Kamis, 24 April 2014

KHUTBAH JUM'AT



Kaum muslimin rahimakumullah
Mengawali khutbah pada kesempatan ini, kiranya tidak ada nasihat yang paling baik diantara nasihat-nasihat yang ada yang ingin khatib sampaikan kepada jamaah jum’ah, kecuali hanya nasihat taqwa kepada Allah SWT. karena hanya dengan berbekal takwalah yang akan mampu menghantarkan kita kepada kehidupan yang bahagia didunia, sekaligus kehidupan yang bahagia diakhirat kelak, sebagimana firman Allah:



“Berbekallah kamu sekalian, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa kepada Allah SWT.”(Q.S. Al Baqarah : 197).
           
            Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada junjunan Nabi agung Muhammad SAW. Kepada keluarga dan sahabatnya dan mudah-mudahan terlimpah pula kepada kita selaku ummat-Nya.

Hadirin muslimin jamaah jumat rahimakumullah
            Perkenankanlah pada kesempatan khutbah jumat kali ini khatib menyampaikan materi khutbah dengan judul:  PERBEDAAN MASALAH FURU’ ADALAH SEBUAH KEMESTIAN, RAHMAT DAN KELELUASAAN.
Adalah Prof. Dr. Yusuf al-Qardhawi, seorang ulama kelahiran Mesir mengatakan dalam kitabnya Fikhul Ikhtilaf, bahwa “Saya tidak resah kalau umat Islam masa kini menghadapi musuh dari luar Islam, karena hal itu merupakan sesuatu yang lumrah, sesuai dengan sunnatut tadaafu’ (sunah pertarungan) antara yang haq dengan yang bathil, sebagaimana diterangkan dalam surat al Furqan: 31:



“Demikianlah, telah kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa”.
Namun pada kesempatan yang sama Yusuf Qardhawi mengatakan “Akan tetapi hati saya resah dan merasa tersayat jika musuh itu datang dari dalam tubuh umat Islam itu sendiri, dimana satu kelompok Islam mengadakan perusakan terhadap kelompok Islam yang lainnya”.
Pernyataan diatas sangat menarik bila dikaitkan dengan kondisi masyarakat saat ini yang diperlihatkan kepada mereka perbedaan-perbedaan yang  sangat berfariatif, terutama dalam masalah fikih, baik dilatar belakangi oleh perbedaan kelompok, madzhab, organisasi partai politik dan sebagainya yang tidak menutup kemungkinan akan terjadi satu perpecahan dan permusuhan. Oleh karena itu sangatlah diperlukan adanya kesadaran yang mendalam dari diri kita sebagai umat Islam didalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang muncul di tengah-tengah masyarakat.

Kaum muslimin rahimakumullah
Sesungguhnya perbedaan pendapat dalam masalah fiqhiyah itu sendiri tidaklah berbahaya, khususnya dalam pemahaman soal-soal furu’iah yaitu hukum-hukum syariat yang tidak bersifat asasiyah atau cabang dan sebagian ushul atau pokok yang tidak prinsipil, karena itu sebuah kemestian, rahmat, keleluasaan dan kekayaan, tetapi yang berbahaya adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan perpecahan dan permusuhan umat. Perbedaan inilah yang sangat dikecam oleh al-Quran dan Sunnah Nabi SAW. Al-Quran telah menyatakan, setelah perintah bertaqwa dengan sebenar-benar taqwa dan teguh memegang Islam sampai mati:






“Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara kamu, maka menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara…(QS, Ali Imran : 103)

Dalam kontek yang sama Al Quran melarang terjadinya perpecahan sebagaimana perpecahan yang pernah terjadi di kalangan orang-orang yang terdahulu, agar kita tidak mengalami apa yang pernah mereka alami:





“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang –orang yang mendapat siksa yang berat” (QS, Ali Imran : 105)

Muslimin rahimakumullah,
Perbedaan masalah Furu’iah, adalah suatu kemestian,
Orang-orang yang ingin menyatukan kaum muslimin dalam satu pendapat tentang hukum-hukum ibadat, muamalat dan cabang-cabang agama lainnya, hendaknya mengetahui dan menyadari bahwa mereka sebenarnya menginginkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Upaya-upaya mereka untuk menghapuskan perbedaan dalam masalah ini tidak akan menghasilkan apa-apa selain dari bertambah meluasnya perbedan dan perselisihan itu sendiri. Upaya-upaya seperti ini hanyalah menunjukkan kedunguan saja, karena perbedaan dalam memahami hukum-hukum syari’at yang tidak bersifat asasiyah ini merupakan suatu kemestian dan tidak dapat dihindari karena itu semua adalah disebabkan karena adanya empat faktor tabiat yang tidak terelakan. Keempat faktor itu adalah 1). Tabiat agama, 2). Tabiat bahasa, 3). Tabiat manusia, 4). Tabiat Alam dan kehidupan.

Muslimin rahimakumullah,
Pertama, Tabiat Agama Islam.
Allah telah menghendaki bahwa diantara hukum-hukum-Nya ada yang ditegaskan secara eksplisit dan ada pula yang implisit, ada yang pasti dan ada yang belum pasti penunjukannya, ada yang jelas ada yang memungkinkan adanya penafsiran. Berkenaan dengan adanya hal-hal yang memungkinkan ijtihad maka kita dituntut untuk melakukannya. Sedangkan berkenaan dengan hal yang tidak memungkinkan adanya ijtihad, kita dituntut untuk menerima dan meyakininya.
Sebagai contoh, adanya hukum Allah tentang kewajiban menegakkan ibadah shalat, kewajiban mendirikan ibadah shalat ini yang harus kita terima dan kita yakini sepenuhnya karena semua itu sudah jelas perintah kewajiban melaksanakannya, tapi berkaitan dengan kaifiyah tata cara shalat, kita melihat adanya keberagaman seseorang dengan yang lainnya dalam mengerjakan ibadah shalat, ada yang setelah takbiratul ihrom meletakkan kedua tangannya diatas dadanya, ada yang meletakan diatas perutnya, ada pula yang sama sekali tidak meletakan kedua tangannya baik diatas dada maupun diatas perutnya. Ada yang melakukan sujud dengan mendahulukan lututnya baru kemudian kedua tangannya, adapula yang mendahulukan tangannya kemudian baru kedua lututnya. Ini disebabkan karena kaifiyah shalat tidak rinci dijalaskan dalam Al Quran, tapi berkaitan dengan tata cara shalat diterangkan dalam hadits Nabi SAW:


“Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melikat akui shalat”.
Sedangkan hadits-hadits yang menjelaskan tata cara shalat jumlahnya tidak sedikit, yang itu semua membutuhkan ilmu tersendiri didalam pengamalannya.

