti Menteri Agama melakukan kunjungan ke Arab Saudi. Beliau
merasa terpesona dengan penampilan pengawal istana raja yang rajin membaca
istighfar. Beliau dan rombongan kebetulan tinggal di rumah tamu Raja Abdullah
di mekah karena dianggap sebagai tamu
negara. Di wisma Negara itu penjagaan sangat ketat. Hampir setiap gang dijaga pengawal. Yang unik, semua
penjaga dan pengawal itu salatnya rajin. Beliau terkesan dengan seorang
pengawal yang setiap saat selalu membaca istighfar berkali-kali,
Astaghfirullah, astaghfirullah, berkali-kali. Uniknya, ia tanpa menybut
Al-Adzim, apalagi dilengkapi dengan kalimat li waliwaalidayya wa lilmukminiina
wal mukminat.
Sesampainya di Indonesia, beliau merenungkan, mengapa pengawal
istana raja itu hanya membaca istighfar secara minimal dengan Astahgfirullah
saja. Kemudian muncul jawaban yang membenarkan. Bisa dibayangkan jika ia harus
membaca lengkap teks istighfar yang panjang itu maka akan menghabiskan waktu
istirahatnya sebagai pengawal yang ketat waktunya. Sementara hanya membaca
astaghfirullah saja dalam semenit mungkin ia bisa beristighfar kepada Allah SWT
sebanyak-banyaknya. Akhirnya beliaupun mengikuti cara pengawal istana itu dalam
beristighfar. Sebab, kalu dibaca dengan redaksi yang lengkap, maka kita juga
harus membaca secara aturan tajwidnya. Tanpa mengurangi kelengkapan dan
kesempurnaan redaksi istighfar, dengan hanya membaca Astaghfirullah saja, maka
sesungguhnya membuat beristighfar sangat mudah dan ringan kita laksanakan.
Rasulullah bersabda :”Barang siapa memperbanyak membaca istighfar
maka Allah akan memberinya rizki yang diluar perhitungannya”.
Dalam sabdanya yang lain disebutkan:”Barangsiapa sering membaca
istighfar maka ia akan dikeluarkan dari segala macam kesulitan.”
Hadirin Muslimin Jamaah Jumat Rahimakumullah.
Kita bisa mencobanya melihat atau merasakan keutamaan istighfar itu.
Mari kita coba setiap usai Shalat membaca istighfar minimal 100 kali, dalam
seminggu akan tampak perubahan perbaikan dalam diri kita. Insya Allah akan
terjadi perubahan dalam diri kita dan keluarga kita semua. Isteri yang tidak
menurut jadi penurut, Kita yang suka
marah-marah menjadi lebih bersabar. Kita yang tidak suka shalat
berjamaah menjadi rajin brjamaah, itu merupakan rezeki Allah dalam bentuk yang
tidak kita duga. Hanya syaratnya, saat membaca istighfar itu kita juga
mengingat dosa-dosa yang pernah kita perbuat. Membaca istighfar jangan hanya
ingat pahalanya, tapi, ingat dosa-dosa kita
Dalam kaitan dosa ini, kita harus akui bahwa manusia tidak akan
lepas dari dosa, sebab manusia itu tempatnya kesalahan dan kealpaan (mahallul
khata’ wan nisyan). Namun, dalam kaitan dosa itu, Allah SWT berfirman dalam surat an Nisa ayat 48:
Yang artinya:”Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari syirik itu. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka
sesungguhnya ia telah berbuat dosa yang besar.”
Dari ayat ini kita bisa pahami, Kemusyrikan itu yang kita tekankan,
sebab kemusyrikan merupakan dosa yang tidak terampuni. Kita harus akui bahwa
kita memang bergelimang dengan kemusyrikan dalam berbagai segi kehidupan kita.
Rasulullah menyebut kemusyrikan itu sebagai Akbarul kabair Puncak dosa besar
yang tak terampuni.
Sekali lagi, marilah kita perbanyak istighfar sebagai pengakuan dosa
kita atas semua perbuatan yang menyalahi aturan Allah serta maksiat kepada-Nya.
Dengan memperbanyak istighfar itulah insya Allah kita akan selamat dari
berbagai musibah dan bencana serta dimudahkan semua persoalan kita. Amin Ya
Rabbal ‘alamin.
Kaum muslimin rahimakumullah
Mengawali khutbah pada kesempatan ini, kiranya tidak ada nasihat
yang paling baik diantara nasihat-nasihat yang ada yang ingin khatib sampaikan
kepada jamaah jum’ah, kecuali hanya nasihat taqwa kepada Allah SWT. karena
hanya dengan berbekal takwalah yang akan mampu menghantarkan kita kepada
kehidupan yang bahagia didunia, sekaligus diakhirat kelak. Shalawat dan salam
senantiasa kita haturkan kehariban junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta
keluarga, sahabat dan seluruh pengikut-pengikutnya.
Marilah kita senantiasa menasihati diri kita masing-masing karena
ternyata menasihati diri sendiri jauh lebih sulit dan rumit dari pada
memberikan nasihat kepada orang lain. Berapa banyak orang yang sukses
memberikan bimbingan, pendidikan dan nasihat kepada orang lain tetapi tidak
jarang dan tidak sedikit orang yang gagal memberikan nasihat/fatwa kepada diri
sendiri. Oleh karena itu marilah kita mulai dari diri kita masing-masing agar
anak istri kita juga dapat dikendalikan menjadi istri dan anak yang baik, bagi
aparat dan pejabat mulailah mengoreksi diri sendiri untuk menjadi aparat dan
pejabat yang baik sebelum mengharapkan rakyat dan masyarakat untuk menjadi
baik. Para pedagang, petani, buruh dan apapun
profesinya, marilah menjadi pedagang, petani, dan buruh yang baik. Selama kita
sendiri belum bisa menjadi baik, kedisiplinan belum tumbuh dari keimanan yang
ada pada diri kita, sulit kiranya untuk diharapkan anak, istri, dan mayarakat
secara keseluruhan akan menjadi baik.
Dalam buku Agenda Generasi Intelektual yang ditulis oleh 3 penulis, yaitu Prof. Dr.
Said Agil Husin Al-Munawar, MA kemudian Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. Dan
yang satunya lagi Dr. Achmad Mubarok, MA.disana dikutip sebuah pernyataan yang
patut kita renungkan bersama, yaitu:
Jika ingin membangun bangsa, bangunlah masyarakatnya.
Jika ingin membangun masyarakat, bangunlah keluarganya.
Jika ingin membangun keluarga, bangunlah manusianya.
Jika ingin membangun manusia, bangunlah hatinya.
Inilah yang menjadi konsep dan sistem dalam rangka ikhtiar membangun
masyarakat madani atau masyarakat yang beradab. Ketika Nabi Muhammad SAW hijrah
ke Yatsrib, beliau langsung mengganti nama kota “yatsrib” yang berarti “tanah
gersang berdebu” menjadi “madinah” yang berarti “kota atau peradaban”. Ini bila
dilihat dari aspek sejarah. Itulah sebabnya, orang yang berperilaku tidak sopan
biasanya diejek dengan sebutan “orang kampung” atau “kampungan”
Membangun masyarakat
Paling tidak ada 3 ciri yang membedakan masyarakat dengan
kelompok-kelompok lainnya. Baru dikatakan
sebuah masyarakat kalau: Pertama, pada masyarakat mesti terdapat
sekumpulan individu yang jumlahnya cukup besar. Kedua, individu-individu
tersebut harus mempunyai hubungan yang melahirkan kerjasama diantara mereka.
Ketiga, hubungan individu itu minimal diikat oleh nilai-nilai umum yang
bersifat permanen. Karena itu penyebutan masyarakat bukan sekedar berkumpulnya
tiga orang atau lebih menjadi satu, lantas menjadi otomatis dinamakan
masyarakat. Berkumpulnya 3 bintang, misalnya, bukanlah disebut masyarakat.
Karena pada binatang tidak ada sistim nilai yang mengatur dan menghimpun mereka
secara permanen.
Materi Khutbah Jum’at, Edisi Juli 2010
Judul : “MENELADANI
DO’A PARA NABI”
Hadirin
Muslimin Jamaah Jumah Rahimakumullah.
Dengan mengucap syukur
alhamdulillah, disela-sela kesibukan kita melaksanakan aktifitas pada siang
hari ini, kita masih meluangkan waktu sejenak untuk melaksanakan aktifitas
ibadah shalat jumat. Semoga Allah
senantiasa merahmati kita semua. Amin.
Shalawat dan salam kami sampaikan
kepada junjunan nabi Agung Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta
mudah-mudahan sampai kepada kita selaku ummat yang senantiasa berusaha patuh
dan taat terhadap ajaran-ajaran-Nya.
Hadirin
Muslimin Jamaah Jumah Rahimakumullah.
Pada kesempatan khutbah ini saya
berwasiat kepada diri saya dan hadirin semua agar kita semakin meningkatkan iman
dan taqwa kita kepada Allah SWT dengan mencoba bersama - sama menghayati dan
meneladani do’a para Nabi utusan Allah.
Dalam menjalani kehidupan ini,
manusia tidak pernah lepas dari meminta sesuatu, karena meminta adalah bagian
dari fitrah manusia. Sehingga suatu hal yang manusiawi kalau “meminta” ini
selalu berkaitan dengan sikap kita sebagai manusia. Sebagai contoh : Orang kaya
selalu meminta semoga kekayaannya terjaga dari tangan-tangan jahil. Orang
miskin selalu meminta ingin terbebas dari kesengsaraan yang menghimpit dan
membelenggu hidupnya. Rasanya dalam setiap langkah kehidupan tak ada manusia
yang berhenti dari perbuatan meminta. Bahkan orang yang tidak pernah shalat, atau
tidak pernah puasa sekalipun, kalau terkena musibah,keburukan menimpanya,
sepontan akan meminta seraya berkata “Ya Allah dosa apa aku ini, bebaskanlah
aku dari musibah yang berat ini”.
Dalam Islam terdapat ajaran tentang
tata cara meminta kepada allah SWT, yang disebut DO’A. Doa menurut ulama ushul
adalah pekerjaan meminta dari makhluk yang lebih rendah tingkatannya, kepada
yang lebih tinggi. Kalau berhubungaan dengan Allah. maka manusia sebagai
hamba-Nya yang tingkatannya rendah dan kecil,
meminta kepada Allah Sang Kholik yang Maha Tinggi dan Maha Besar.
Doa dalam Islam merupakan bagian
yang sangat penting, sebab shalat-pun dalam arti sempit dan lughawi / bahasa
adalah bermakna doa. Kepentingan doa dalam Islam disamping sebagai upaya
komunikasi dengan Allah, juga dalam upaya mendekatkan diri (taqarrub)
kepada-Nya. Kita akan merasa Allah itu dekat atau jauh di dalam lubuk hati kita,
dapat diukur oleh sesering mungkin melibatkan dzikir kita kepada-Nya yakni ketika
sedang melakukan doa. Mengenai doa ini, Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 186:
Artinya: Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku
dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku.
Hendaklah mereka memenuhi (perintah)Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka
memperoleh kebenaran.
Muslimin
jamaah jum’ah rahimakumullah
Ayat ini secara sistematis
menunjukkan, bahwa Allah ini dekat kepada orang-orang yang memenuhi permintaan-permintaan-Nya,dalam
hal ini ajaran Islam, dan beriman kepada-Nya. Karena ia sudah melakukan seluruh
permintaan Allah dengan landasan iman. Maka kalau ia berdoa, Allah akan selalu
mengijabah doa-doanya. Dan kalau doa-doanya diijabah oleh Allah, berarti Allah
bener-benar dekat kepadanya, jika Allah dekat maka ia akan menjadi orang yang
selalu mendapatkan jalan kebenaran dari pada-Nya.
Namun ayat di atas juga bisa
bermakna sebaliknya. Yakni bagi yang tidak pernah beriman dan tidak pernah memenuhi
permintaan-permintaan Allah, tentu tidak akan pernah bisa dekat dengan Allah.
Orang yang tidak bisa dekat dengan Allah, tentu jauh doanya untuk dikabulkan.
Dalam al Quran surat al Fatihah ayat 5 disebutkan:
Artinya: Hanya kepada
Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami minta pertolongan.
Ayat diatas menjelaskan, bahwa
tertib memohon / meminta sesuatu kepada Allah, harus terlebih dulu memenuhi apa
yang sudah menjadi kewajiban kita kepada-Nya. Artinya harus menyembah dulu,
baru kemudian meminta / memohon pertolongan, dalam arti lain kewajibannya
dahulu harus dilaksanakan, baru meminta haknya. Jangan malah terbalik, haknya diminta tapi kewajibannya tidak
dipenuhi. Untuk itulah dalam doa ada rukun-rukun yang harus diperhatikan.
Sebagaimana layaknya orang yang hendak meminta sesuatu kepada orang lain, tidak
harus secara langsung mengucapkan maksudnya. Mungkin dengan cara membantu
pekerjaan-pekerjaannya, dengan menunjukan atau menjelaskan
kekurangan-kekurangannya yang berhubungan dengan yang akan diminta, atau
mengucapkan permintaannya secara diplomatis, itu baru untuk sesama manusia,
apalagi ketika kita meminta kepada Allah.
Menurut Sahal bin Abdullah, syarat
berdoa itu ada 7, yakni:
1. Sopan santun;
2. Penuh harap
untuk diijabah (optimistik);
3. Mempunyai
rasa takut kepada-Nya;
4. Diungkapkan
secara kontinyu;
5. Disampaikan
dengan penuh kehusyuan;
6. Yang diminta adalah
hal yang bersifat umum;
7. Selalu makan
sesuatu yang halal.
Salah satu cirri berdoa yang sopan
penuh etika kepada Allah, yaitu dengan bahasa yang lemah lembut dan rendah hati
dihadapan-Nya, namun terkandung sikap optimis yang keras, penuh harap setelah
didahului oleh ikhtiar atau sikap ar – raja’. Dengan bersikap optimistik, maka
doa itu harus dimohonkan secara terus menerus diungkapkan kepada Allah SWT
dengan khusyu. Bagi yang berdoapun harus
memperhatikan sesuatu yang dimintanya.
Sesuatu itu harus bersifat umum, atau masuk akal, dan harus bisa diusahakan
oleh diri orang yang berdoa. Sebagai contoh permintaan yang tidak umum / tidak masuk akal,
kita meminta agar Allah menurunkan uang sekeranjang dari langit ke hadapannya,
sementara pekerjaannya hanya melamun setiap saatnya, atau meminta kepada Allah
agar dijadikan sebagai orang yang terkenal, sementara yang dilakukan setiap harinya hanya
memeluk bantal guling. Padahal dalam Islam kita diajarkan untuk selalu
mengiringi dengan usaha / ikhtiar terhadap do’a yang kita mohonkan kepada Allah SWT.
Orang yang berdoa dengan
melaksanakan rukun-rukunnya itu, harus juga menghindari dari memakan sesuatu
yang haram, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Tidak berhenti dikabulkan
seorang hamba dari doanya selama tidak diikuti dengan
perbuatan dosa dan memutuskan silaturrahmi serta tidak tergesa-gesa. Tergesa-gesa dimaksud adalah sebagai
perkataan: aku telah berdoa begini dan begitu,
tetapi aku belum merasa diijabah oleh Allah, lalu dia putus asa dan tak berdoa lagi (H.R. Bukhari Muslim)
Hadirin
jamaah jumah rahimakumullah
Doa adalah inti ibadat. Apabila kita
hayati doa para Nabi, dari mulai Nabi Adam
AS sampai nabi Muhammad SAW ternyata dalam do’anya tidak mengandung
hal-hal yang muluk-muluk, sederhana namun padat akan makna. Ada yang memohon
untuk diampuni dosa dan dengan penuh kerendahan menyatakan, apabila tidak diampuni
maka termasuk golongan orang yang merugi, seperti diucapkan oleh nabi Adam AS
beserta istrinya, Siti Hawa dalam Surat al A’raf ayat 23:
Artinya: Keduanya berkata :Wahai Rab kami, kami berdua
telah menganiaya diri sendiri. Jika
Engkau tidak mengampini kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.
Seorang Nabi mulia setingkat nabi
Adam AS, sudah sedemikian merendah dihadapan allah SWT. Betapa kita yang hina
dina dan tidak memiliki predikat apapun, dan begitu banyak dosa dan kesalahan
yang kita perbuat, akankah berani berbuat sombong dan melecehkan rahmat dan maghfirah
yang disediakan Allah SWT?
Nabi Ibrahim AS ketika selesai
membangun ka’bah bersama Ismail
AS berdoa :
Artinya: Ya Tuhan kami,
terimalah amal dari kami, Sungguh Engkau yang Maha Mendengar, lagi Maha
Mengetahui. (Al Baqarah : 127)
Bagaimana sikap kita apabila telah membangun sesuatu? Suka ingatkah
kepada Allah, yang telah memberikan sumber rizki dan melimpahkan rahmat kepada
kita sehingga kita mempunyai kemampuan moril dan materil untuk melakukan
pembangunan? Ataukah yang lebih dulu kita ingat, urusan lain selain mensyukuri
nikmat Allah?
Dan Nabi Ibrahim yang telah diangkat
oleh Allah SWT sebagai imam bagi semua manusia (Al Baqarah 124), meminta agar
dirinya bersama putranya Ismail, serta anak cucunya, menjadi orang yang senantiasa
berserah diri kepada Allah, beliau pun meminta petunjuk bagaimana cara-cara
berbakti kepada Allah dan memohon taubatnya diterima sebagaimana tercantum
dalam surat Al Baqarah ayat 128 :
Artinya: Ya Tuhan kami
jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami umat
yang berserah diri kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan
ibadah kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau yanh Maha penerima
Taubat, lagi maha Penyayang.
Pernahkah kita mendoakan agar diri
kita, anak cucu kita menjadi orang-orang yang berserah diri kepada Allah
seperti halnya Nabi Ibrahim AS ataukah doa kita terbatas pada urusan keperluan
lahiriyah / duniawiyah belaka - cukup sandang, pangan dan papan– sedang sikap
kemuslimannya terserah kehendak masing-masing?
Hadirin
jamaah Jumah Rahimakumullah
Karena itu doa yang dipanjatkan para
nabi, mulai dari Nabi Adam AS sampai kepada Nabi Muhammad SAW yang tercantum
dalam al Quran sangat baik untuk dihayati, dipahami dan diamalkan. Demikian
pula doa yang diucapkan Nabi Muhammad SAW yang banyak diriwayatkan didalam
hadits-hadits shahih yang tidak mungkin kami sampaikan pada khutbah yang
singkat ini. Pada intinya, doa yang dipanjatkan para Nabi mengandung
unsur-unsur kepasrahan yang tulus, permohonan ampun atas segala dosa,
permohonan agar diterima amalan-amalannya, permohonan agar mampu menegakkan
shalat, dan permohonan agar diberi anak keturunan yang juga mampu menegakkan
shalat. Sikap yang patut diteladani oleh setiap muslim, karena seluruh
aspek dalam kisah para Nabi itu, memang
diperintahkan oleh Allah SWT agar diceritakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk
umatnya. Semoga kita dapat meneladani apa yang dilakukan oleh para Nabi utusan
Allah SWT dalam hal berdo’a khususnya dan dalam hal-hal lainnya. Amiin.
ISRA DAN MI’RAJ DALAM SHALAT
Jamaah jum’ah rahimakumullah,
Kita sekarang tengah menjalani kehidupan di bulan Rajab, bulan dimana diyakini oleh umat Islam bahwa pada tanggal 27 rajab tahun XII kerasulan terjadi peristiwa Isra mi’raj Nabi Muhammad SAW, yang merupakan peristiwa spiritual terbesar dalam sejarah manusia
Suatu peristiwa yang sangat menakjubkan alam pikiran manusia
sepanjang masa, Peristiwa tersebut senantiasa mengundang perhatian manusia,
sebab kejadiannya justru dalam waktu yang relatif sangat singkat yaitu selama
dua pertiga malam antara waktu ‘Isya dan menjelang subuh.
Diceritakan bahwa
setelah melaksanakan tugas Isra’ dari
masjidil Haram ke masjidil Aqsha, beliau segera dinaikkan ke alam malakut, menerobos lapisan-lapisan
planet di gugusan tata surya, kemudian langsung menuju ‘Arasy Rahman di Sidratul Muntaha menghadap Allah menerima
perintah shalat, yang pada awalnya lima
puluh kali sehari-semalam. Lalu Nabi kembali dan berjalan melewati Nabi Musa
dan beliau bertanya:”Ya Muhammad Engkau
diberi perintah Apa?”. Muhammad
menjawab: “Aku diperintahkan sholat dengan lima puluh waktu sehari semalam pada tiap-tiap
hari”. Maka Musa berkata: “ Sungguh umatmu tidak akan sanggup mengerjakan lima puluh waktu
sholat pada tiap-tiap hari. Dan sungguh Demi Allah aku pernah mencoba
manusia sebelum engkau dan aku pernah melatih bani Isroil dengan sangat
semangat latihan, maka itu kembalilah engkau kepada Tuhanmu lalu mohonlah
kepadanya keringanan untuk umatmu”. Lalu Allah memberi keringanan sepuluh ( 10
) sehingga tinggal 40 rakaat. Lalu Nabi
kembali kepada Musa dan Musa berkata supaya memohon keringanan lagi, lalu Nabi kembali
memohon keringanan kepada Allah dan Ia memberi keringanan sepuluh lagi
jadi tinggal 30 tiap-tiap hari. Kemudian Nabi kembali ke Musa dan Musa
berkata supaya Nabi mohon keringanan lagi. Lalu Nabi diberi keringanan dan
diperintahkan dengan lima (5 ) sholat sehari semalam pada
tiap-tiap hari. Maka Nabi kembali kepada Musa dan ia bertanya: “Apakah yang diperintahkan kepadamu?” Nabi menjawab: “Aku diperintahkan dengan lima kali sholat pada
tiap-tiap hari “. Musa berkata : ‘Sesungguhnya masih banyak diantara umatmu
yang tidak sanggup mengerjakan lima
kali sholat pada tiap-tiap hari “.
Jamah jumah rahimakumullah.
Perjalanan Isra’ Mi’raj suatu proses
Ilahiyah yang secara khusus ditujukan kepada Rasul-Nya tercinta Muhammad SAW. Itulah sebabnya peristiwa ajaib
itu merupakan ultimate absolut, tidak terkait kepada ruang dan waktu, sebab
kejadianya sendiri berada dalam lingkaran “God Logic” yang tidak terjangkau
oleh kemampuan “Man Logic” dimana daya mampu manusia itu sendiri terbatas oleh
ruang dan waktu.
Itulah
sebabnya Allah SWT menegaskan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj itu suatu Mukjizat
sebagaimana yang diungkapkan dalam Surat Isra’ ayat 1:
“Maha
Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad)pada waktu malam hari,
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya. Untuk
kami perlihatkan kepada-Nya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar agi Maha Melihat”
Menurut istilah bahasa Al Qur’an
setiap kalimat yang diawali dengan kata “Subhaana”
yang berarti Maha Suci Allah, menunjukan bahwa masalah yang akan ditampilkan
itu termasuk luar biasa bagi manusia dan bukan bagi Allah Maha Bijaksana.
Begitu pula kata “Asra” yang berarti
memperjalankan, yang subjeknya justru
Allah SWT sedangkan objeknya adalah Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian jelaslah
bahwa peristiwa itu bukanlah berdasarkan kemauan manusia atau pribadi Nabi
Muhammad SAW sendiri, tetapi semata-mata berkat kodrat dan iradat-Nya semata
Yang Maha Absolut. Semuanya itu untuk memperlihatkan sebagian tanda-tanda
kemaha besaran-Nya yang tak terbatas.
Jamaah jumah
rahimakumullah
Hikmah dibalik peristiwa yang
merupakan tanggung jawab dibalik kejadian tersebut, tetap selalu menuntut
aktualisasi dan pengejawantahan dalam bentuk tafsir perilaku dari segenap umat
Islam. Terutama bagi bangsa dengan jumlah penganut Islam terbesar didunia,
aplikasi moral dari Isra’ Mi’raj menjadi sangat penting, terkait dengan
pernyataan bahwa segala peristiwa pada Nabi Muhammad SAW merupakan tauladan
yang harus diterjemahkan dalam kehidupan keseharian setiap orang yang beriman.
Tegasnya, peristiwa Isra’ Mi’raj
yang telah menyejarah, menyimpan pendidikan moral yang sangat agung bagi
kemanusiaan kita. Untuk lebih jelasnya berikut sebagian dari beberapa simbol dan
pelajaran dari kisah isra’ mi’raj.
1. Pembelahan dada Rasulullah. Bahwa pembedahan dada dan pengisian
hikmah, ilmu, kebijasanaan dan sebagainya, bagi kita semua, tidaklah harus diartikan secara harfiyah. Sebab iman
dan hikmah, kasih sayang, kepasrahan dan sebagainya bukanlah urusan benda kasar
badaniyah. Ini dapat kita pahami sebagai suatu sikap pembedahan jati diri
manusia untuk memelihara diri dari kotoran hawa nafsu dan gangguan-gangguan
syaitan sebagaimana yang biasa terjadi pada diri manusia. Dalam arti, untuk
bisa bermi’raj kehadirat Allah, seseorang hamba harus dilapangkan dan dipenuhi dengan semangat keimanan dan
kebijaksanaan, disamping keislaman, keikhlasan, ilmu dan kelembutan. Ini untuk
mempersiapkan diri untuk menerima segenap perintah Allah dengan ikhlas dan
tetap istiqamah.
2. Bahwa yang diwahyukan dalam isra’ mi’raj di sidratul muntaha meliputi
tiga hal; kewajiban melaksanakan shalat, tentang dua ayat terakhir dari surat al Baqarah dan
tentang keampunan Tuhan bagi para umatnya yang mengerjakan dosa-dosa besar,
selain dari dosa musyrik. Dengan demikian tiga pilar inilah yang harus selalu
dijadikan acuan dalam pembentukan watak kepribadian seseorang.
3. Rasul juga mendengar gerak pena yang selalu mencatat segala kejadian.
Ini memberikan nasihat kepada kita bahwa Allah tidak akan sedikitpun lalai atau
alpa dari segala apa yang kita perbuat, bahkan apa yang kita pikir dan kita
rasakanpun tidak akan bisa terlepas dari pengawasan Allah. Disinilah pentingnya
kita untuk selalu merasakan kehadiran allah dalam setiap detak kehidupan kita.
4. Perjalanan Nabi dalam Isra
dimulai dari masjid dan berakhir pada masjid. Ini mengisyaratkan bahwa
dalam hidupnya manusia harus selalu menekankan prinsip dari masjid menuju
masjid. Dalam arti bahwa konsepsi ibadah serta mempersembahkan segalanya kepada
Allah harus dijadikan prinsip dasar proses ketundukannya kepada Allah.
Jamaah jumah
rahimakumullah
Dari semua nilai tersebut, tentu kuncinya adalah shalat, yang
kemudian dikenal dengan konsep al shalatu mi’rajul mu’minin, shalat adalah
mi’rajnya orang-orang mu’min, atau bahwa dengan shalat itulah seorang mu’min
menempuh jalan ruhani, bangkit ke alam ilahiyah.
Kami angkat tema Isra’
Mi’raj, sekaligus memperingati “Superwalat” (Surat perintah wajib shalat) sebab pada kesempatan itu Allah sengaja memanggil
beliau ke ‘Ufuqil A’la” untuk
menerima perintah wajib shalat bagi seluruh umat Islam. Perintah itu memang
lain dari ketentuan yang biasanya, sebab kewajiban-kewajiban mukmin yang pokok
seperti puasa pada bulan Ramadhan, zakat, haji dan lain-lain, cukup disampaikan
melalui malaikat Jibril AS, namun mengenai perintah shalat ini langsung beliau
menerimanya dari Allah SWT yaitu pada kesempatan Isra’ Mi’raj. Kenyataan
demikian membuktikan kepada umat Islam, bagaimana pentingnya ibadah shalat dan
bagaimana pula fungsinya dalam rangka pengabdian kita kepada-Nya. Hikmah dan
kedudukan shalat dalam Islam antara lain sebagai berikut:
a.
Shalat adalah ibadah pertama
yang diwajibkan Allah kepada Umat Islam,
sedangkan ibadah-ibadah lainnya diwajibkan setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke
Madinah. Shalat adalah tiang pokok agama
Islam, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. :
”shalat itu adalah tiang agama. Barang siapa yang
mendirikannya berarti ia telah mendirikan agama dan barang siapa yang
meninggalkannya berarti ia telah turut menghancurkan agamanua sendiri”.
b. Ibadah shalat adalah
wasiat terakhir Rasulullah kepada umat Islam, sewaktu beliau mau
menghembuskan nafas terakhirnya. Pesan
Beliau adalah: ”peliharalah baik-baik ibadah
shalatmu”. Umat Islam yang dengan
sengaja meninggalkan / melalaikan shalatnya dianggap mengingkari Allah.
c. Hasil Ibadah shalat adalah yang pertama kali
diperhitumgkan/dihisab nanti dihari kiamat. Dalam sebuah hadits Rasulullah
telah bersabda sebagai berikut:
“Ibadah yang pertama kali dihisab allah kepada seorang hamba dihari
kiamat nanti ialah ibadah shalatnya. Jika hasil ibadahnya itu baik, tentu akan
baik pula seluruh amaliahnya yang lain, begitu pula sebaliknya jika hasil
ibadah shalatnya itu tidak sempurnna/jelek, maka rusak pula seluruh amaliah
yang lain.”
d.
Dapat mencegah dari perbuatan
yang keji dan munkar.
“Bacalah
dengan apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-kitab (al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan
keji dan munkar (QS al Ankabut: 45)
e.
Sarana untuk mengingat Allah
secara formal.
“Sesungguhnya
Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak) selain Aku. Maka sembahlah
Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (Q.S. Thaha: 15)
f.
Sebagai ibadah ter utama
dibanding yang lain.
“Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadah-ibadah yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al
Ankabut 45)
Jika kita mampu menyimak pesan-pesan tersembunyi dalam berbagai
cerita isra’ mi’raj, dan mampu menerapkan dalam setiap aspek kehidupan, maka
kita akan memperoleh suau pola kehidupan masyarakat yang baik. Mari kita
jadikan hidup kita indah dengan dua
sendi pokok; budaya minal masjid ilal masjid dalam sisi lahiriyah, dan minas
shalat ilash shalat dari sisi batin, mental dan moral. Semoga kita mampu
mengambil hikmahnya. Amin
Materi
Khutbah Jum’at, Edisi Maret 2010
Oleh
: Yuyu. Yuniawati, S.Ag
URGENSI PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW
Hadirin Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
Mengawali khutbah
jum’at ini kami mengajak untuk senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kita
kepada Allah SWT Dzat Yang Maha Pencipta, sebagai wujud syukur atas segala
nikmat yang telah Allah SWT limpahkan kepada kita semua dimana sebagai insan
yang dho’if / lemah kita tidak memiliki kemampuan untuk menghitung . satu
persatu atas semua nikmat yang telah Allah curahkan kepada semua makhluknya.
Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curah kepada
junjunan kita teladan kita semua, beliau baginda Rasululloh Muhammad SAW
sebagai wujud mahabbah kita kepadanya yang telah mengajarkan agama, yang telah menuntun
umat manusia menuju jalan Allah SWT, jalan menuju kebahagiaan
dan keselamatan dunia dan akhirat.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
Sekitar dua
setengah abad yang silam, tepatnya di bulan Rabiul-awal lahir seorang bayi dari
daratan Arab yang kelak menjadi sang revolusi moral. Ia lahir dari seorang
wanita yang bernama Siti Aminah yang masih berumur tujuh belas tahun, yang
suaminya Abdullah telah meninggalkannya untuk selamanya disaat usia
kandungannya berumur enam bulan, dia adalah Muhammad sang Khotamun-Nabiyyin. Seorang
Nabi penuntun ummat, penuntun para hamba Allah SWT, pemimpin dunia yang paling
berhasil, sosok manusia yang hanya satu-satunya ada di dunia ini yang mampu
menjadi suri tauladan dalam berbagai aspek kehidupan. Ia hadir ditengah-tengah
masyarakat yang tengah dilanda krisis akhlak. Atas petunjuk Allah SWT, ia
datang sebagai penyempurna akhlak manusia. Dengan akhlak-akhlaknya yang mulia,
ia menyampaikan kebenaran yang telah disampaikan Allah SWT. Dan saat ini sangat
penting bagi kita untuk kembali meneladani akhlak Nabi SAW mengingat
kemerosotan moral yang terus berlanjut. Sudah semestinya kita jadikan beliau
sebagai suri teladan kehidupan. Beliau menjadi teladan dalam beraqidah, teladan
dalam beribadah, teladan dalam memimpin negara, dalam bermasyarakat, dalam
mengendalikan bahtera keluarga, dalam medan pertempuran, dalam bertindak adil,
dalam memegang amanah, dalam berdakwah, dan dalam berbagai aspek kehidupan
lainnya. Maka pantaslah kalau beliau dijuluki INSAN KAMIL, manusia sempurna yang sarat dengan keteladanan yang
pantas kita cintai sepenuh hati. Keteladanan beliau diakui sendiri oleh Allah
SWT sebagaimana firman-Nya dalam surat
Al-Ahzab ayat 21 :
“Dan benar-benar dalam diri
Rasulullah SAW itu sarat dengan keteladanan yang baik, yaitu bagi mereka yang
menghendaki (ridho) Allah SWT dan yakin terhadap adanya hari akhirat dan banyak
menyebut (ingat) akan Allah SWT.”
Jama’ah Jum’ah
Rohimakumulloh !
Secara kuantitas jumlah umat
Islam sampai saat ini memang mayoritas dibanding dengan pemeluk agama lain
(non-Islam), akan tetapi banyak pula diantara umat Islam yang justru mengadopsi
berbagai perilaku non-Islam yang jauh dari ajaran Rasulullah SAW. Sebagai
contoh banyak umat Islam yang ikut-ikutan memperingati ‘Hari Kasih Sayang
(Valentine Days)’ pada setiap tanggal 14 Februari. Padahal itu bukanlah ajaran
Islam, karena dalam Islam, mencurahkan kasih sayang itu tidak mengenal batas
waktu, kapan pun dan kepada siapa pun kita dianjurkan untuk selalu berkasih
sayang. Jelaslah bahwa mereka tidak meneladani ajaran Nabi SAW, sehingga ruh
Islam semakin jauh. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka bukan mustahil pada
saatnya nanti, Islam hanya tinggal nama. Oleh karena itu, perlu dicarikan
solusi (jalan keluar)nya sebagai bentuk antisipasi.
Saudara kaum
muslimin yang berbahagia, kalau kita buka sejarah Islam, kondisi umat Islam
seperti itu sesungguhnya pernah dialami pula pada abad ke-3 Hijriyah. Saat itu
terjadi perang salib, perang antara umat Islam dengan kaum nasrani, dimana saat
itu Islam mengalami kekalahan telak, karena saat itu tentara Islam sudah jauh
dari ruhul-Islam, akibat dari semakin menjauhnya mereka dari keteladanan
Rasulullah SAW. Hal ini terbaca oleh panglima perangnya saat itu yaitu Panglima
Shalahuddin Al-Ayyubi. Mereka pun berunding dengan Raja Muzhafar Abu Sa’id dari
Irbil / Irak,
dan disepakati untuk mengadakan perayaan yang menarik. Kebetulan saat itu
adalah bulan Rabi’ul awal bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, maka
diperingatilah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW untuk pertama kalinya dengan
menyembelih 400 ekor kambing. Dalam peringatan itu, umat Islam dan bala tentara
Islam diingatkan kembali tentang bagaimana perilaku Rasulullah SAW dalam
memberikan keteladanannya, mereka diajak untuk kembali mengkaji ulang, rahasia
apakah yang membuat beliau begitu berhasil mengemban amanah illahiyah sehingga
ajaran Islam dapat diterima dan sampai ke seluruh penjuru dunia.
Peringatan itu
ternyata membawa dampak yang positif. Mereka menyadari akan kelalaiannya,
sehingga dari peringatan tersebut, semangat dan ruh Islam tumbuh kembali di
hati sanubari umat Islam khususnya para militernya, yang akhirnya setelah maju
ke medan laga melawan kaum Nasrani, mereka kembali membawa kemenangan.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
Peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW memang bukan merupakan ibadah ritual. Sebagian orang bahkan
menganggap bahwa peringatan Maulid Nabi SAW adalah bid’ah, akan tetapi
mayoritas ulama berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi SAW adalah termasuk
Bid’ah Hasanah, mengingat betapa besar mamfaat yang bisa dipetik dari
peringatan tersebut antara lain :
- Moment untuk mengkaji ulang Sirah Nabawiyah agar perilaku Rasul tidak ditinggalkan umatnya, dan melalui ceramah maulid yang disampaikan para mubaligh dapat kita sikapi dengan meneladaninya
- Sebagai media dakwah dan syi’ar Islam.
- Sebagai bukti kecintaan kita kepada beliau.
- Sebagai media Silaturahim bagi kaum muslimin.
Sesungguhnya dalam hal
peringatan kelahiran Rasul SAW ini, jauh hari beliau sudah memperingatinya,
hanya dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk berpuasa sunah dihari Senin. Ketika
beliau ditanya para sahabat kenapa beliau memerintahkan untuk berpuasa sunah di
hari Senin? Beliau menjawab : “ Karena
hari Senin adalah hari kelahiranku”. (HR. Muslim, hadits ke 698 dalam Kitab
Bulughul Maram).
Ikhwani Rahimakumulloh, karena
peringatan maulid Nabi saw ini dimaksudkan untuk mengungkapkan kembali Sirah
Nabawiyah agar perilaku Rasul tidak dilupakan umatnya, agar umat Islam semakin
mencintai beliau, maka jangan kemudian Sirah Nabawiyah ini justru ditinggalkan
dalam peringatan tersebut, ini keliru! Lebih menyimpang lagi kalau acaranya
diganti dengan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan keteladanan Rasul SAW.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
Syaikh
Syafiyur-rohman Al-Mubarokfury dalam kitabnya “Sirah Nabawiyah” , begitu pun
Jalaludin Rahmat dalam bukunya “Renungan-renungan Sufistik” menyebutkan
beberapa akhlak Rasul SAW yang harus kita teladani dalam kehidupan kita
sehari-hari, diantaranya adalah :
1. Dalam
hal Berbicara. Setiap kata yang keluar dari bibirnya adalah merupakan
untaian mutiara yang menuntun manusia menuju jalan keselamatan. Pantaslah kalau
para sahabat senantiasa terpaku dan diam
tidak ada yang berani bicara ketika beliau menyampaikan sesuatu. Hal ini karena
setiap kata yang lahir dari lisan beliau adalah pegangan utama umat Islam
setelah firman Allah SWT, karena apa yang diucapkannya merupakan tuntunan
wahyu, bukan hawa nafsu. Hal ini dijelaskan Al-Qur’an dalam surat An-najm ayat
3-4 yang berbunyi :
“Dan
tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”.
2. Dalam hal tingkah laku dan idiologi.
Setiap gerak langkah beliau menjadi teladan bagi umatnya. Idiologinya berfaham
monotheisme atau berketuhanan Yang Maha Esa. Segala tingkah lakunya, baik berupa
ibadah ataupun muamalahnya menjadi amaliyah yang harus kita contoh dan kita
ikuti, bahkan dengan mengikutinya itu merupakan indikasi kecintaan kita kepada
Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 3 yang
berbunyi :
“Katakanlah:
Jika kamu (benar0benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu, Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
3. Akhlaknya
begitu mempesona. Diantaranya adalah :
a. Jujur dalam setiap perkataan dan perbuatannya. Karena kejujurannya,
beliau dipercaya oleh seorang janda kaya yang kelak menjadi istrinya Siti
Khadijah untuk mengolah dagangannya, dan omset yang didapatkan berlipat dua
kali lipat ketika dipegang oleh Nabi SAW berkat keuletan dan kejujurannya.
b. Amanah. Sifat amanah ini telah dimiliki Nabi sejak kecil. Bahkan
ketika ia remaja, ia dijuluki oleh kaumnya dengan sebutan Al-Amin (Orang yang dapat dipercaya). Contoh yang mencolok adalah
ketika Nabi SAW mengembalikan seluruh barang titipan kepada pemiliknya yang
jelas-jelas memusuhi Nabi dan telah berlaku dzalim kepada beliau dan umatnya
dan tidak beliau menguranginya sedikitpun. Hal ini menunjukan bahwa sifat
amanah yang beliau ajarkan berlaku universal kepada siapa pun tanpa melihat
golongan dan agama. Dengan amanah, maka seseorang akan dipercaya oleh
masyarakat, sebaliknya tanpa amanah maka seseorang akan disingkirkan. Ini telah
dibuktikan oleh Nabi SAW.
c. Tawadhu’ (Merendahkan diri di hadapan Allah SWT). Beliau adalah
sosok yang selalu bersikap rendah hati kepada siapa pun. Sebagai contoh :
Ketika berjabat tangan, beliau tidak akan melepaskan genggamannya sebelum orang
yang diajak berjabat tangan itu melepaskannya terlebih dulu. Contoh lain :
Ketika beliau menghadiri suatu majlis, orang yang semula tengah duduk, tidak
boleh berdiri untuk menyambut kedatangannya bagaikan menyambut kedatangan
seorang raja. Ini menunjukan bahwa beliau tidak pernah membeda-bedakan status
dirinya diantara para sahabat dan umatnya.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
Itulah
sekelumit perilaku dan akhlak Rasulullah SAW yang sudah semestinya kita
teladani dan kita jadikan sebagai barometer dalam menjalani kehidupan duniawi
yang hanya sementara ini demi untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan dunia
dan akhirat. Melalui peringatan maulid Nabi di bulan Rabiul-awal inilah,
saatnya kita bercermin pada diri
sendiri. Sudahkah kehidupan kita dilingkupi akhlak mulia sebagaimana yang telah
diajarkan oleh Nabi SAW Jika ternyata
akhlak kita masih jauh dari akhlak mulia seperti yang dicontohkan Nabi, maka
selayaknya kita pertanyakan status keislaman kita.
Maka,
marilah kita praktikan akhlak mulia yang telah diajarkan oleh Nabi SAW dalam
kehidupan sehari-hari sebagai bukti mahabbah (kecintaan) kita kepadanya. Dengan
usaha mempraktikkannya, kita berharap kehidupan ini akan menjadi lebih baik dan
keselamatan serta kebahagiaan dunia / akhirat yang kita dambakan akan tercapai.
Amiin Ya Robbal “Alamiin.
Materi Khutbah Jum’at, Edisi April 2010
Oleh : Yuyu. Yuniawati, S.Ag
MENSIKAPI PEMILUKADA 2010 M
Hadirin Sidang Jum’ah Rahimakumulloh.........
Marilah
pada kesempatan yang berbahagia ini, kita senantiasa bersyukur ke hadirat Allah
SWT, karena di tengah-tengah rutinitas kesibukan kita, alhamdulillah wa
syukrulillah, kita masih dianugrahi rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita dapat
menyempatkan diri melaksanakan shalat jum’at di rumah Allah yang suci ini.
Semoga dengan keikhlasan kita dalam mensyukuri nikmat-Nya, Allah senantiasa
melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita, dan semoga keimanan serta
ketaqwaan kita semakin bertambah kualitasnya.
Shalawat
dan salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjunan kita Nabi Agung Muhammad
SAW, figure yang harus kita jadikan teladan dalam mengatur dan menjalani
kehidupan di dunia yang fana ini, teladan dalam berbagai aspek kehidupan baik
aspek agama, ekonomi, budaya, hukum dan yang tak kalah pentingnya adalah aspek
politik dan tata pemerintahan.
Sidang Jum’at Rahimakumulloh......
Ajaran Islam mengatur
keseluruhan aspek kehidupan manusia secara utuh dan total. Karenanya, Islam
tidak hanya mengajarkan bagaimana beribadah ritual saja, tapi juga mengajarkan
bagaimana berorganisasi... bagaimana bermasyarakat... juga bagaimana
berpolitik. Islam adalah agama yang tidak mengenal pemisahan agama dari politik
dan tidak alergi terhadap urusan negara/pemerintahan. Karena antara agama dan
negara itu senantiasa mempunyai hubungan timbal balik dan saling memerlukan. Sebuah
pemerintahan pasti memerlukan agama, karena dengan agama sebuah pemerintahan
dapat berkembang dengan bimbingan moral agama. Tidak dapat kita bayangkan
bagaimana jadinya sebuah pemerintahan tanpa bimbingan moral agama, kekacauan
yang pasti akan muncul.
Mayoritas ulama berpendapat
bahwa pembentukan khilafah / pemerintahan adalah wajib. Mereka beralasan bahwa dasar
pembentukan pemerintahan adalah Ijma’ Sahabat Nabi, yakni setelah wafat Nabi
Muhammad SAW, para sahabat bermusyawarah tentang imamah / pemimpin yang akan
menggantikan beliau sebagai kepala pemerintahan yang kemudian secara aklamasi
mengangkat sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai Khalifah pertama.
Dan pada bulan April ini,
tepatnya pada hari Ahad tanggal 18 April 2010, Kabupaten Purbalingga yang kita
cintai, akan menghadapi even politik pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada)
yakni pemilihan Bupati dan Wakil Bupati untuk lima tahun mendatang periode 2010
– 2015. Untuk itu, perlu kita pertimbangkan secara matang, kepada siapa pilihan
itu akan kita berikan. Sosok pimpinan yang terpilih itulah yang akan memimpin
rakyat di Kabupaten Purbalingga, dialah yang akan mengambil kebijakan dalam
menentukan nasib rakyat, apakah rakyat Purbalingga ini akan menjadi masyarakat
yang beriman, yang sejahtera lahir bathin, aman sentosa, adil dan makmur, atau
malah sebaliknya. Untuk itulah, dalam memilih calon pemimpin harus jeli dan
cermat, jangan asal pilih.
Sidang Jum’at Rahimakumulloh......