Muslimin rahimakumullah,
Seandainya Allah menghendaki niscaya Dia mampu menjadikan agama ini satu bentuk dan sisi pemahaman yang tidak memungkinkan adanya perbedaan dan tidak memerlukan ijtihad. Siapa yang menyimpang walaupun hanya sejengkal maka dia kafir.
Tetapi Allah dengan maha Rabb-Nya tidak melakukan hal tersebut. Seandainya Allah menghendaki kesepakatan kaum muslimin dalam segala hal, sekalipun menyangkut masalah furu’ atau dasar yang tidak asasiah, niscaya Dia menurunkan kitabnya dalam bentuk nash-nash yang semuanya pasti dan jelas penunjukannya sehingga tidak akan menimbulkan perbedaan pemahaman dan penafsiran. Tetapi Allah menghendaki agar di dalam Kitab-Nya ada yang muhkamat dan ada pula sebagian dari padanya yang mutasyabihat atau yang belum jelas penunjukannya, disamping sebagai ujian bagi hambanya sekaligus juga merupakan pendorong akal untuk melakukan ijtihad bekerja secara maksimal dalam mencari kebenaran yang dikehendaki Allah SWT
.
Kedua, Tabiat Bahasa
Tidak diragukan lagi bahwa sumber agama yang menjadi rujukan dan pedoman orang-orang yang beriman ialah Al-Quran dan as-Sunnah. Sementara itu Al Qur’an dan as Sunah diungkapkan dalam wujud teks-teks bahasa dan lafadz. Karena teks-teks itu disusun sesuai  dengan ketentuan tabiat bahasa baik menyangkut arti bahasanya ataupun susunan kalimatnya. Didalamnya ada lafadz musytarok yang memiliki lebih dari satu arti, ada yang punya arti sebenarnya, ada pula yang punya arti kiyasan. Sebagai contoh ayat tentang thaharoh (bersuci) yang terdapat dalam surat al Maidah ayat 6 :









“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu, dan basuh kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik dan bersih, sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.”

Dari satu ayat ini saja timbul beberapa pemahaman dan penafsiran yang berlainan yang semua berkaitan dengan faktor bahasa.
Apakah ba’ dalam firman Allah biru’uusikum berarti “seluruh” atau “sebagian”.
Apakah maksud firman Allah au laamastummu’nisa’, adalah sentuhan kulit ataukah yang dimaksud kiasan yaitu tentang hubungan seksual sebagai mana pendapat ibnu Abbas?
Apakah yang disebut “tanah” yang digunakan untuk tayamum itu? Apakah debu ataukah benda-benda sejenis tanah lainnya, ataukah dalam bentuk benda lain selain dari tanah, sebab kalau mau jujur semua berasal dari tanah sebagaimana pendapat Quraisy syihab.
Dan sudah barang tentu berbgai kemungkinan lainnya yang menjadi sebab timbulnya perbedaan para fuqaha. Disinilah letak timbulnya perbedaan dari faktor tabiat bahasa. Baik menyangkut arti bahasanya ataupun susunan kalimatnya. Didalamnya terdapat lafadz musytarok yang memiliki lebih dari satu arti, Ada pula yang mengandung arti sebenarnya dan arti kiasan atau majaz dan masih banyak lainnya.

Ketiga , Tabiat manusia.
Allah menciptakan manusia beraneka ragam. Setiap orang punya kepribadian, pemikiran dan tabiat tersendiri. Perbedaan ini akan nampak, baik dalam penampilan lahiriahnya atau pun dalam sikap mentalnya. Sebagai mana setiap orang berbeda bentuk wajahnya, tekanan suara dan sidik jarinya, demikian pula pola pemikirannya, kecenderungan dan pandangannya terhadap sesuatu, pribadi, sikap dan pekerjaan.
Usaha untuk mempersatukan manusia dalam segala bidang ke dalam satu pola atau bentuk dan menghapuskan perbedaan diantara mereka, adalah sia-sia belaka dan kemustahilan. Karena tindakan tersebut menyalahi fitrah yang ditetapkan Allah kepada manusia. Sebagai contoh sederhana, kita dapati dua orang tokoh sahabat, Abu Bakar dan Ummar  ra. Keduanya seringkali berbeda dalam memandang dan menyelesaikan masalah. Abu Bakar senantiasa menampakkan kelembutan dan kasih sayang, sementara itu Umar senantiasa mencerminkan kekuatan dan ketegasan. Hal ini mempengaruhi pendapat masing-masing dari keduanya dalam menentukan sikap. ketika Sahabat Abu bakar as-Shidik cenderung memberikan infak shadaqoh dengan sembunyi-sembunyi, kalau bisa apa yang diberikan oleh tangan kanan, tangan kiri jangan sampai mengetahui. Berbeda dengan Sayyidina Ummar bin khatab ia melakukan semuanya itu dengan terang-terangan dan diumumkan di tengah masyarakat, sebagaimana kita anut dalam menejemen keuangan dalam pengelolaan zakat, infak, maupun shadakoh dalam rangka transparansi dan juga syiar.