Sebagai seorang muslim, tidak
sepantasnya kita untuk mengambil sikap Golput alias tidak memilih. Kalau kita
selaku umat Islam tidak menggunakan hak pilihnya alias golput, justru kita
harus khawatir kondisi ini akan dimamfaatkan pihak lain, yang dapat merugikan
umat Islam sendiri. Dapat kita bayangkan bila yang terpilih adalah orang yang
tidak peduli terhadap umat Islam, maka bisa jadi kegiatan umat Islam yang mestinya
diagendakan dalam program kerjanya, justru akan terabaikan. Oleh karenanya,
harus diingat, bahwa suatu pemerintahan apa pun bentuk dan sistem yang
diterapkannya, takkan mungkin dapat mengayomi rakyatnya, apalagi dapat
mengurusi kegiatan agama, apabila tidak ditunjang oleh penguasa dan aparat yang
bersih dan berwibawa, yang dapat menegakan hukum secara adil, juga dapat
menjalankan amanat dengan benar dan bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan
firman Allah Surat An-nisa ayat 58 :
“Sesungguhnya
Allah SWT menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Sidang Jum’at Rahimakumulloh......
Siapakah
diantara calon bupati dan wakil bupati yang pantas kita pilih ? Apakah mereka
yang hanya mengandalkan kantong tebal ? Tentu saja bukan. Bukan pula mereka
yang hanya karena ikatan family, atau karena kita diberi amplop, atau mungkin karena
diancam, melainkan yang kita pilih adalah calon pemimpin yang peduli terhadap
kita umat Islam, dan kita anggap mampu membawa masyarakat Purbalingga menjadi
masyarakat yang sejahtera lahir dan batin, dunia dan akhirat, sesuai dengan
do’a yang senantiasa kita panjatkan setiap hari kepada Allah SWT :
“Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
periharalah kami dari siksa api neraka”. (QS. Al-Baqarah : 201)
Adapun kepribadian calon yang
pantas kita pilih adalah calon-calon pemimpin yang mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
- Taqwa ; Dalam arti calon yang kita pilih adalah calon yang senantiasa taat dalam beribadah kepada Allah, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Inilah syarat yang paling utama.
- Adil ; Adil dalam arti memberikan hak dan kewajiban sesuai dengan porsinya. Ini penting, karena sifat ketidakadilan seseorang seringkali membawa petaka, rakyat menjadi resah, dengki, bahkan demo terjadi seringkali disebabkan karena pimpinan yang tidak adil. Dan sifat adil ini merupakan salah satu sifat yang dekat dengan derajat taqwa, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 8 yang berbunyi :
“Berlaku adillah, karena berlaku adil itu lebih dekat kepada taqwa”.
- Jujur ; Jujur merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh Nabi kita Muhammad SAW. Karena kejujurannya, beliau dipercaya oleh seorang janda kaya (Siti Khadijah) untuk mengolah dagangannya, dan omset yang didapatkan berlipat dua kali lipat ketika dipegang oleh Nabi SAW berkat keuletan dan kejujurannya. Dengan kejujurannya pula beliau berhasil dalam memimpin umat.
Sementara seorang koruptor
atau yang saat ini sedang marak terjadi adalah Markus (Makelar Kasus). Mereka
sudah dapat dipastikan bukanlah termasuk orang-orang yang jujur. Bangkrutnya
sebuah perusahaan, sebuah organisasi atau sebuah institusi banyak disebabkan
karena adanya oknum yang tidak jujur. Sampai-sampai seorang wasit dalam sepak
bola pun, jika tidak jujur, pasti akan menimbulkan petaka, bisa membawa tawuran
masal. Oleh karena itu, jika kita memilih calon pemimpin yang tidak jujur, kami
yakin, kesejahteraan yang diidam-idamkan tidak akan terwujud. Maka, pilihlah
seorang calon pemimpin yang mempunyai sifat jujur.
- Amanah ; Sifat amanah ini merupakan sifat pemimpin dambaan rakyat. Amanah artinya dapat dipercaya. Sifat ini ditandai dengan pengalaman sebelumnya dalam memimpin. Bagaimana ia ketika dipercaya untuk memimpin sebuah organisasi, atau sebuah perusahaan, atau sebuah instansi. Kalau ia amanah, ia akan mempunyai sikap disiplin, tegas dan bertanggung jawab, terhindar dari sikap ceroboh, gegabah, atau semena-mena terhadap yang dipimpinnya. Karenanya pilihlah seorang calon pemimpin yang amanah. Jangan sampai kita keliru memilih calon pemimpin yang tidak amanah, sebab hanya akan merugikan daerah dan rakyat.
- Berwawasan Luas / Cerdas ; Dalam era teknologi dan informasi seperti saat ini, seorang pemimpin dituntut untk memiliki wawasan yang luas. Dan untuk memiliki wawasan luas, maka seorang calon pemimpin dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai dan sarat pengalaman, khususnya dalam hal kepemimpinan. Hal ini penting, karena seorang pemimpin yang berwawasan luas, tentu kreatif, inovatif dan dinamis, serta cepat tanggap dalam menghadapi berbagai informasi. Dia dapat memilah dan memilih, mana yang dapat menguntungkan rakyat untuk ditindaklanjuti, dan mana yang merugikan rakyat untuk diantisipasi. Dan dia pun dapat memprediksikan situasi dan kondisi sekian tahun mendatang, sehingga dapat mengagendakan program apa yang tepat untuk lima tahun berikutnya.
- Sabar ; Sabar dalam arti tekun, teliti dan hati-hati dalam menjalankan tugasnya (Ash-shobru ‘alath-Thoo’ah) serta hati-hati pula dalam memberantas segala macamrintangan dan maksiyat (Ash-Shobru ‘alal-Ma’shiyah). Dia pun tidak tergesa-gesa, tidak mudah tersinggung dan tidak cepat marah. Kesabaran ini sangat penting hubungannya dengan pelaksanaan tugas, termasuk tugas dalam memimpin suatu daerah, karena kesabaran dapat membantu mensukseskan suatu pekerjaan. Dalam Al-Mahfudzot dinyatakan :
“Kesabaran itu dapat menolong segala pekerjaan”.
- Ramah, santun, penuh kasih sayang ; Sebagai seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat tersebut, karena dengan sifat-sifat itulah rakyat akan merasa dekat dan sejuk sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Allah SWT pun sudah mengingatkan dalam firman-Nya surat Ali Imron ayat 159 :
“Maka
disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka,
sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun bagi
mereka’.
Sidang Jum’at Rahimakumulloh......
Sebagai penutup khutbah,
marilah kita renungkan firman Allah SWT yang tercantum dalam surat Al-Isra ayat
16 berikut ini, sekaligus sebagai koreksi terhadap kehidupan kebangsaan ditanah
air tercinta ini, dimana terdapat sinyalemen umum yang patut kita camkan. Bahwa
akan hancur binasa suatu kaum / suatu bangsa jika golongan atas / kaum elit /
para pejabatnya hidup bermewah-mewahan dengan hartanya, bermegah-megahan dengan
kedudukannya, dan senang riya dengan aneka jabatan yang disandangnya dibarengi
keingkaran mereka terhadap perintah Allah SWT. Ayat tersebut berbunyi :
“Dan
jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan orang-orang
elit yang hidup mewah di negeri itu (supaya taat kepada Allah SWT), tetapi
mereka durhaka. Maka berlakulah ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri
itu sehancur-hancurnya”.
Demikianlah,
yang dapat kami sampaikan pada khutbah kali ini, semoga Allah SWT senantiasa
mencerahkan hati kita dan memberikan petunjuk untuk dapat melakukan ikhtiar
secara sungguh-sungguh dalam memilih calon pemimpin yang betul-betul memiliki kriteria
kepribadian yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Dan semoga
pemimpin terpilih nanti betul-betul dapat mengemban tugas dan amanah dengan
penuh tanggung jawab sehingga cita-cita yang diidam-idamkan untuk dapat
membangun masyarakat Purbalingga yang sejahtera lahir batin, adil dan makmur,
aman sentosa dapat tercapai. Amiin Ya Rabbal ‘Alamiin...
Materi
Khutbah Jum’at, Edisi Maret 2010
Oleh
: Yuyu. Yuniawati, S.Ag
URGENSI PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW
Hadirin Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
Mengawali khutbah
jum’at ini kami mengajak untuk senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kita
kepada Allah SWT Dzat Yang Maha Pencipta, sebagai wujud syukur atas segala
nikmat yang telah Allah SWT limpahkan kepada kita semua dimana sebagai insan
yang dho’if / lemah kita tidak memiliki kemampuan untuk menghitung . satu
persatu atas semua nikmat yang telah Allah curahkan kepada semua makhluknya.
Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curah kepada
junjunan kita teladan kita semua, beliau baginda Rasululloh Muhammad SAW
sebagai wujud mahabbah kita kepadanya yang telah mengajarkan agama, yang telah
menuntun umat manusia menuju jalan Allah SWT, jalan menuju
kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
Sekitar dua
setengah abad yang silam, tepatnya di bulan Rabiul-awal lahir seorang bayi dari
daratan Arab yang kelak menjadi sang revolusi moral. Ia lahir dari seorang
wanita yang bernama Siti Aminah yang masih berumur tujuh belas tahun, yang suaminya
Abdullah telah meninggalkannya untuk selamanya disaat usia kandungannya berumur
enam bulan, dia adalah Muhammad sang Khotamun-Nabiyyin. Seorang Nabi penuntun
ummat, penuntun para hamba Allah SWT, pemimpin dunia yang paling berhasil,
sosok manusia yang hanya satu-satunya ada di dunia ini yang mampu menjadi suri
tauladan dalam berbagai aspek kehidupan. Ia hadir ditengah-tengah masyarakat
yang tengah dilanda krisis akhlak. Atas petunjuk Allah SWT, ia datang sebagai
penyempurna akhlak manusia. Dengan akhlak-akhlaknya yang mulia, ia menyampaikan
kebenaran yang telah disampaikan Allah SWT. Dan saat ini sangat penting bagi
kita untuk kembali meneladani akhlak Nabi SAW mengingat kemerosotan moral yang
terus berlanjut. Sudah semestinya kita jadikan beliau sebagai suri teladan
kehidupan. Beliau menjadi teladan dalam beraqidah, teladan dalam beribadah,
teladan dalam memimpin negara, dalam bermasyarakat, dalam mengendalikan bahtera
keluarga, dalam medan pertempuran, dalam bertindak adil, dalam memegang amanah,
dalam berdakwah, dan dalam berbagai aspek kehidupan lainnya. Maka pantaslah
kalau beliau dijuluki INSAN KAMIL,
manusia sempurna yang sarat dengan keteladanan yang pantas kita cintai sepenuh
hati. Keteladanan beliau diakui sendiri oleh Allah SWT sebagaimana firman-Nya
dalam surat
Al-Ahzab ayat 21 :
“Dan benar-benar dalam diri
Rasulullah SAW itu sarat dengan keteladanan yang baik, yaitu bagi mereka yang
menghendaki (ridho) Allah SWT dan yakin terhadap adanya hari akhirat dan banyak
menyebut (ingat) akan Allah SWT.”
Jama’ah Jum’ah
Rohimakumulloh !
Secara kuantitas jumlah umat
Islam sampai saat ini memang mayoritas dibanding dengan pemeluk agama lain
(non-Islam), akan tetapi banyak pula diantara umat Islam yang justru mengadopsi
berbagai perilaku non-Islam yang jauh dari ajaran Rasulullah SAW. Sebagai
contoh banyak umat Islam yang ikut-ikutan memperingati ‘Hari Kasih Sayang
(Valentine Days)’ pada setiap tanggal 14 Februari. Padahal itu bukanlah ajaran
Islam, karena dalam Islam, mencurahkan kasih sayang itu tidak mengenal batas
waktu, kapan pun dan kepada siapa pun kita dianjurkan untuk selalu berkasih
sayang. Jelaslah bahwa mereka tidak meneladani ajaran Nabi SAW, sehingga ruh
Islam semakin jauh. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka bukan mustahil pada
saatnya nanti, Islam hanya tinggal nama. Oleh karena itu, perlu dicarikan
solusi (jalan keluar)nya sebagai bentuk antisipasi.
Saudara kaum
muslimin yang berbahagia, kalau kita buka sejarah Islam, kondisi umat Islam
seperti itu sesungguhnya pernah dialami pula pada abad ke-3 Hijriyah. Saat itu
terjadi perang salib, perang antara umat Islam dengan kaum nasrani, dimana saat
itu Islam mengalami kekalahan telak, karena saat itu tentara Islam sudah jauh
dari ruhul-Islam, akibat dari semakin menjauhnya mereka dari keteladanan
Rasulullah SAW. Hal ini terbaca oleh panglima perangnya saat itu yaitu Panglima
Shalahuddin Al-Ayyubi. Mereka pun berunding dengan Raja Muzhafar Abu Sa’id dari
Irbil / Irak,
dan disepakati untuk mengadakan perayaan yang menarik. Kebetulan saat itu
adalah bulan Rabi’ul awal bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, maka
diperingatilah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW untuk pertama kalinya dengan
menyembelih 400 ekor kambing. Dalam peringatan itu, umat Islam dan bala tentara
Islam diingatkan kembali tentang bagaimana perilaku Rasulullah SAW dalam
memberikan keteladanannya, mereka diajak untuk kembali mengkaji ulang, rahasia
apakah yang membuat beliau begitu berhasil mengemban amanah illahiyah sehingga
ajaran Islam dapat diterima dan sampai ke seluruh penjuru dunia.
Peringatan itu
ternyata membawa dampak yang positif. Mereka menyadari akan kelalaiannya,
sehingga dari peringatan tersebut, semangat dan ruh Islam tumbuh kembali di
hati sanubari umat Islam khususnya para militernya, yang akhirnya setelah maju
ke medan laga melawan kaum Nasrani, mereka kembali membawa kemenangan.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
Peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW memang bukan merupakan ibadah ritual. Sebagian orang bahkan
menganggap bahwa peringatan Maulid Nabi SAW adalah bid’ah, akan tetapi
mayoritas ulama berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi SAW adalah termasuk
Bid’ah Hasanah, mengingat betapa besar mamfaat yang bisa dipetik dari
peringatan tersebut antara lain :
- Moment untuk mengkaji ulang Sirah Nabawiyah agar perilaku Rasul tidak ditinggalkan umatnya, dan melalui ceramah maulid yang disampaikan para mubaligh dapat kita sikapi dengan meneladaninya
- Sebagai media dakwah dan syi’ar Islam.
- Sebagai bukti kecintaan kita kepada beliau.
- Sebagai media Silaturahim bagi kaum muslimin.
Sesungguhnya dalam hal
peringatan kelahiran Rasul SAW ini, jauh hari beliau sudah memperingatinya,
hanya dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk berpuasa sunah dihari Senin. Ketika
beliau ditanya para sahabat kenapa beliau memerintahkan untuk berpuasa sunah di
hari Senin? Beliau menjawab : “ Karena
hari Senin adalah hari kelahiranku”. (HR. Muslim, hadits ke 698 dalam Kitab
Bulughul Maram).
Ikhwani Rahimakumulloh, karena
peringatan maulid Nabi saw ini dimaksudkan untuk mengungkapkan kembali Sirah
Nabawiyah agar perilaku Rasul tidak dilupakan umatnya, agar umat Islam semakin
mencintai beliau, maka jangan kemudian Sirah Nabawiyah ini justru ditinggalkan
dalam peringatan tersebut, ini keliru! Lebih menyimpang lagi kalau acaranya
diganti dengan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan keteladanan Rasul SAW.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
Syaikh
Syafiyur-rohman Al-Mubarokfury dalam kitabnya “Sirah Nabawiyah” , begitu pun
Jalaludin Rahmat dalam bukunya “Renungan-renungan Sufistik” menyebutkan
beberapa akhlak Rasul SAW yang harus kita teladani dalam kehidupan kita
sehari-hari, diantaranya adalah :
1. Dalam
hal Berbicara. Setiap kata yang keluar dari bibirnya adalah merupakan
untaian mutiara yang menuntun manusia menuju jalan keselamatan. Pantaslah kalau
para sahabat senantiasa terpaku dan diam
tidak ada yang berani bicara ketika beliau menyampaikan sesuatu. Hal ini karena
setiap kata yang lahir dari lisan beliau adalah pegangan utama umat Islam
setelah firman Allah SWT, karena apa yang diucapkannya merupakan tuntunan
wahyu, bukan hawa nafsu. Hal ini dijelaskan Al-Qur’an dalam surat An-najm ayat
3-4 yang berbunyi :
“Dan
tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”.
2. Dalam hal tingkah laku dan idiologi.
Setiap gerak langkah beliau menjadi teladan bagi umatnya. Idiologinya berfaham
monotheisme atau berketuhanan Yang Maha Esa. Segala tingkah lakunya, baik
berupa ibadah ataupun muamalahnya menjadi amaliyah yang harus kita contoh dan
kita ikuti, bahkan dengan mengikutinya itu merupakan indikasi kecintaan kita
kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 3
yang berbunyi :
“Katakanlah:
Jika kamu (benar0benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu, Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
3. Akhlaknya
begitu mempesona. Diantaranya adalah :
a. Jujur dalam setiap perkataan dan perbuatannya. Karena kejujurannya,
beliau dipercaya oleh seorang janda kaya yang kelak menjadi istrinya Siti
Khadijah untuk mengolah dagangannya, dan omset yang didapatkan berlipat dua
kali lipat ketika dipegang oleh Nabi SAW berkat keuletan dan kejujurannya.
b. Amanah. Sifat amanah ini telah dimiliki Nabi sejak kecil. Bahkan ketika
ia remaja, ia dijuluki oleh kaumnya dengan sebutan Al-Amin (Orang yang dapat dipercaya). Contoh yang mencolok adalah
ketika Nabi SAW mengembalikan seluruh barang titipan kepada pemiliknya yang
jelas-jelas memusuhi Nabi dan telah berlaku dzalim kepada beliau dan umatnya
dan tidak beliau menguranginya sedikitpun. Hal ini menunjukan bahwa sifat
amanah yang beliau ajarkan berlaku universal kepada siapa pun tanpa melihat
golongan dan agama. Dengan amanah, maka seseorang akan dipercaya oleh
masyarakat, sebaliknya tanpa amanah maka seseorang akan disingkirkan. Ini telah
dibuktikan oleh Nabi SAW.
c. Tawadhu’ (Merendahkan diri di hadapan Allah SWT). Beliau adalah
sosok yang selalu bersikap rendah hati kepada siapa pun. Sebagai contoh :
Ketika berjabat tangan, beliau tidak akan melepaskan genggamannya sebelum orang
yang diajak berjabat tangan itu melepaskannya terlebih dulu. Contoh lain :
Ketika beliau menghadiri suatu majlis, orang yang semula tengah duduk, tidak
boleh berdiri untuk menyambut kedatangannya bagaikan menyambut kedatangan
seorang raja. Ini menunjukan bahwa beliau tidak pernah membeda-bedakan status
dirinya diantara para sahabat dan umatnya.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
Itulah
sekelumit perilaku dan akhlak Rasulullah SAW yang sudah semestinya kita
teladani dan kita jadikan sebagai barometer dalam menjalani kehidupan duniawi
yang hanya sementara ini demi untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan dunia
dan akhirat. Melalui peringatan maulid Nabi di bulan Rabiul-awal inilah,
saatnya kita bercermin pada diri
sendiri. Sudahkah kehidupan kita dilingkupi akhlak mulia sebagaimana yang telah
diajarkan oleh Nabi SAW Jika ternyata
akhlak kita masih jauh dari akhlak mulia seperti yang dicontohkan Nabi, maka
selayaknya kita pertanyakan status keislaman kita.
Maka,
marilah kita praktikan akhlak mulia yang telah diajarkan oleh Nabi SAW dalam
kehidupan sehari-hari sebagai bukti mahabbah (kecintaan) kita kepadanya. Dengan
usaha mempraktikkannya, kita berharap kehidupan ini akan menjadi lebih baik dan
keselamatan serta kebahagiaan dunia / akhirat yang kita dambakan akan tercapai.
Amiin Ya Robbal “Alamiin.
Materi Penyuluhan, Edisi April 2010
Oleh : Yuyu. Yuniawati, S.Ag
MENSIKAPI PEMILUKADA 2010 M
Ajaran Islam mengatur
keseluruhan aspek kehidupan manusia secara utuh dan total. Karenanya, Islam
tidak hanya mengajarkan bagaimana beribadah ritual saja, tapi juga mengajarkan
bagaimana berorganisasi... bagaimana bermasyarakat... juga bagaimana
berpolitik. Islam adalah agama yang tidak mengenal pemisahan agama dari politik
dan tidak alergi terhadap urusan negara/pemerintahan. Karena antara agama dan
negara itu senantiasa mempunyai hubungan timbal balik dan saling memerlukan.
Sebuah pemerintahan pasti memerlukan agama, karena dengan agama sebuah
pemerintahan dapat berkembang dengan bimbingan moral agama. Tidak dapat kita
bayangkan bagaimana jadinya sebuah pemerintahan tanpa bimbingan moral agama,
kekacauan yang pasti akan muncul.
Mayoritas ulama berpendapat
bahwa pembentukan khilafah / pemerintahan
adalah wajib. Mereka beralasan bahwa dasar pembentukan pemerintahan
adalah Ijma’ Sahabat Nabi, yakni setelah wafat Nabi Muhammad SAW, para sahabat
bermusyawarah tentang imamah / pemimpin yang akan menggantikan beliau sebagai
kepala pemerintahan yang kemudian secara aklamasi mengangkat sahabat Abu Bakar
Ash-Shiddiq sebagai Khalifah pertama.
Dan pada bulan April ini,
tepatnya pada hari Ahad tanggal 18 April 2010, Kabupaten Purbalingga yang kita
cintai, akan menghadapi even politik pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada)
yakni pemilihan Bupati dan Wakil Bupati untuk lima tahun mendatang periode 2010
– 2015. Untuk itu, perlu kita pertimbangkan secara matang, kepada siapa pilihan
itu akan kita berikan. Sosok pimpinan yang terpilih itulah yang akan memimpin
rakyat di Kabupaten Purbalingga, dialah yang akan mengambil kebijakan dalam
menentukan nasib rakyat, apakah rakyat Purbalingga ini akan menjadi masyarakat
yang beriman, yang sejahtera lahir bathin, aman sentosa, adil dan makmur, atau
malah sebaliknya. Untuk itulah, dalam memilih calon pemimpin harus jeli dan
cermat, jangan asal pilih.
Sebagai seorang muslim, tidak
sepantasnya kita untuk mengambil sikap Golput alias tidak memilih. Kalau kita
selaku umat Islam tidak menggunakan hak pilihnya alias golput, justru kita
harus khawatir kondisi ini akan dimamfaatkan pihak lain, yang dapat merugikan
umat Islam sendiri. Dapat kita bayangkan bila yang terpilih adalah orang yang
tidak peduli terhadap umat Islam, maka bisa jadi kegiatan umat Islam yang
mestinya diagendakan dalam program kerjanya, justru akan terabaikan. Oleh
karenanya, harus diingat, bahwa suatu pemerintahan apa pun bentuk dan sistem
yang diterapkannya, takkan mungkin dapat mengayomi rakyatnya, apalagi dapat
mengurusi kegiatan agama, apabila tidak ditunjang oleh penguasa dan aparat yang
bersih dan berwibawa, yang dapat menegakan hukum secara adil, juga dapat
menjalankan amanat dengan benar dan bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan
firman Allah Surat An-nisa ayat 58 yang artinya :
“Sesungguhnya
Allah SWT menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Siapakah
diantara calon bupati dan wakil bupati yang pantas kita pilih ? Apakah mereka
yang hanya mengandalkan kantong tebal ? Tentu saja bukan. Bukan pula mereka
yang hanya karena ikatan family, atau karena kita diberi amplop, atau mungkin
karena diancam, melainkan yang kita pilih adalah calon pemimpin yang peduli
terhadap kita umat Islam, dan kita anggap mampu membawa masyarakat Purbalingga
menjadi masyarakat yang sejahtera lahir dan batin, dunia dan akhirat, sesuai
dengan do’a yang senantiasa kita panjatkan setiap hari kepada Allah SWT
“Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
periharalah kami dari siksa api neraka”. (QS. Al-Baqarah : 201)
Adapun kepribadian calon yang
pantas kita pilih adalah calon-calon pemimpin yang mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
- Taqwa ; Dalam arti calon yang kita pilih adalah calon yang senantiasa taat dalam beribadah kepada Allah, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Inilah syarat yang paling utama.
- Adil ; Adil dalam arti memberikan hak dan kewajiban sesuai dengan porsinya. Ini penting, karena sifat ketidakadilan seseorang seringkali membawa petaka, rakyat menjadi resah, dengki, bahkan demo terjadi seringkali disebabkan karena pimpinan yang tidak adil. Dan sifat adil ini merupakan salah satu sifat yang dekat dengan derajat taqwa, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 8 yang berbunyi :
“Berlaku adillah, karena berlaku adil itu lebih dekat kepada taqwa”.
- Jujur ; Jujur merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh Nabi kita Muhammad SAW. Karena kejujurannya, beliau dipercaya oleh seorang janda kaya (Siti Khadijah) untuk mengolah dagangannya, dan omset yang didapatkan berlipat dua kali lipat ketika dipegang oleh Nabi SAW berkat keuletan dan kejujurannya. Dengan kejujurannya pula beliau berhasil dalam memimpin umat.
Sementara seorang koruptor
atau yang saat ini sedang marak terjadi adalah Markus (Makelar Kasus). Mereka
sudah dapat dipastikan bukanlah termasuk orang-orang yang jujur. Bangkrutnya
sebuah perusahaan, sebuah organisasi atau sebuah institusi banyak disebabkan
karena adanya oknum yang tidak jujur. Sampai-sampai seorang wasit dalam sepak
bola pun, jika tidak jujur, pasti akan menimbulkan petaka, bisa membawa tawuran
masal. Oleh karena itu, jika kita memilih calon pemimpin yang tidak jujur, kami
yakin, kesejahteraan yang diidam-idamkan tidak akan terwujud. Maka, pilihlah
seorang calon pemimpin yang mempunyai sifat jujur.
- Amanah ; Sifat amanah ini merupakan sifat pemimpin dambaan rakyat. Amanah artinya dapat dipercaya. Sifat ini ditandai dengan pengalaman sebelumnya dalam memimpin. Bagaimana ia ketika dipercaya untuk memimpin sebuah organisasi, atau sebuah perusahaan, atau sebuah instansi. Kalau ia amanah, ia akan mempunyai sikap disiplin, tegas dan bertanggung jawab, terhindar dari sikap ceroboh, gegabah, atau semena-mena terhadap yang dipimpinnya. Karenanya pilihlah seorang calon pemimpin yang amanah. Jangan sampai kita keliru memilih calon pemimpin yang tidak amanah, sebab hanya akan merugikan daerah dan rakyat.
- Berwawasan Luas / Cerdas ; Dalam era teknologi dan informasi seperti saat ini, seorang pemimpin dituntut untk memiliki wawasan yang luas. Dan untuk memiliki wawasan luas, maka seorang calon pemimpin dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai dan sarat pengalaman, khususnya dalam hal kepemimpinan. Hal ini penting, karena seorang pemimpin yang berwawasan luas, tentu kreatif, inovatif dan dinamis, serta cepat tanggap dalam menghadapi berbagai informasi. Dia dapat memilah dan memilih, mana yang dapat menguntungkan rakyat untuk ditindaklanjuti, dan mana yang merugikan rakyat untuk diantisipasi. Dan dia pun dapat memprediksikan situasi dan kondisi sekian tahun mendatang, sehingga dapat mengagendakan program apa yang tepat untuk lima tahun berikutnya.
- Sabar ; Sabar dalam arti tekun, teliti dan hati-hati dalam menjalankan tugasnya (Ash-shobru ‘alath-Thoo’ah) serta hati-hati pula dalam memberantas segala macamrintangan dan maksiyat (Ash-Shobru ‘alal-Ma’shiyah). Dia pun tidak tergesa-gesa, tidak mudah tersinggung dan tidak cepat marah. Kesabaran ini sangat penting hubungannya dengan pelaksanaan tugas, termasuk tugas dalam memimpin suatu daerah, karena kesabaran dapat membantu mensukseskan suatu pekerjaan. Dalam Al-Mahfudzot dinyatakan :
“Kesabaran itu dapat menolong segala pekerjaan”.
- Ramah, santun, penuh kasih sayang ; Sebagai seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat tersebut, karena dengan sifat-sifat itulah rakyat akan merasa dekat dan sejuk sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Allah SWT pun sudah mengingatkan dalam firman-Nya surat Ali Imron ayat 159 yang artinya :
“Maka
disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka,
sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun bagi
mereka’.
Marilah kita renungkan firman
Allah SWT yang tercantum dalam surat Al-Isra ayat 16 berikut ini, sekaligus
sebagai koreksi terhadap kehidupan kebangsaan ditanah air tercinta ini, dimana
terdapat sinyalemen umum yang patut kita camkan. Bahwa akan hancur binasa suatu
kaum / suatu bangsa jika golongan atas / kaum elit / para pejabatnya hidup
bermewah-mewahan dengan hartanya, bermegah-megahan dengan kedudukannya, dan senang
riya dengan aneka jabatan yang disandangnya dibarengi keingkaran mereka
terhadap perintah Allah SWT. Ayat tersebut berbunyi :
“Dan
jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan orang-orang
elit yang hidup mewah di negeri itu (supaya taat kepada Allah SWT), tetapi
mereka durhaka. Maka berlakulah ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri
itu sehancur-hancurnya”.
Demikianlah,
semoga Allah SWT senantiasa mencerahkan hati kita dan memberikan petunjuk untuk
dapat melakukan ikhtiar secara sungguh-sungguh dalam memilih calon pemimpin
yang betul-betul memiliki kriteria kepribadian yang sesuai dengan tuntunan
Allah dan Rasul-Nya. Dan semoga pemimpin terpilih nanti betul-betul dapat
mengemban tugas dan amanah dengan penuh tanggung jawab sehingga cita-cita yang
diidam-idamkan untuk dapat membangun masyarakat Purbalingga yang sejahtera
lahir batin, adil dan makmur, aman sentosa dapat tercapai. Amiin Ya Rabbal
‘Alamiin...
Materi Khutbah Jum’at, Edisi Mei 2010
Judul : Berprasangka Baik Terhadap Orang Lain
Sidang jumat rahimakumullah
Disadari maupun tidak, bahwa seluruh nikmat yang ada dari ujung
rambut hingga ujung telapak kaki, kesehatan badan, keamanan negara, sandang
pangan, udara dan air semua yang tersedia yang kita nikmati saat ini adalah
semata-mata nikmat dari Allah SWT yang harus kita syukuri. Karenanya marilah
kita panjatkan segala puji dan syukur kita hanya kepada Allah SWT dengan
melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya, dan selalu berusaha untuk menjauhi
segala yang dilarang-Nya, sehingga kita benar-benar akan mendapatkan derajat
taqwa disisi-Nya.
Salawat dan salam semoga terlimpah curah kepada Nabi besar Muhammad
SAW. Kepada para keluarga, sahabat , tabiin, para tabiit-tabiin dan semoga pula
senantiasa terlimpah kepada kita selaku pengikut-Nya.
Jamaah jumat rahimakumullah
Perkenankanlah pada kesempatan
khutbah siang ini khatib menyampaikan sebuah judul : “Berprasangka baik kepada orang lain”.