Keempat, Tabiat Alam dan kehidupan.
Tabiat alam yang kita tempati sekarang ini diciptakan oleh Allah dalam beraneka bentuk, iklim dan warna. Sebgaimana firman Allah dalam surat Fathir ayat: 27 – 28, yang artinya:
“Tidaklah kamu liohat bahwa sanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan diantara gunung-gunung itu ada garis-garis dan merah yang beraneka macam warnanya, dan ada pula yang hitam pekat. Dan demikian pula diantara manusia, binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warna dan jenisnya. Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha Pengampun”.
Muslimin rahimakumullah
Kita tanami lahan kebun kita dengan jenis tanaman buah yang sama, mendapatkan siraman air hujan yang sama, kita berikan pupuk yang sama namun ketika kita petik buahnya tidak akan pernah sama kadar manis dan masamnya karena tabiat alam  dan kehidupan memang berbeda, Tetapi perbedaan yang disebutkan oleh al-Quran ini bukan bernilai pertentangan. Ia seperti yang kami tegaskan adalah perbedaan yang bersifat variatif. Itulah sebabnya di dalam Al-Quran terdapat banyak ungkapan “beraneka macam warnanya” dalam berbagai konteks permasalahannya.
Disamping  perbedaan dalam masalah furu’iah adalah sebuah kemestian, mudah-mudahan juga merupakan rahmat dan keleluasaan yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Sebagaimana diterangkan dalam hadits yang masyhur: 

“Perbedaan umatku adalah Rahmat”
Amin.
SEDEKAH ASSET BAGI SELURUH UMMAT
Oleh : Yuyu. Yuniawati, S.Ag (Penyuluh Agama KUA Kec.Bojongsari)
















Hadirin Sidang Jum’ah Rahimakumullah.
Mengawali khutbah pada kesempatan ini, kiranya tidak ada nasihat yang paling baik diantara nasihat-nasihat yang ada yang ingin khatib sampaikan kepada jamaah jum’ah, kecuali hanya nasihat taqwa kepada Allah SWT karena hanya dengan berbekal takwalah yang akan mampu menghantarkan kita kepada kehidupan yang bahagia di dunia, sekaligus kehidupan yang bahagia di akhirat kelak, sebagimana firman Allah:



“Berbekallah kamu sekalian, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa kepada Allah SWT.”

Hadirin Sidang Jum’ah Rahimakumullah.
            Pada kesempatan ini pula mari kita bersama-sama menundukan mata hati kita sejenak untuk mencerdaskan batin, jiwa dan emosi kita karena sejak pagi sebangun kita tidur sampai sekarang kita sudah cerdaskan fisik kita, kita hanya diingatkan oleh Allah SWT untuk beberapa menit mencerdaskan batin dan jiwa kita agar terwujud keseimbangan, agar kita bisa bermuhasabah / mengevaluasi apakah aktivitas-aktivitas yang kita kerjakan satu jam yang lalu dan beberapa hari yang lalu itu sudah merupakan aktivitas yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT atau belum?. Mari kita lihat bersama-sama apakah ibadah-ibadah atau aktivitas yang kita kerjakan itu sudah mempunyai makna mendekatkan diri kepada Allah SWT atau belum ?. Kalau belum maka aktivitas yang kita lakukan belum dapat dinilai sebagai ibadah, karena ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya, baik itu ibadah secara khusus atupun ibadah secara umum”.

Hadirin Sidang Jum’ah Yang dimuliakan Allah
            Allah SWT memberikan nikmat kesehatan fisik kepada kita itu merupakan instrumen ibadah agar dapat memberikan manfaat tidak hanya kepada manusia tapi seluruh alam semesta. Maka kalau kita mempunyai organ tubuh yang sangat sempurna ini dikehendaki oleh Allah sebagai instrumen yang dapat memberikan manfaat maka sesungguhnya memberi manfaat itu dalam istilah keagamaan disebut dengan “Sedekah”. Orang-orang yang bersedekah disebut sebagai “Dermawan”. Sedekah sesungguhnya adalah memberi sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan. Oleh karena itu sedekah tidak terbatas pada pemberian harta atau materi kepada mereka yang membutuhkan tetapi sedekah dapat berupa: tenaga, ilmu, nasihat, dan apa saja yang dibutuhkan masyarakat.
            Oleh karena itu kaitannya dengan sedekah yang tidak hanya terbatas pada harta ini dijelskan dalam sebuah hadits Rasulullah SAW yang artinya:

“Ada sekelompok manusia bertanya kepada Rasulullah SAW: bahwa banyak orang-orang kaya yang banyak hartanya. Kemudian sekelompok orang itu bertanya: Ya Rasulullah, saya ini orang yang terbatas ekonominya, orang-orang kaya itu bisa bersedekah dengan kelebihan hartanya, mereka menjadi dermawan karena mereka mempunyai harta yang lebih padahal mereka shalat seperti halnya kami shalat, mereka berpuasa seperti halnya kami berpuasa. Kami tidak bisa bersedekah, kemudian bagaimana ya Rasulullah? Rasulullah menjawab : Kamu membaca tasbih itu sedekah, kamu membersihkan hati/jiwa itu sedekah, kamu membaca takbir itu sedekah, kamu membaca tahmid itu sedekah, kamu membaca tahlil itu sedekah, mengajak diri kita dan orang lain berbuat baik itu sedekah, dan mencegah yang mungkar itu sedekah” (HR. Muslim).

            Sabda nabi ini memberi isyarat kepada kita bahwa pada setiap diri seorang muslim mempunyai potensi untuk menjadi ahli sedekah atau dermawan. Kalimat tasbih, tahlil, dan tahmid mmpunyai nilai yang sama dengan sejumlah uang / harta yang dikeluarkan oleh pemiliknya untuk sedekah, bahkan amar makruf nahi munkar (mengajak kebaikan dan mencegah kemaksiatan/kerusakan) adalah merupakan sikap dermawan atau sedekah. Karena itu, kritik yang konstruktif (membangun) pada substansi hadits tersebut dapat dipandang sebagai sedekah.
           