Ajaran Islam mengajarkan kepada umat manusia agar selalu berpandangan
positif dan optimis dalam menjalani kehidupan di dunia yang fana ini. Betapapun
secara lahiriyah, hidup ini kadangkala dipenuhi oleh perbedaan, perselisihan,
pertentangan, yang seakan-akan mustahil untuk dapat mewujudkan persatuan,
kerukunan dan persaudaraan baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat
maupun bernegara.
Sesungguhnya manusia menurut fitrahnya adalah umat yang terpadu dan
bersatu, suka bekerjasama, bahu membahu, dan saling membantu. Tapi pada
perkembanganya, karena banyaknya perbedaan kepentingan begitu mudah terjadi
ikhtilaf, perselisihan, dan pertengkaran antara sesama mereka. Akan tetapi
apabila manusia sudah memiliki landasan moral yang menurut DR Yusuf Qordhowi
salah satunya adalah berprasangka baik (Berhusnudz-dzan)
terhadap orang lain maka ini memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
menanamkan etika (adab) dalam berselisih pendapat, meneguhkan wawasan
persatuan, yang pada akhirnya landasan moral ini akan mempererat nilai ukhuwah
serta toleransi yang dianjurkan oleh Islam dan harus dimiliki oleh umat pada
umumnya dan para aktivis gerakan Islam pada khususnya.
Sidang jumat rahimakumullah.
Kita bersyukur kepada Allah SWT, bahwa adanya bermacam-macam
organisasi keagamaan, madzhab, kelompok dalam kehidupan umat Islam di Negara
kita, alhamdulillah, sampai saat tidak pernah menjadi faktor yang sampai
mengakibatkan perpecahan. Dalam toleransi hidup umat beragama kita bisa
menerima prinsip saling menghormati dan memahami urusan intern masing-masing
umat beragama, atau antar umat beragama yang ada di negara kita, dan antar umat
beragama dengan pemerintah.
Maka guna menjaga kondisi yang baik ini perlu selalu diciptakan
situasi dimana masing-masing kelompok, golongan, madzhab atau aliran dapat
berpegang teguh kepada ajarannya, disertai sikap saling menghormati dan tidak
merugikan kepentingan pihak lain, sehingga masing-masing pihak bisa menikmati
keleluasaan dalam mengamalkan syariat agama.
Sidang jumat rahimakumullah.
Sebagai seorang muslim janganlah mudah tergoda oleh nafsu untuk
meniup-niupkan api pertentangan di kalangan umat, dengan membangkitkan kembali
suasana pertentangan politik atau pertikaian karena khilafiyah furuiyah, yang
dahulu sering terjadi antara satu pengikut paham atau organisasi Islam lainnya,
terutama di zaman penjajahan.
Suasana damai
penuh persatuan dan persaudaraan Islam yang telah terbina selama ini, harus kita
jaga keutuhan dan kelestariannya dengan sebaik-baiknya. Karenanya kita selaku umat
Islam jangan mudah terpancing oleh isu-isu negatif atau hasutan keji, ataupun
fanatisme khilafiyyah, yang acap kali dilontarkan oleh pihak luar atau oleh orang-orang Islam
sendiri yang ekstrim dan berwawasan sempit.
Apakah pertikaian masalah khilafiyah masih layak ditolerir dan
diberi tempat dalam kancah perjuangan umat Islam? Hal ini perlu ditanyakan,
sebab selama ini masih banyak terlihat sikap yang ditampilkan oleh sebagian
orang Islam adalah saling menjelek-jelekkan
di antara sesama muslim. Sampai-sampai akibat fanatisme yang berlebihan
terhadap golongan dan madzhabnya itu, ada orang yang lancang memutlakkan
jatuhnya siksa Allah kepada mereka yang bukan aliran atau golongannya. Seakan-akan
ia berani membatasi rahmat dan kasih sayang Allah. Padahal Allah sendiri
menyatakan”Rahmatku mengalahkan amarah-Ku.”
Diantara akhlak dasar yang penting dalam pergaulan sesama umat Islam
adalah berprasangka baik kepada orang lain dan mencopot kacamata hitam ketika
melihat amal-amal dan sikap-sikap orang lain yang berbeda. Akhlak dan pandangan
seorang mukmin tidak boleh didasarkan pada prinsip memuji diri sendiri dan
menyalahkan orang lain. Allah melarang kita menyucikan diri sendiri,
sebagaimana Firman Allah dalam surat.
An Najm: 32:
الذين يجتنبون كبائر الإثم
والفواحش إلا اللمم إن ربك واسع المغفرة هو أعلم بكم إذ أنشأكم من الأرض وإذ أنتم
أجنة في بطون أمهاتكم فلا تزكوا أنفسكم هو أعلم بمن اتقى
“(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan
perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu
Maha Luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia
menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka
janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang
orang yang bertakwa.”
Allah mengecam orang-orang Yahudi yang menganggap suci dirinya
sendiri ketika mereka berkata:”Kami
adalah anak-anak Allah dan para kekasih-Nya.”
Firman Allah:
ألم تر إلى الذين يزكون أنفسهم بل الله يزكي من يشاء ولا
يظلمون فتيلا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap
dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan
mereka tidak dianiaya sedikit pun.”(Q.S. An Nisa :49)
Jamaah jumat rahimakumullah
Seorang mukmin seperti dikatakan oleh para Ulama Salaf harus
bersikap lebih keras mengadili diri sendiri ketimbang mengadili penguasa yang
dzalim atau teman yang bakhil, artinya seorang mukmin didalam ketajamannya
mengkritik dan mengadili orang lain harus dibarengi dengan ketajaman mengkritik
dan mengadili dirinya sendiri. Dimana
Ia selalu menuduh dirinya
sendiri, tidak memberikan toleransi kepada dirinya dan tidak mencari-cari dalih
atas kesalahan-kesalahannya. Ia selalu dihantui oleh rasa kurang dan kurang
dalam melaksanakan perintah-perintah Allah dan menunaikan hak-hak hamba Allah. Ia mengamalkan kebaikan dan
bersungguh-sungguh dalam ketaatan seraya berkata: ”Aku takut Allah tidak akan menerimanya karena Dia hanya menerima amalan
orang-orang yang bertaqwa. Adakah aku
termasuk salah seorang di antara mereka???
Disamping itu seorang muslim
hendaknya senantiasa mencarikan alasan bagi kesalahan-kesalahan saudaranya
sesama muslim dan orang-orang yang berjuang bersama-sama untuk membela agama
Allah. Ia selalu mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh sebagian salaf
yang solih (Salafus-sholih): ”Aku mencarikan alasan bagi kesalahan
saudaraku sampai tujuh puluh alasan, kemudian aku katakan lagi; barangkali dia
punya alasan lain yang tidak aku ketahui”
Sidang jumat rahimakumullah.
Diantara cabang iman yang terbesar ialah: Berprasangka baik kepada
Allah dan hamba-Nya (manusia). Dan Kebalikannya ialah: Berprasangka buruk
kepada Allah dan hamba-Nya (manusia). Prasangka buruk merupakan perangai jahat
yang dikecam oleh Al Qur’an dan Sunnah.
Pada dasarnya kita harus menempatkan seorang muslim sebagai seorang
yang solih dan tidak berprasangka buruk kepadanya. Kita harus selalu menanggapi
semua yang dilakukannya dengan tanggapan yang baik, sekalipun nampak
kelemahannya, demi untuk memenangkan sisi kebaikan atas sebuah keburukan.
Firman Allah
dalam surat
Al-Hujurot ayat 12 :
يا أيها الذين آمنوا
اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم ولا تجسسوا ولا يغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم
أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه واتقوا الله إن الله تواب رحيم
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu
menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang”.(QS Al hujurat: 12).
Makna prasangka
dalam ayat ini ialah prasangka buruk yang tidak didasarkan pada bukti yang
nyata. Nabi saw bersabda:
“Jauhilah prasangka (jelek), karena sesungguhnya
prasangka jelek itu merupakan omongan yang paling dusta” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Seorang muslim apabila mendengar tentang kejelekan saudaranya,
hendaknya ia mengusir gambaran buruk dari benaknya dan menyimpan/merahasiakan kejelekan
saudaranya itu dan tidak berprasangka kecuali dengan prasangka yang baik (berhusnudzan), sebagaimana firman Allah
dalam surat An-Nur ayat 12 tentang kontek “berita dusta”
لولا إذ سمعتموه ظن المؤمنون والمؤمنات بأنفسهم خيرا
وقالوا هذا إفك مبين
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita)
perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi
mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang,
kamu tidak mengetahui”.
Sidang jumat rahimakumullah.
Seseorang muslim tidak boleh memperturutkan bisikan syaitan dalam
menimbulkan prasangka buruk kepada sesama kaum muslimin. Yang harus dilakukan
seorang muslim adalah ia harus mencarikan berbagai alasan dan jalan keluar dari
kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan, dan tidak membesar-besarkannya. Karena
sesungguhnya orang yang paling dimurkai
Rasulullah SAW dan yang paling jauh tempat duduknya dari Nabi SAW pada
hari kiamat ialah orang-orang yang menceritakan kesalahan-kesalahan orang yang
tidak bersalah kepada orang lain.
Apabila ada seorang muslim melakukan suatu amalan yang mengandung
satu sisi kebenaran dan duapuluh sisi keburukan maka amalan tersebut harus
ditafsiri dengan sisi kebaikannya itu. Jika tidak ditemukan sisi kebaikannya,
seyogyanya tidak bertindak gegabah dan terburu-buru melontarkan tuduhan. Karena
mungkin saja tidak lama lagi sisi kebaikan itu akan nampak baginya. Tepatlah
apa yang dikatakan seorang penyair:
“Hati-hati
jangan terburu-buru mencela saudara
Siapa
tahu dia mempunyai alasan atas celaanmu itu”.
Diantara hal yang harus dihindari ialah tuduhan terhadap niat dan
vonis atas sesuatu yang terdapat di dalam hati, yang kebenarannya hanya
diketahui oleh Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Kita harus
betul-betul mengedepankan sikap berprasangka baik dan tidak mengikuti prasangka buruk, karena
prasangka buruk tidak ada gunanya sama sekali. Yang akan timbul jika kita
mengedepankan prasangka buruk terhadap orang lain adalah timbulnya perpecahan
dan rusaknya nilai ukhuwah.
Demikianlah yang menjadi kewajiban atas setiap muslim, terutama para
da’i dan aktivis Islam yang senantiasa mengajak semua orang kepada Islam serta
berkorban di jalan-Nya. Semoga ini dapat menjadi bahan renungan dan tadzkir bagi kita
semua untuk senantiasa waspada dan menjauhi dari sifat buruk sangka terhadap sesama
muslim sebagai salah satu landasan moral dalam menanamkan adab berselisih
pendapat. Sehingga diharapkan landasan ini dapat meneguhkan wawasan persatuan,
mempererat nilai ukhuwah, serta toleransi yang merupakan nilai-nilai ajaran
Islam yang sangat agung yang harus dimiliki dan diamalkan tidak hanya oleh umat
Islam saja tapi juga oleh seluruh ummat manusia.
Materi Khutbah Jum’at, Edisi Juni 2010
Judul : UPAYA MENGGAPAI KESTABILAN IMAN
Sidang jumat rahimakumullah
Sebagai pembuka khutbah, terlebih dahulu marilah kita panjatkan puji syukur kita hanya kepada Allah
SWT yang telah memberikan banyak kenikmatan kepada kita yang tidak mungkin kita
mampu menghitungnya satu persatu. Tentu saja dengan cara melaksanakan segala
yang diperintahkan-Nya, dan selalu berusaha untuk menjauhi segala yang
dilarang-Nya, sehingga kita benar-benar akan mendapatkan derajat taqwa
disisi-Nya.
Salawat dan salam semoga terlimpah curah kepada Nabi besar Muhammad
SAW. Kepada para keluarga, sahabat, tabiin, para tabiit-tabiin dan semoga pula
senantiasa terlimpah kepada kita selaku pengikutnya yang setia sampai datangnya
hari qiamat dan semoga kita mendapatkan syafa’at beliau kelak Amiin.
Jamaah jumat rahimakumullah
Perkenankanlah pada
kesempatan khutbah siang ini khatib menyampaikan sebuah judul : “UPAYA MENGGAPAI KESTABILAN IMAN”.
Pada hakikatnya, tidak ada seorang manusia pun yang tidak pernah berbuat
salah dan dosa. Ada
ungkapan yang menyatakan :
Yang artinya “Manusia
itu tempatnya salah dan lupa”. Hal ini banyak disinggung oleh Rasulullah
saw dalam beberapa haditsnya. Karenanya, iman seorang mukmin tidaklah stabil,
selalu naik turun (fluktuatif). Berbeda dengan imannya para malaikat
yang stabil dan tidak pernah berubah.
Atau berbeda dengan para iblis yang bisa dikatakan imannya berada pada
tingkatan yang paling rendah.
Pada saat manusia berada pada puncak keimanan, ia
akan bisa mengungguli keimanan para malaikat. Namun ketika imannya rendah, ia
bisa lebih rendah dari pada iblis. Dalam al-Qur’an Alah swt berfirman :
ولقد ذرأنا لجهنم كثيرا من الجن والإنس لهم قلوب لا
يفقهون بها ولهم أعين لا يبصرون بها ولهم آذان لا يسمعون بها أولئك كالأنعام بل هم
أضل أولئك هم الغافلون
“Sesungguhnya akan kami isi api neraka jahanam dengan kebanyakan jin dan
manusia, karena mereka mempunyai hati tapi tidak digunakan untuk memahami
(ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak digunakan untuk
melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi)
tidak digunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
(QS.Al-A’rof / 7 : 179)
Ketika iman berada pada titik nadinya yang paling
mengkhawatirkan, disinilah dosa-dosa itu bermunculan bagaikan jamur di musim
hujan. Dalam kondisi seperti ini, Allah SWT menegur hamba-Nya untuk segera
bertaubat. Karena dengan taubat itulah seorang manusia yang telah berbuat dosa
akan mendapatkan ampunan-Nya, sehingga kembali ke level iman tertingginya.
Firman Allah SWT :
قل يا عبادي الذين أسرفوا على أنفسهم لا تقنطوا من رحمة الله إن الله يغفر
الذنوب جميعا إنه هو الغفور الرحيم
“Katakanlah (wahai Muhammad), Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian semuanya jika bertobat.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.”
(QS.
Az-Zumar / 39 : 53)
Jamaah jumat rahimakumullah
Iman bagi seorang hamba mempunyai kedudukan yang
tinggi dan luhur. Setiap kebaikan dunia dan akhirat tergantung pada kebaikan
dan kesempurnaan iman. Betapa banyak mamfaat yang melimpah, serta kebaikan yang
mengalir tanpa henti karena keimanan. Dari sini, kaum muslimin berlomba-lomba
untuk menjaga, memurnikan dan menyempurnakan imannya.
Dalam al-Qur’an dan al-Hadits, banyak dalil-dalil
yang menjelaskan tentang kondisi keimanan yang selalu naik turun / fluktuatif.
Allah swt berfirman :
ليزدادوا إيمانا مع
إيمانهم
“Supaya keimanan mereka bertambah di samping
keimanan mereka (yang sudah ada)”. (QS. Al-Fath / 48 : 4).
Lalu bagaimana agar keimanan kita tetap stabil ?
Rasulullah saw menasihati kita untuk selalu menjaga kondisi keimanan kita dari
perbuatan dosa dan maksiat. Dalam haditsnya beliau bersabda yang artinya :
“Tiga hal yang merupakan sumber segala dosa. Dan
kita harus menghindari dan berhati-hati terhadap ketiganya. Pertama hati-hati
terhadap keangkuhan, karena keangkuhan menjadikan iblis enggan bersujud keada
Adam (menentang perintah Allah),. Kedua berhati-hatilah terhadap tamak / rakus,
karena ketamakan mengantar Adam memakan buah terlarang. Dan ketiga berhati-hati
terhadap iri hati / dengki / hasad, karena kedua anak Adam (Qabil dan Habil)
salah seorang diantara keduanya membunuh saudaranya akibat dorongan hasad”.
(HR. Ibnu Asakir)
Jamaah jumat rahimakumullah
Selain ketiga nasihat Rasul saw yang disebutkan
dalam hadits tersebut, terdapat pula beberapa faktor lain yang dapat membuat
keimanan kita selalu stabil yaitu :
1. Tadabur Al-Qur’an.
Hal ini merupakan amalan paling agung yang dapat
menyebabkan bertambah kokohnya keimanan. Allah telah menurunkan Al-Qur’an
sebagai penerang bagi hamba-hamba-Nya, sebagai petunjuk, rahmat, cahaya, kabar
gembira dan peringatan bagi orang-orang yang mengingat-Nya.
Orang yang mentadaburi Al-Qur’an akan mendapatkan
ilmu dan pengetahuan yang menjadikan imannya semakin kokoh. Firman Allah SWT
dalam surat Al-Anfal (8) ayat 2 yang berbunyi :
إنما المؤمنون
الذين إذا ذكر الله وجلت قلوبهم وإذا تليت عليهم آياته زادتهم إيمانا وعلى ربهم
يتوكلون
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu adalah
mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah iman mereka dan kepada
Rabb lah mereka bertawakal”.
2. Memperbanyak Do’a.
Do’a adalah permohonan kepada Allah SWT dan Dia
Maha Mengetahui keinginan setiap hamba-Nya. Allah menurunkan rahmat-Nya sebelum
diminta, namun Ia menyuruh manusia untuk memohon (berdo’a) kepada-Nya. Ini
sebagai identifikasi bahwa manusia adalah makhluk-Nya, sebagai hamba Allah yang
harus memohon dan mengikuti segala aturan-Nya agar dalam mencapai apa yang
diinginkannya senantiasa berada dalam kebenaran.
Orang yang selalu berdo’a sebagai indikator / ciri
hamba yang dekat dengan Allah, dan Allah
pun akan dekat dan mengabulkan do’anya. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah
ayat 186 yang berbunyi :
وإذا سألك
عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوا لي وليؤمنوا بي لعلهم
يرشدون
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada-Ku
tentang Aku,maka jawablah bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdo’a apabila dia memohon kepada-Ku, maka hendaklah
mereka memenuhi (segala perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku
agar mereka selalu berdo’a dalam kebenaran”.
Sebaliknya orang yang malas, tidak mau berdo’a
kepada Allah termasuk orang-orang yang sombong. Dan Allah tidak menyukai orang
yang sombong. Orang yang menjauh dari Allah maka Allah pun akan menjauh darinya
dan tidak akan menghiraukannya. Allah berfirman :
وقال ربكم ادعوني أستجب
لكم إن الذين يستكبرون عن عبادتي سيدخلون جهنم داخرين
“Dan Tuhanmu berfirman :“Berdo’alah kepada-Ku,
niscaya akan Ku perkenankan bagimu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku akan masuk dalam neraka jahanam dalam keadaan hina
dina”.
(QS
Al-mukminun/40 : 60)
Jamaah jumat rahimakumullah
Faktor ketiga yang dapat membuat iman kita
stabil adalah : Selalu Muroqobah.
Muroqobah adalah
kondisi psikis bahwa dirinya selalu merasa ditatap, diawasi, dan dilihat oleh
Allah SWT, mempunyai jiwa ihsan sehingga hidupnya selalu hati-hati dan selalu
mawas diri, cepat menyadari kesalahan, kemudian mohon ampun atas dosa-dosanya
dan segera memperbaiki dirinya. Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 135:
والذين إذا فعلوا فاحشة أو ظلموا أنفسهم ذكروا الله فاستغفروا لذنوبهم ومن
يغفر الذنوب إلا الله ولم يصروا على ما فعلوا وهم يعلمون
“Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan
keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat kepada Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari
pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui”.
Apabila seseorang dalam menjalani kehidupan ini
selalu merasakan bahwa Allah SWT selalu melihatnya, selalu mengawasinya, maka insya
Allah setiap perbuatannya akan selalu berada dijalan-Nya dan akan cepat melihat
kesalahan dirinya apabila melakukan kesalahan dan kembali kepada jalan yang
Allah ridhoi.
4. Menghadiri Majlis Taklim.
Majlis taklim merupakan
cara yang efektif dilakukan Rasulloh saw untuk menyampaikan wahyu dalam rangka
pembinaan terhadap para sahabatnya. Dalam majlis taklim itulah, pemecahan
setiap masalah menyangkut keagamaan dapat diselesaikan. Dalam perkembangannya,
majlis taklim tidak hanya menjadi lembaga pentransper ilmu saja, akan tetapi
telah melakukan perubahan-peubahan sampai pada peningkatan kualitas kaum
mukminin yang meliputi berbagai dimensi, diantaranya dimensi kognitif (pengetahuan),
afektif (sikap) maupun psiko motorik (terampil), sehingga
nilai-nilai Islam dapat diaplikasikan dalam kehidupan, baik individu maupun
sosial.
Hal ini ditunjang beberapa dalil, salah satunya
adalah firman Allah dalam surat An-Nahl/16 ayat 43 :
فاسألوا أهل الذكر إن كنتم
لا تعلمون
“Maka bertanyalah keada ahludz-dzikri (ahli ilmu
atau ulama) jika kamu tidak mengetahui”.
Dalam sebuah haditsnya Rasulullah saw bersabda
yang artinya :
“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang
berkeliling, mereka mengikuti majlis-majlis dzikir (ilmu). Apabila meeka
menemui majlis yang didalamnya ada dzikri, maka mereka duduk bersama-sama
dengan orang yang berdzikir, mereka mengelilingi para jama’ah dengan
sayap-sayap mereka sehingga memenuhi ruangan antara mereka dengan langit dunia,
jika para jama’ah selesai maka mereka naik ke langit”
(HR. Muslim).
Demikianlah ke-empat hal
yang dapat membuat iman kita stabil dimana kestabilan iman menjadi dambaan
setiap mukmin. Semoga kita mampu mengokohkan keimanan kita dengan menjalankan
ke-empat hal tersebut dalam kehidupan kita sehingga harapan kita untuk dapat
menggapai kestabilan iman dapat tercapai, dan semoga Allah SWT senantiasa
menjaga kita dari berbagai godaan syaitan yang terkutuk yang selalu
menjerumuskan manusia untuk berbuat maksiat dan menentang Allah untuk dijadikan
teman penghuni neraka di yaumil-qiyamah kelak. Akhirnya hanya kepada-Nya lah
kita semua bertawakal.
Materi Khutbah Jum’at, Edisi Juli 2010
Judul : Peringatan
Isra’ Mi’raj;
Hikmah
dan Kedudukan Shalat Dalam Islam
Sidang jumat rahimakumullah
Sebagai pembuka khutbah, terlebih dahulu marilah kita panjatkan puji syukur kita hanya kepada Allah
SWT yang telah memberikan banyak kenikmatan kepada kita sebagai wujud syukur
kita kepada-Nya. Tentu saja dengan cara melaksanakan segala yang
diperintahkan-Nya, dan selalu berusaha untuk menjauhi segala yang dilarang-Nya,
sehingga kita benar-benar akan mendapatkan derajat taqwa disisi-Nya.
Salawat dan salam semoga terlimpah curah kepada Nabi agung Muhammad
SAW. Kepada para keluarga, sahabat, tabiin, para tabiit-tabiin dan semoga pula
senantiasa terlimpah kepada kita selaku ummatnya yang insya Allah senantiasa
setia dan istiqomah sampai datangnya yaumul-qiyamah dan semoga kita akan mendapatkan
syafa’at beliau kelak Amiin.
Jamaah jumat rahimakumullah
Perkenankanlah pada kesempatan khutbah siang ini, dalam rangka
memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW 1431 H, khatib menyampaikan sebuah
judul : “Hikmah dan Kedudukan Shalat
Dalam Islam”.
Saat ini, tanpa terasa kita sudah berada di penghujung bulan Rojab, bulan dimana diyakini oleh umat Islam sebagai salah satu bulan yang memiliki banyak keutamaan. Karena didalamnya terdapat sebuah peristiwa penting yang terjadi pada tanggal 27 rajab tahun ke-XII dari kerasulan, yakni peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW, yang merupakan peristiwa spiritual terbesar dalam sejarah umat manusia.
Sebuah peristiwa
yang sangat menakjubkan alam pikiran manusia sepanjang masa. Peristiwa tersebut
senantiasa mengundang perhatian manusia, sebab peristiwa tersebut terjadi dalam waktu yang relatif sangat singkat yaitu
selama dua pertiga malam antara waktu ‘Isya dan menjelang subuh.
Dikisahkan bahwa
setelah melaksanakan tugas Isra’ dari
masjidil Haram ke masjidil Aqsha, beliau segera dinaikkan ke alam malakut, menerobos lapisan-lapisan
planet di gugusan tata surya, kemudian langsung menuju ‘Arasy Rahman di Sidratul Muntaha menghadap Allah
dan menerima perintah shalat fardhu lima kali sehari semalam, yang pada awalnya
sebanyak lima puluh kali dalam sehari-semalam.
Perjalanan Isra’ Mi’raj adalah suatu
proses Ilahiyah yang secara khusus ditujukan kepada Rasul-Nya tercinta Muhammad SAW. Itulah sebabnya peristiwa luar
biasa tersebut merupakan ultimate absolut, tidak terkait kepada ruang
dan waktu, sebab kejadiannya sendiri berada dalam lingkaran “God Logic”(Kekuasaan
Allah) yang tidak terjangkau oleh kemampuan “Man Logic” (Kemampuan
manusia) dimana daya mampu manusia itu sendiri sangat terbatas oleh ruang dan
waktu. Dan tidak ada seorang manusia pun yang dapat melakukannya tanpa
ketentuan dan kemahabesaran-Nya. Firman Allah SWT :
“Hai sekalian jin dan manusia, seandainya kamu mampu menembus lapisan planet mengarungi ruang angkasa dan bumi dengan segala keunikannya itu, maka lakukanlah. Namun kamu tidak dapat melintasinya kecuali dengan kekuatan tertentu (Q.S. LV : 33)”
Itulah sebabnya Allah SWT menegaskan
bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj itu suatu Mukjizat sebagaimana yang diungkapkan
dalam Surat Isra’ ayat 1 yang berbunyi:
“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan
hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari,
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya. Untuk Kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”
Dalam bahasa Al Qur’an, setiap
kalimat yang diawali dengan kata “Subhaana”
yang berarti “Maha Suci Allah”, menunjukan bahwa masalah yang akan disampaikan
adalah luar biasa bagi manusia dan bukan bagi Allah yang Maha Bijaksana. Begitu
pula kata “Asra” yang berarti “Memperjalankan”,
Subjeknya justru Allah SWT, sedangkan
Objeknya adalah Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian jelaslah bahwa peristiwa itu
bukanlah berdasarkan kemauan dan kemampuan manusia atau pribadi Nabi Muhammad
SAW sendiri, tetapi semata-mata berkat kodrat dan iradat Allah semata Yang Maha
Kuasa. Semuanya itu untuk memperlihatkan sebagian tanda-tanda kemaha
besaran-Nya yang tak terbatas.
Jamaah jum’ah
rahimakumullah
Terdapat banyak hikmah dibalik
peristiwa Isra’ Mi’raj yang dibalik kejadian tersebut, menuntut adanya aktualisasi
dan pengejawantahan dalam bentuk tafsir perilaku dari segenap umat Islam.
Terutama bagi masyarakat Indonesia
dengan jumlah penganut Islam terbesar didunia, aplikasi moral dari peristiwa Isra’
Mi’raj ini menjadi sangat penting, terkait dengan pernyataan bahwa segala
peristiwa yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW merupakan tauladan yang harus
diterjemahkan dalam kehidupan keseharian umatnya selaku orang yang beriman.
Tegasnya, peristiwa Isra’ Mi’raj
yang telah menyejarah, menyimpan pendidikan moral yang sangat agung bagi
manusia. Untuk lebih jelasnya berikut sebagian dari beberapa simbol dan pelajaran
dari kisah isra’ mi’raj :
1. Pembelahan
dada Rasulullah. Bahwa pembelahan dada dan pengisian Iman, Ilmu dan
Hikmah/Kebijaksanaan bagi kita semua, tidaklah
harus diartikan secara harfiyah. Sebab iman,ilmu dan hikmah, kasih
sayang, kepasrahan dan sebagainya bukanlah urusan benda kasar badaniyah. Ini
dapat kita pahami sebagai suatu sikap pembedahan jati diri manusia untuk memelihara
diri dari kotoran hawa nafsu dan gangguan-gangguan syaitan sebagaimana yang
biasa terjadi pada diri manusia. Dalam arti, untuk bisa bermi’raj kehadirat
Allah, seseorang hamba harus dilapangkan
dan dipenuhi dengan semangat keimanan dan kebijaksanaan, disamping
keislaman, keikhlasan, ilmu dan kelembutan. Hal ini sangat penting bagi kita,
karena dalam rangka mempersiapkan diri untuk menerima segenap perintah Allah
dengan ikhlas dan tetap istiqamah.
2. Bahwa yang diwahyukan dalam isra’ mi’raj di
sidratul muntaha meliputi tiga hal yaitu tentang kewajiban melaksanakan
shalat, tentang dua ayat terakhir dari surat
al Baqarah dan tentang keampunan Allah bagi para umatnya yang mengerjakan
dosa-dosa besar, selain dari dosa syirik. Dengan demikian tiga pilar inilah
yang harus selalu dijadikan acuan dalam pembentukan watak kepribadian
seseorang.
3. Rasul saw
mendengar gerak pena yang selalu mencatat segala kejadian. Ini memberikan
nasihat kepada kita bahwa Allah tidak akan lalai atau alpa sedikitpun dari
segala apa yang kita perbuat, bahkan apa yang kita pikir dan kita rasakan pun
tidak akan bisa terlepas dari pengawasan Allah. Disinilah pentingnya sikap Muroqobatulloh
(merasa diawasi oleh Allah) dalam diri kita, untuk selalu merasakan kehadiran
allah dalam setiap detak kehidupan kita.
4. Perjalanan
Nabi dalam Isra dimulai dari masjid dan berakhir pada masjid. Ini
mengisyaratkan bahwa dalam menjalani hidup,
harus selalu menekankan prinsip dari masjid menuju masjid. Dalam arti
bahwa konsepsi ibadah serta mempersembahkan segalanya kepada Allah harus
dijadikan prinsip dasar proses ketundukannya kepada Allah.
Dari semua nilai tersebut, tentu kuncinya adalah shalat, yang
kemudian dikenal dengan konsep al shalatu mi’rajul mu’minin
(shalat adalah mi’rajnya orang-orang mu’min) artinya bahwa dengan menjalankan
ibadah shalat, seorang mu’min dapat menempuh jalan ruhani, bangkit ke alam
ilahiyah.