Jamaah Sidang Jum’ah Rahimakumullah
            Dalam kontek hari raya qurban misalnya, dapat ditarik benang merah, bahwa setiap diri seorang muslim mempunyai potensi untuk menjadi ahli qurban, sudah barang tentu qurbannya orang-orang kaya yang mempunyai kelebihan harta, berbeda dengan qurbannya orang-orang fakir miskin atau orang-orang yang mempunyai keterbatasan ekonomi, sebab qurban disamping mempunyai pengertian syariat yaitu suatu ibadah dalam bentuk menyembelih hewan ternak yang ditentukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT pada hari raya ‘Idul Adha, dan hari-hari tasyriq. Juqa mempunyai pengertian secara umum sesuai dengan pengertian secara bahasa yang berasal dari kata : Qoruba – Yaqrubu – Qurbanan yang artinya mendekatkan diri kepada Allah SWT.
            Sudah barang tentu orang-orang fakir miskin yang mempunyai keterbatasan ekonomi tidak harus kehilangan momentum berqurban. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengorbankan apa yang dimilikinya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan cara menerima daging qurban  dengan ikhlas apa yang sudah menjadi haknya, atau mendoakan para mudhohin (orang-orang yang berqurban) agar senantiasa ikhlas dalam ibadahnya, dijauhkan dari sifat riya dan sekaligus diterima ibadahnya disisi Allah, atau dengan menyisihkan tenaga yang dimilikinya untuk membantu proses penyembelihan dan pembagian daging qurban, atau dengan mengorbankan waktu dan pikirannya dalam rangka membentuk panitia qurban, dan masih banyak contoh-contoh dalam rangka kita berqurban / bertaqorrub kepada Allah walaupun dalam pengertian qurban secara umum.

            Hadirin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
            Kembali pada konteks sedekah sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dimana sedekah bukan saja  menjadi dominasi orang kaya, tapi sedekah punya pengertian luas seperti halnya kritik membangun juga dapat dipandang sebagai  sedekah.
            Mengapa kritik membangun itu termasuk sedekah? Mari kita kaji Firman Allah SWT dalam surat Ibrahim ayat 24-25:









”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat  dan cabangnya yang menjulang ke langit, Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan izin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan  itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”.

            Kalimat “Toyyibah” sebagaimana tersebut dalam ayat diatas menurut tafsir MIZAN yang ditulis oleh seorang ulama At-Thabatabai adalah sebuah “Kritik”. Kritik sebagai kalimat thoyyibah harus senantiasa dilakukan secara terus menerus, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, lingkungan maupun pemerintah secara umum. Karena itu kritik adalah sahabat. Kritik adalah sedekah batin dan jiwa untuk memperbaiki lingkungan, apakah itu lingkungan keluarga, masyarakat maupun negara, sudah barang tentu ketajaman dalam mengkritik orang lain harus disertai dengan ketajaman dalam mengkritik dirinya sendiri.


            Kaitannya dengan sifat dermawan dan sedekah itu maka kritik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana sebentar lagi kita akan dihadapkan pada pesta demokrasi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Purbalingga, kita sebagai warga Purbalingga akan bersedekah suara. Undang-undang mengatur jika kita memilih pemimpin sebagai substansi sedekah yang kritis, mari kita pilih pemimpin yang mempunyai kriteria-kriteria yang sudah banyak dijelaskan oleh para ‘Alim Ulama, para kyai dan Asatidz pada banyak kesempatan di majlis ta’lim, yang  tidak perlu lagi dibahas dalam kesempatan khutbah yang singkat ini. Namun demikian, jika pemilihan pemimpin diartikan sebagai wujud partisipasi dengan menggunakan pendekatan sufistik, jika kita salah memilih pemimpin, maka sedekah kita akan sia-sia, karena pemimpin kita tidak akan dapat memberi buah / manfaat pada setiap saat sebagaimana firman Allah SWT pada surat Ibrahim ayat 24-25 di atas.
            Sedekah berupa kritik dapat dilakukan secara individual maupun secara kolektif demi untuk menciptakan iklim dan situasi yang kondusif. Sebagai contoh kritik secara kolektif adalah statement yang dilontarkan oleh dua Ormas-Persyarikatan organisasi terbesar di Indonesia yang lahir sebelum Indonesia merdeka, secara kolektif telah peduli memberikan “Sedekah Moral” kepada pelaksana pemerintah di negeri ini agar pemerintah menjadi bersih dan kondusif, mereka bersama-sama membuat statemen kepada pelaksana pemerintah yang ditujukan kepada pelaku KORUPSI di Indonesia. Statement moralnya adalah bahwa:”PELAKU KORUPSI JENAZAHNYA HARAM UNTUK DISHALATKAN”, karena itu mari kita dukung bersama.
            Oleh karena itu kalau kita secara pribadi atau kolektif menemukan saudara-saudara kita yang dalam melaksanakan aktivitas kepemerintahannya ternyata menjadi orang-orang yang tidak amanah maka layak bagi kita untuk tidak melakukan shalat jenazah dan haram hukumnya serta dilarang untuk melakukan doa kepada orang-orang yang semacam itu.
            Gerakan moral dua organisasi besar itu sejalan dengan pesan Al-Quran dalam surat At-Taubah ayat 84:






“Dan janganlah kamu sekali-kali menshalatkan (janazah) seorang yang mati diantara mereka, dan janganlah kamu berdiri mendoakan dikuburnya, sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik”

            Azbabun Nuzul ayat ini berkaitan dengan janazah Abdullah bin Ubay bin Salul. Ketika dia meninggal dunia dan tatkala Rasulullah SAW hendak menshalatkan jenazahnya tetapi Umar bersikeras tidak akan menshalatkan, mengapa demikian? Diskusi yang cukup panjang akhirnya jenazah ini menjadi berlarut-larut dan terlantar tidak dishalatkan. Kemudian turun ayat tersebut, yang membenarkan sikap Umar, hal ini karena Umar sehari-hari mengetahui bahwa Abdullah bin Ubay bin Salul ini memang selalu melaksnakan shalat 5 waktu dan juga berpuasa serta melaksanakan ibadah haji tetapi dia sering menyalahgunakan keuangan negara.
            Karena itulah tatkala diskusi itu berkepanjangan Allah SWT mendukung sikap Umar, kalau ada orang-orang yang setiap harinya shalat, puasa dan melaksanakan ibadah haji berkali-kali tetapi mereka menyalahgunakan keuangan negara maka haram hukumnya dishalatkan jenazahnya ketika ia meninggal dunia.
            Oleh karena itu Mudah-mudahan khutbah singkat ini bisa menjadi tadzkir, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan,  petunjuk dan bimbingan kepada kita agar tetap teguh dalam Iman dan Islam Amin Ya Robbal’alamiin.




























KEUTAMAAN ISTIGHFAR

Hadirin Muslimin Jamaah Jumah Rahimakumullah.
            Dengan mengucap syukur alhamdulillah, disela-sela kesibukan kita melaksanakan pekerjaan kita masing-masing pada siang hari ini, kita masih bisa meluangkan waktu sejenak dalam rangka melaksanakan aktifitas ibadah shalat jumat.  Semoga Allah senantiasa merahmati kita semua. Amin.
            Shalawat dan salam kami sampaikan kepada junjunan nabi Agung Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta mudah-mudahan sampai kepada kita selaku ummat yang senantiasa berusaha patuh dan taat terhadap ajaran-ajaran-Nya.

Hadirin Muslimin Jamaah Jumah Rahimakumullah.
            Pada kesempatan khutbah ini saya berwasiat kepada diri saya dan hadirin semua agar kita semakin meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT dengan memeperbanyak membaca istighfar. Hadirin, apabila kita melihat fenomena yang terjadi di negeri kita tercinta ini, dimana musibah datang silih berganti, namun jika musibah itu direnungkan, kita baca dengan mata batin yang jernih, kita ambil pelajaran dari ayat-ayat-Nya, kita petik hikmah baiknya  sesungguhnya dapat membawa diri kita semakin bertaqarrub kepada Sang Pencipta Allah SWT. Ambil saja satu contoh kasus lumpur panas Lapindo Brantas, saya kira tidak ada kekuasaan dan kekuatan yang bisa menghentikan selain kekuasaan Allah SWT. Peristiwa itu merupakan peristiwa yang luar biasa yang ketika kita saksikan ujungnya kita akan mengucapkan Allahu Akbar bahwa Allah Mahabesar. Namun, bagi Allah, peristiwa tersebut merupakan peristiwa kecil saja. Beberapa musibah itu hanya bisa ditanggulangi dengan istighfar, memohon ampun kepada Allah SWT. Rasulullah SAW. Bersabda :

Yang artinya: “Perbanyaklah istighfar”.

            Sebab, Rasulullah SAW yang merupakan panutan kita selalu beristighfar. Kita memang tidak bisa mengikuti seratus persen apa yang dilakukan oleh Rasulullah. Kita bisa mengerjakan 10% atau 5% atau bahkan 1 % saja dari apa yang dilakukan Rasulullah, sudah sangat beruntung.
            Misalnya, pada bulan ramadlan, apa yang dilakukn oleh Rasulullah sungguh tidak bisa dibayangkan. Sebagian ulama menyebut, sedekah Rasulullah pada bulan Ramadlan itu seperti “Rihul Mursalah” seperti angin puyuh. Tidak ada rezeki yang diterima tangan beliau kecuali langsung diberikan kepada orang lain. Itu perilaku Rasulullah.
Rasulullah itu tidak bisa tidur selama masih ada uang dirumahnya. Jika masih ada sisa uang Rasulullah langsung mengambilnya dan kemudian mencari fakir miskin dan memberikan uang itu. Setelah membagikan uang itu, Rasulullah baru bisa tidur. Itu akan sangat berbedanya dengan kita yang justru tidak akan bisa tidur kalau tidak punya uang.
Begitu juga ketika ada seseorang meminta sesuatu milik Rasulullah, Rasulullah langsung melepas dan memberikannya. Ketika ada seorang sahabat yang meminta sorban Rasulullah, Rasulullah langsung memberikannya.
Dalam kaitan ini, kita tidak dituntut untuk bisa mengikuti  semua perilaku dan amal Rasulullah itu. Kalau kita ikuti semua tentu tidak akan mampu. Apalagi kita hidup  di jaman yang kondisinya seperti apa yang kita rasakan sekarang ini, apakah mungkin akan kita berikan semua apa yang diminta orang lain.
Begitu juga dalam hal ibadah Shalat, Rasulullah kakinya sampai bengkak karena lama berdiri dan banyaknya shalat tahajjud yang dilakukan waktu malam. Kita tidak akan sanggup mengikuti Rasulullah.
Begitu juga  dalam hal membaca istighfar, Rasulullah tidak prnah putus senantiasa membasahi bibirnya dengan bacaan istighfar. Apabila kita bayangkan dan kita renungkan hadirin, betapa Rasulullah adalah orang yang dijamin sorganya oleh Allah. Tetapi beliau masih memperbanyak istighfar. Sementara kita yang tidak ada jaminan masuk sorga malah justru melalaikannya. Banyak ayat dan ratusan hadits yang menyatakan agar kita memperbanyak membaca istighfar. Misalnya firman Allah dalam al-Qur’an Surat Nuh ayat 10:


Yang artinya: Meminta ampunlah kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya Dia adalah maha Pengampun.
Rasulullah dalam sabdanya juga menyebutkan antara lain: “Dosa sebesar apapun akan menjadi kecil karena istighfar. Maka, sebaliknya, dosa sekecil apapun akan menjadi besar karena tidak pernah membaca istighfar. Oleh karena itu mari kita memulai dengan memperbanyak istighfar. Disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah setiap hari selalu membaca istighfar minimal 73 kali.

Hadirin Muslimin Jamaah Jumat Rahimakumullah.
Ada pengalaman menarik yang diceritakan oleh seorang pejabat Departemen Agama ketika mengikuti Menteri Agama melakukan kunjungan ke Arab Saudi. Beliau merasa terpesona dengan penampilan pengawal istana raja yang rajin membaca istighfar. Beliau dan rombongan kebetulan tinggal di rumah tamu Raja Abdullah di mekah  karena dianggap sebagai tamu negara. Di wisma Negara itu penjagaan sangat ketat. Hampir  setiap gang dijaga pengawal. Yang unik, semua penjaga dan pengawal itu salatnya rajin. Beliau terkesan dengan seorang pengawal yang setiap saat selalu membaca istighfar berkali-kali, Astaghfirullah, astaghfirullah, berkali-kali. Uniknya, ia tanpa menybut Al-Adzim, apalagi dilengkapi dengan kalimat li waliwaalidayya wa lilmukminiina wal mukminat.
Sesampainya di Indonesia, beliau merenungkan, mengapa pengawal istana raja itu hanya membaca istighfar secara minimal dengan Astahgfirullah saja. Kemudian muncul jawaban yang membenarkan. Bisa dibayangkan jika ia harus membaca lengkap teks istighfar yang panjang itu maka akan menghabiskan waktu istirahatnya sebagai pengawal yang ketat waktunya. Sementara hanya membaca astaghfirullah saja dalam semenit mungkin ia bisa beristighfar kepada Allah SWT sebanyak-banyaknya. Akhirnya beliaupun mengikuti cara pengawal istana itu dalam beristighfar. Sebab, kalu dibaca dengan redaksi yang lengkap, maka kita juga harus membaca secara aturan tajwidnya. Tanpa mengurangi kelengkapan dan kesempurnaan redaksi istighfar, dengan hanya membaca Astaghfirullah saja, maka sesungguhnya membuat beristighfar sangat mudah dan ringan kita laksanakan.
Rasulullah bersabda :”Barang siapa memperbanyak membaca istighfar maka Allah akan memberinya rizki yang diluar perhitungannya”.
Dalam sabdanya yang lain disebutkan:”Barangsiapa sering membaca istighfar maka ia akan dikeluarkan dari segala macam kesulitan.”

Hadirin Muslimin Jamaah Jumat Rahimakumullah.
Kita bisa mencobanya melihat atau merasakan keutamaan istighfar itu. Mari kita coba setiap usai Shalat membaca istighfar minimal 100 kali, dalam seminggu akan tampak perubahan perbaikan dalam diri kita. Insya Allah akan terjadi perubahan dalam diri kita dan keluarga kita semua. Isteri yang tidak menurut jadi penurut, Kita yang suka  marah-marah menjadi lebih bersabar. Kita yang tidak suka shalat berjamaah menjadi rajin brjamaah, itu merupakan rezeki Allah dalam bentuk yang tidak kita duga. Hanya syaratnya, saat membaca istighfar itu kita juga mengingat dosa-dosa yang pernah kita perbuat. Membaca istighfar jangan hanya ingat pahalanya, tapi, ingat dosa-dosa kita
Dalam kaitan dosa ini, kita harus akui bahwa manusia tidak akan lepas dari dosa, sebab manusia itu tempatnya kesalahan dan kealpaan (mahallul khata’ wan nisyan). Namun, dalam kaitan dosa itu, Allah SWT berfirman dalam surat an Nisa ayat 48:





Yang artinya:”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat dosa yang besar.”

Dari ayat ini kita bisa pahami, Kemusyrikan itu yang kita tekankan, sebab kemusyrikan merupakan dosa yang tidak terampuni. Kita harus akui bahwa kita memang bergelimang dengan kemusyrikan dalam berbagai segi kehidupan kita. Rasulullah menyebut kemusyrikan itu sebagai Akbarul kabair Puncak dosa besar yang tak terampuni.
Sekali lagi, marilah kita perbanyak istighfar sebagai pengakuan dosa kita atas semua perbuatan yang menyalahi aturan Allah serta maksiat kepada-Nya. Dengan memperbanyak istighfar itulah insya Allah kita akan selamat dari berbagai musibah dan bencana serta dimudahkan semua persoalan kita. Amin Ya Rabbal ‘alamin.















Kaum muslimin rahimakumullah
Mengawali khutbah pada kesempatan ini, kiranya tidak ada nasihat yang paling baik diantara nasihat-nasihat yang ada yang ingin khatib sampaikan kepada jamaah jum’ah, kecuali hanya nasihat taqwa kepada Allah SWT. karena hanya dengan berbekal takwalah yang akan mampu menghantarkan kita kepada kehidupan yang bahagia didunia, sekaligus diakhirat kelak. Shalawat dan salam senantiasa kita haturkan kehariban junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan seluruh pengikut-pengikutnya.
Marilah kita senantiasa menasihati diri kita masing-masing karena ternyata menasihati diri sendiri jauh lebih sulit dan rumit dari pada memberikan nasihat kepada orang lain. Berapa banyak orang yang sukses memberikan bimbingan, pendidikan dan nasihat kepada orang lain tetapi tidak jarang dan tidak sedikit orang yang gagal memberikan nasihat/fatwa kepada diri sendiri. Oleh karena itu marilah kita mulai dari diri kita masing-masing agar anak istri kita juga dapat dikendalikan menjadi istri dan anak yang baik, bagi aparat dan pejabat mulailah mengoreksi diri sendiri untuk menjadi aparat dan pejabat yang baik sebelum mengharapkan rakyat dan masyarakat untuk menjadi baik. Para pedagang, petani, buruh dan apapun profesinya, marilah menjadi pedagang, petani, dan buruh yang baik. Selama kita sendiri belum bisa menjadi baik, kedisiplinan belum tumbuh dari keimanan yang ada pada diri kita, sulit kiranya untuk diharapkan anak, istri, dan mayarakat secara keseluruhan akan menjadi baik.
Dalam buku Agenda Generasi Intelektual  yang ditulis oleh 3 penulis, yaitu Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar, MA kemudian Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. Dan yang satunya lagi Dr. Achmad Mubarok, MA.disana dikutip sebuah pernyataan yang patut kita renungkan bersama, yaitu:
Jika ingin membangun bangsa, bangunlah masyarakatnya.
Jika ingin membangun masyarakat, bangunlah keluarganya.
Jika ingin membangun keluarga, bangunlah manusianya.
Jika ingin membangun manusia, bangunlah hatinya.
Inilah yang menjadi konsep dan sistem dalam rangka ikhtiar membangun masyarakat madani atau masyarakat yang beradab. Ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Yatsrib, beliau langsung mengganti nama kota “yatsrib” yang berarti “tanah gersang berdebu” menjadi “madinah” yang berarti “kota atau peradaban”. Ini bila dilihat dari aspek sejarah. Itulah sebabnya, orang yang berperilaku tidak sopan biasanya diejek dengan sebutan “orang kampung” atau “kampungan”
Membangun masyarakat
Paling tidak ada 3 ciri yang membedakan masyarakat dengan kelompok-kelompok lainnya. Baru dikatakan  sebuah masyarakat kalau: Pertama, pada masyarakat mesti terdapat sekumpulan individu yang jumlahnya cukup besar. Kedua, individu-individu tersebut harus mempunyai hubungan yang melahirkan kerjasama diantara mereka. Ketiga, hubungan individu itu minimal diikat oleh nilai-nilai umum yang bersifat permanen. Karena itu penyebutan masyarakat bukan sekedar berkumpulnya tiga orang atau lebih menjadi satu, lantas menjadi otomatis dinamakan masyarakat. Berkumpulnya 3 bintang, misalnya, bukanlah disebut masyarakat. Karena pada binatang tidak ada sistim nilai yang mengatur dan menghimpun mereka secara permanen.





























Materi Khutbah Jum’at, Edisi Juli 2010
Judul : “MENELADANI  DO’A  PARA  NABI”




















Hadirin Muslimin Jamaah Jumah Rahimakumullah.
            Dengan mengucap syukur alhamdulillah, disela-sela kesibukan kita melaksanakan aktifitas pada siang hari ini, kita masih meluangkan waktu sejenak untuk melaksanakan aktifitas ibadah shalat jumat.  Semoga Allah senantiasa merahmati kita semua. Amin.
            Shalawat dan salam kami sampaikan kepada junjunan nabi Agung Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta mudah-mudahan sampai kepada kita selaku ummat yang senantiasa berusaha patuh dan taat terhadap ajaran-ajaran-Nya.

Hadirin Muslimin Jamaah Jumah Rahimakumullah.
            Pada kesempatan khutbah ini saya berwasiat kepada diri saya dan hadirin semua agar kita semakin meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT dengan mencoba bersama - sama menghayati dan meneladani do’a para Nabi utusan Allah.
            Dalam menjalani kehidupan ini, manusia tidak pernah lepas dari meminta sesuatu, karena meminta adalah bagian dari fitrah manusia. Sehingga suatu hal yang manusiawi kalau “meminta” ini selalu berkaitan dengan sikap kita sebagai manusia. Sebagai contoh : Orang kaya selalu meminta semoga kekayaannya terjaga dari tangan-tangan jahil. Orang miskin selalu meminta ingin terbebas dari kesengsaraan yang menghimpit dan membelenggu hidupnya. Rasanya dalam setiap langkah kehidupan tak ada manusia yang berhenti dari perbuatan meminta. Bahkan orang yang tidak pernah shalat, atau tidak pernah puasa sekalipun, kalau terkena musibah,keburukan menimpanya, sepontan akan meminta seraya berkata “Ya Allah dosa apa aku ini, bebaskanlah aku dari musibah yang berat ini”.
            Dalam Islam terdapat ajaran tentang tata cara meminta kepada allah SWT, yang disebut DO’A. Doa menurut ulama ushul adalah pekerjaan meminta dari makhluk yang lebih rendah tingkatannya, kepada yang lebih tinggi. Kalau berhubungaan dengan Allah. maka manusia sebagai hamba-Nya yang tingkatannya rendah dan kecil,  meminta kepada Allah Sang Kholik yang Maha Tinggi dan Maha Besar.
            Doa dalam Islam merupakan bagian yang sangat penting, sebab shalat-pun dalam arti sempit dan lughawi / bahasa adalah bermakna doa. Kepentingan doa dalam Islam disamping sebagai upaya komunikasi dengan Allah, juga dalam upaya mendekatkan diri (taqarrub) kepada-Nya. Kita akan merasa Allah itu dekat atau jauh di dalam lubuk hati kita, dapat diukur oleh sesering mungkin melibatkan dzikir kita kepada-Nya yakni ketika sedang melakukan doa. Mengenai doa ini, Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 186:






Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka memenuhi (perintah)Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka memperoleh kebenaran.

Muslimin jamaah jum’ah rahimakumullah
            Ayat ini secara sistematis menunjukkan, bahwa Allah ini dekat kepada orang-orang yang memenuhi permintaan-permintaan-Nya,dalam hal ini ajaran Islam, dan beriman kepada-Nya. Karena ia sudah melakukan seluruh permintaan Allah dengan landasan iman. Maka kalau ia berdoa, Allah akan selalu mengijabah doa-doanya. Dan kalau doa-doanya diijabah oleh Allah, berarti Allah bener-benar dekat kepadanya, jika Allah dekat maka ia akan menjadi orang yang selalu mendapatkan jalan kebenaran dari pada-Nya.
            Namun ayat di atas juga bisa bermakna sebaliknya. Yakni bagi yang tidak pernah beriman dan tidak pernah memenuhi permintaan-permintaan Allah, tentu tidak akan pernah bisa dekat dengan Allah. Orang yang tidak bisa dekat dengan Allah, tentu jauh doanya untuk dikabulkan.
            Dalam  al Quran surat al Fatihah ayat 5 disebutkan:




Artinya: Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami minta pertolongan.

            Ayat diatas menjelaskan, bahwa tertib memohon / meminta sesuatu kepada Allah, harus terlebih dulu memenuhi apa yang sudah menjadi kewajiban kita kepada-Nya. Artinya harus menyembah dulu, baru kemudian meminta / memohon pertolongan, dalam arti lain kewajibannya dahulu harus dilaksanakan, baru meminta haknya. Jangan malah terbalik,  haknya diminta tapi kewajibannya tidak dipenuhi. Untuk itulah dalam doa ada rukun-rukun yang harus diperhatikan. Sebagaimana layaknya orang yang hendak meminta sesuatu kepada orang lain, tidak harus secara langsung mengucapkan maksudnya. Mungkin dengan cara membantu pekerjaan-pekerjaannya, dengan menunjukan atau menjelaskan kekurangan-kekurangannya yang berhubungan dengan yang akan diminta, atau mengucapkan permintaannya secara diplomatis, itu baru untuk sesama manusia, apalagi ketika kita meminta kepada Allah.
            Menurut Sahal bin Abdullah, syarat berdoa itu ada 7, yakni:
1. Sopan santun;
2. Penuh harap untuk diijabah (optimistik);
3. Mempunyai rasa takut kepada-Nya;
4. Diungkapkan secara kontinyu;
5. Disampaikan dengan penuh kehusyuan;
6. Yang diminta adalah hal yang bersifat umum;
7. Selalu makan sesuatu yang halal.
             
            Salah satu cirri berdoa yang sopan penuh etika kepada Allah, yaitu dengan bahasa yang lemah lembut dan rendah hati dihadapan-Nya, namun terkandung sikap optimis yang keras, penuh harap setelah didahului oleh ikhtiar atau sikap ar – raja’. Dengan bersikap optimistik, maka doa itu harus dimohonkan secara terus menerus diungkapkan kepada Allah SWT dengan  khusyu. Bagi yang berdoapun harus memperhatikan  sesuatu yang dimintanya. Sesuatu itu harus bersifat umum, atau masuk akal, dan harus bisa diusahakan oleh diri orang yang berdoa. Sebagai contoh  permintaan yang tidak umum / tidak masuk akal, kita meminta agar Allah menurunkan uang sekeranjang dari langit ke hadapannya, sementara pekerjaannya hanya melamun setiap saatnya, atau meminta kepada Allah agar dijadikan sebagai orang yang terkenal,  sementara yang dilakukan setiap harinya hanya memeluk bantal guling. Padahal dalam Islam kita diajarkan untuk selalu mengiringi dengan usaha / ikhtiar terhadap do’a yang kita mohonkan kepada  Allah SWT.
            Orang yang berdoa dengan melaksanakan rukun-rukunnya itu, harus juga menghindari dari memakan sesuatu yang haram, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
            “Tidak berhenti dikabulkan seorang hamba dari doanya selama tidak diikuti           dengan perbuatan dosa dan memutuskan silaturrahmi serta tidak tergesa-gesa.         Tergesa-gesa dimaksud adalah sebagai perkataan: aku telah berdoa begini dan          begitu, tetapi aku belum merasa diijabah oleh Allah, lalu dia putus asa dan tak             berdoa lagi (H.R. Bukhari Muslim)


Hadirin jamaah jumah rahimakumullah
            Doa adalah inti ibadat. Apabila kita hayati doa para Nabi, dari mulai Nabi Adam  AS sampai nabi Muhammad SAW ternyata dalam do’anya tidak mengandung hal-hal yang muluk-muluk, sederhana namun padat akan makna. Ada yang memohon untuk diampuni dosa dan dengan penuh kerendahan menyatakan, apabila tidak diampuni maka termasuk golongan orang yang merugi, seperti diucapkan oleh nabi Adam AS beserta istrinya, Siti Hawa dalam Surat al A’raf ayat 23:





            Artinya:  Keduanya berkata :Wahai Rab kami, kami berdua telah menganiaya        diri sendiri. Jika Engkau tidak mengampini kami dan memberi rahmat kepada            kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.
           
            Seorang Nabi mulia setingkat nabi Adam AS, sudah sedemikian merendah dihadapan allah SWT. Betapa kita yang hina dina dan tidak memiliki predikat apapun, dan begitu banyak dosa dan kesalahan yang kita perbuat, akankah berani berbuat sombong dan melecehkan rahmat dan maghfirah yang disediakan Allah SWT?
            Nabi Ibrahim AS ketika selesai membangun ka’bah bersama Ismail AS berdoa :





Artinya: Ya Tuhan kami, terimalah amal dari kami, Sungguh Engkau yang Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah : 127)
           
Bagaimana sikap kita apabila telah membangun sesuatu? Suka ingatkah kepada Allah, yang telah memberikan sumber rizki dan melimpahkan rahmat kepada kita sehingga kita mempunyai kemampuan moril dan materil untuk melakukan pembangunan? Ataukah yang lebih dulu kita ingat, urusan lain selain mensyukuri nikmat Allah?
            Dan Nabi Ibrahim yang telah diangkat oleh Allah SWT sebagai imam bagi semua manusia (Al Baqarah 124), meminta agar dirinya bersama putranya Ismail, serta anak cucunya, menjadi orang yang senantiasa berserah diri kepada Allah, beliau pun meminta petunjuk bagaimana cara-cara berbakti kepada Allah dan memohon taubatnya diterima sebagaimana tercantum dalam surat  Al Baqarah ayat 128 :







Artinya: Ya