Jamaah jum’ah
rahimakumullah
Peringatan Isra’ Mi’raj yang setiap tahun diperingati adalah sekaligus
memperingati “Superwalat” (Surat
perintah wajib shalat) sebab pada
kesempatan itu Allah sengaja memanggil beliau (Nabi Muhammad saw) ke ‘Ufuqil A’la” untuk menerima perintah
wajib shalat bagi seluruh umat Islam. Perintah shalat ini memang lain dari
ketentuan ibadah lainnya, sebab kewajiban-kewajiban mukmin yang pokok seperti
puasa pada bulan Ramadhan, zakat, haji dan lain-lain, cukup disampaikan melalui
malaikat Jibril. Namun mengenai perintah shalat ini beliau langsung menerimanya
dari Allah SWT yaitu pada kesempatan Isra’ Mi’raj. Kenyataan demikian
membuktikan kepada umat Islam, begitu pentingnya ibadah shalat dan fungsinya
dalam rangka pengabdian kita kepada-Nya.
Berikut beberapa hikmah dan kedudukan shalat dalam Islam :
a. Shalat adalah ibadah pertama yang diwajibkan Allah
kepada umat Islam ketika Nabi SAW masih
berada di Mekah, sedangkan ibadah-ibadah lainnya diwajibkan setelah Nabi
Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Karena shalat adalah tiang pokok agama Islam, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW. :”shalat itu adalah tiang agama. Barang siapa yang
mendirikannya berarti ia telah mendirikan agama dan barang siapa yang
meninggalkannya berarti ia telah turut menghancurkan agamanua sendiri”.
b. Ibadah shalat adalah ibadah yang pertama kali
diperhitumgkan/dihisab dihari kiamat kelak. Dalam sebuah hadits Rasulullah
telah bersabda sebagai berikut:
“Ibadah yang pertama kali dihisab allah kepada seorang hamba dihari
kiamat nanti ialah ibadah shalatnya. Jika hasil ibadahnya itu baik, tentu akan
baik pula seluruh amaliahnya yang lain, begitu pula sebaliknya jika hasil
ibadah shalatnya itu tidak sempurnna/jelek, maka rusak pula seluruh amaliah
yang lain.”
c. Ibadah shalat dapat mencegah dari perbuatan
yang keji dan munkar. Firman Allah :
“Bacalah dengan apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-kitab
(al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
perbuatan-perbuatan keji dan munkar (QS al Ankabut: 45)
d. Ibadah
shalat sebagai sarana untuk mengingat Allah secara formal.
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak)
selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (Q.S.
Thaha: 15). Dengan senantiasa mengingat Allah SWT
melalui shalat, maka akan membuahkan ketenangan bathin dan ketentraman jiwa
sebagaimana firman-Nya : “:”Ketahuilah,
hanya dengan selalu ingat kepada Allah
itulah hati nurani menjadi tentram.”
e. Ibadah shalat mendidik manusia
untuk JUJUR dan DISIPLIN. Karena
dalam shalat telah ditentukan waktunya, diatur gerakannya, diatur bacaannya,
sehingga dalam pelaksanaan shalat, terutama dalam shalat jama’ah, akan terlihat
kedisiplinan, kekompakan dan ketaatan yang tinggi antara imam dam makmum.
f. Ibadah shalat sebagai ibadah yang paling utama
dibanding ibadah yang lain. Firman Allah SWT :
“Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan” (Q.S. Al Ankabut 45)
Demikianlah, jika kita mampu menyimak pesan-pesan yang tersembunyi
dari kisah peristiwa isra’ mi’raj, dan mampu menerapkan dalam setiap aspek
kehidupan, maka insya Allah kita akan memperoleh sebuah pola kehidupan yang
baik. Oleh karenanya, mari kita jadikan
hidup kita indah dengan dua sendi pokok yaitu : budaya minal masjid
ilal masjid dalam sisi lahiriyah, dan minas shalat ilash shalat dari
sisi batin, mental dan moral. Semoga kita mampu mengambil hikmahnya. Amin Ya
Robbal’alamiin.
Sidang jumat rahimakumullah
Sebagai pembuka khutbah, terlebih dahulu marilah
kita panjatkan puji syukur kita hanya
kepada Allah SWT yang telah melimpahkan banyak kenikmatan kepada kita sebagai
wujud syukur kita kepada-Nya, tentu saja dengan cara melaksanakan segala yang
diperintahkan-Nya, dan selalu berusaha untuk menjauhi segala yang dilarang-Nya,
sehingga kita benar-benar akan mendapatkan derajat taqwa disisi-Nya dan meraih
kenikmatan syurga-Nya Insya Allah…
Tak lupa Salawat dan salam
semoga terlimpah curah kepada junjunan dan teladan kita Nabi agung Muhammad SAW.
Kepada para keluarga dan para sahabatnya, para tabiin dan para tabi’it-tabi’in
dan semoga senantiasa terlimpah pula kepada kita selaku ummatnya yang insya
Allah senantiasa setia dan istiqomah dalam menjalankan ajarannya sampai
datangnya yaumul-qiyamah nanti dan semoga kita akan mendapatkan syafa’at beliau
kelak Amiin…
Jamaah jumat rahimakumullah
Perkenankanlah pada kesempatan khutbah siang ini, khatib
menyampaikan sebuah judul : “PERSIAPAN
MENYAMBUT RAMADHAN”
Bulan Sya’ban sebentar lagi akan kita akhiri. Dan bulan Ramadhan pun
akan segera datang menghampiri kita. Terkait dengan bulan-bulan yang mulia ini,
Rasulullah saw. secara khusus memanjatkan sebuah do’a :
أ للهم با رك لنا فى رجب وشعبان
وبلغنا رمضان وحصل مقا صد نا
”Ya
Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan pada bulan Sya’ban ini; dan sampaikanlah diri kami pada bulan Ramadhan;
dan tunaikanlah keinginan- keinginan kami”
(HR Ahmad)
Datangnya Ramadhan
bagi kita selaku seorang Mukmin adalah laksana ‘kekasih’ yang sangat kita
rindukan. Ketika ’kekasih’ akan datang, maka dengan sukacita kita akan berupaya
untuk menyiapkan segala sesuatu yang dapat mengantarkan perjumpaan kita dengannya menjadi penuh makna,
penuh kesan dan senantiasa melahirkan harapan-harapan yang mulia.
Ramadhan merupakan cakrawala curahan karunia Allah SWT karena semua
aktivitas kita selaku orang yang beriman pada bulan ini dinilai sebagai ibadah.
Di bulan ini nafas-nafas kita menjadi tasbih, tidur kita menjadi ibadah,
amal-amal sholeh kita diterima dan do’a-do’a kita diijabah. Kecil yang
dilakukan tetapi besar pahalanya di sisi Allah SWT. Ringan yang dikerjakan,
namun berat timbangan di hadapan Allah SWT. Apalagi jika amal yang besar dan
berat, tentu akan mampu melesatkan kita ke derajat yang mulia yakni derajat mutaqin
dan meraih kenikmatan surga-Nya.
Jamaah jumat rahimakumullah
Sebagai seorang mukmin yang cerdas,
kita memerlukan strategi dalam beramal, dengan tujuan selain agar apa yang kita
lakukan akan mendapatkan nilai ibadah di sisi Allah SWT, juga bertujuan untuk memperoleh
ilmu yang maksimal di bulan Ramadhan yang penuh rahmat ini.
Berikut ada 5 (Lima)
langkah yang dapat kita lakukan dalam mempersiapkan dan menyambut bulan
Ramadhan yang mulia yaitu:
1. Berdo’a. Kita memohon agar Allah swt. memberikan kesempatan kepada kita untuk dapat
bertemu kembali dengan bulan Ramadhan
yang mulia dalam keadaan sehat wal ‘afiat.
Karena dalam keadaan sehat, insya Allah kita dapat melaksanakan ibadah secara
maksimal, baik ibadah puasanya, ibadah shalatnya, tadarus al-Qur’annya,
dzikirnya dan ibadah-ibadah sosial lainnya.
Dalam hal ini kita ikuti para salafush-shalih yang selalu memohon
kepada Allah agar diberikan karunia di bulan Ramadhan, dan selalu berdoa agar
Allah menerima amal ibadah mereka. Dan bila telah masuk awal bulan Ramadhan,
mereka pun berdoa kepada Allah SWT :
أللهم احله علينا بالأمن والأيمان والأسلام
والسلامة والتوفيق لما تحبه
وترضى
“Ya Allah, karuniakan kami pada
bulan ini keamanan, keimanan, keselamatan dan
keislaman, dan berikanlah kepada kami
taufik agar kami mampu melakukan
amalan yang Engkau cintai dan Engkau
ridhoi “.
2. Bersyukur atas
karunia Ramadhan yang kembali dianugrahkan Allah SWT.
Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar
mengatakan : ”Dianjurkan bagi setiap
orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan untuk bersujud
kepada Allah sebagai tanda syukur; dan memuji Allah dengan pujian yang sesuai
dengan keagungannya”.
Diantara nikmat terbesar yang
diberikan Allah kepada kita adalah ketika kita diberikan kemampuan untuk
melakukan ibadah dan ketaatan kepada-Nya. Maka, ketika Ramadhan telah tiba dan
kita masih dianugrahkan karunia bertemu dengan bulan Ramadhan dalam kondisi
sehat wal’afiat, kita harus bersyukur dengan memuji-Nya sebagai refleksi syukur kita atas karunia dan nikmat sehat
yang telah Ia berikan.
Hal
ini selaras dengan definisi syukur yaitu :
تصرف النعمة لرضاء الله تعالى
“Menggunakan
nikmat yang telah dianugrahkan Allah SWT dengan tujuan untuk mengharap ridho
Allah semata”. Dan refleksi syukur tidaklah cukup
hanya dengan Syukur bil-lisan seraya mengucap ‘Tahmid / Hamdalah’, tetapi
yang terpenting adalah Syukur bil-hal
yakni syukur dengan amal perbuatan yang dapat menjadi sarana kita untuk bertaqorrub
kepada Allah SWT. Insya Allah dengan banyak bersyukur dengan sebenar-benarnya
syukur, janji Allah berupa tambahan rizki yang berlipat ganda akan kita peroleh.
Sebaliknya Allah menjanjikan adzab yang pedih bagi orang yang kufur atas nikmat-Nya
sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ibrahim : 7. Bahkan Allah SWT berfirman
dalam QS. Saba : 13 bahwa sedikit
sekali hamba-Nya yang pandai bersyukur. Mengapa ? Karena banyak yang tidak memahami betul
tentang makna dan hakikat syukur yang menurut Imam Al-Ghozali harus
memenuhi tiga rukun syukur, yaitu Ilmu, Tingkah laku (action) dan amal
perbuatan.
Jamaah
jumat rahimakumullah
Langkah ketiga yang harus kita
lakukan dalam menyambut bulan Ramadhan adalah : Bergembira / bersuka
cita menyambut Ramadhan. Rasulullah SAW memberikan contoh mengenai sikap kita dalam menyambut
Ramadhan yaitu dengan meluapkan rasa gembira, berlapang dada dan berlepas rindu
disertai keimanan kepada Allah SWT. Beliau selalu memberikan kabar gembira
kepada para shahabat setiap kali datang bulan Ramadhan. Dalam haditsnya beliau
bersabda :
جاء الشهر الرمضان سيد الشهور بالبر
كات فمرحبا وسهلا واكرم بها
من زائر حوات
“Telah datang bulan
Ramadhan, induk dari segala bulan dengan membawa banyak berkah. Maka kita
ucapkan selamat datang dan muliakanlah ia sebagaimana (kita muliakan) tamu yang
berkunjung kepada kita”.
Demikian seruan Rasulullah SAW kepada segenap kaum muslimin dalam
menyambut bulan yang sangat mulia ini. Seruan Rasulullah SAW tersebut biasa
beliau ikuti dengan suruhan / perintah kepada segenap kaum muslimin untuk
melaksanakan puasa di bulan Ramadhan sebagai sebuah kewajiban dan sebuah
ketaatan kepada-Nya sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 183 :
يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم
الصيام كما كتب على الذين من قبلكم
لعلكم تتقون
“Wahai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.
4. Merancang Agenda Kegiatan Ramadhan.
Langkah ini bertujuan untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan
Ramadhan, dengan bertekad
mengisinya dengan ketaatan kepada Allah SWT. Karena itu, isilah setiap detiknya
dengan amalan yang berharga (misal : shalat, dzikir, tadarus al-Qur’an, puasa,
zakat, infak/shodaqoh dll) yang dapat membersihkan diri/ dan iwa kita sehingga
akan semakin bertaqarub kepada-Nya. Dan bertekadlah untuk meninggalkan
segala dosa dan kebiasaan buruk. Bertaubatlah secara benar (taubatan nasuha) dari segala dosa dan
kesalahan karena Ramadhan adalah bulan taubat. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an
:
وتوبوا إلى الله جميعا أيها المؤمنون لعلكم
تفلحون
“Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamuberuntung.”[Q.S.An-Nur(24):31]
5. Menyiapkan jiwa dan ruhiyah kita yang akan mendukung proses tadzkiyatun-nafs (penyucian diri). Maka sebelum datang bulan Ramadhan mari kita sucikan jiwa kita dengan saling memaafkan (Taghoffur). Dan jangan lupa pelajarilah dan pahamilah hukum-hukum semua amalan ibadah khususnya seputar ibadah puasa di bulan Ramadhan, karena wajib hukumnya bagi setiap mukmin beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan segala sesuatu yang berhubungan dengan puasa sebelum Ramadan tiba agar puasa kita benar dan sesuai dengan syari’at Allah SWT sehingga amal ibadah kita diterima Allah SWT.
Maka janganlah bosan untuk menghadiri majelis-majlis ilmu di manapun
dan ke siapapun sehingga secara mental insya Allah kita siap untuk dapat melaksanakan
segala ketaatan di bulan Ramadhan yang teramat mulia ini dimana setiap amal
yang kita lakukan nilainya berlipat ganda.
Jamaah
jumat rahimakumullah
Satu hal yang juga penting untuk
kita tanamkan dalam diri kita adalah sikap istiqomah. Artinya
apa yang dapat kita lakukan di bulan Ramadhan harus pula kita lakukan di
bulan-bulan yang lainnya meskipun frekuensinya relatif sedikit. Sebagai contoh
di bulan Ramadhan kita dapat melaksanakan shalat malam (Tarawih), maka di luar Ramadhan kita pun tetap dapat melaksanakan
shalat malam (Tahajud) walau hanya
dua rakaat, begitu pun dengan tadarus al-Qur’an jika di bulan Ramadhan dalam
sehari kita dapat membacanya sebanyak satu juz, maka di luar Ramadhan pun kita tetap membacanya walaupun hanya satu
ayat. Insya Allah akan ada keberkahan di balik amalan yang sedikit itu jika
dilakukan secara kontinyu / istiqomah. Dengan begitu kita tidak termasuk
orang-orang yang memutuskan (merusakkan) pahala amalan ibadah sebagaimana yang
dinyatakan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat
Muhammad ayat 33 :
يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول
ولا تبطلوا أعمالكم
“Wahai orang-orang yang beriman,
taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul
Allah, dan janganlah kamu memutuskan
pahala amal-amalmu”.
Sungguh merupakan pembatalan amal, ketika kita telah ditarbiyah di
bulan Ramadhan, namun kita tidak termotivasi untuk mempertahankan apalagi
meningkatkan ghirah kita dalam beramal ibadah di bulan-bulan lain di luar
Ramadhan. Jangan sampai ketika Ramadhan berakhir, berakhir pula semua agenda
kegiatan amal yang telah dilakukan. Semoga kita termasuk golongan orang-orang
yang senantiasa istiqomah di
jalan-Nya. Amiin.
Demikianlah, lima
langkah yang dapat kita lakukan dalam menyambut bulan suci Ramadhan, sehingga
Ramadhan yang hanya datang sekali dalam setahun dapat betul-betul bermakna,
bermamfaat dan menghasilkan out put yang positif bagi kita. Semoga kita bisa
menjadikan Ramadhan sebagai barometer
dalam beramal ibadah di bulan-bulan yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar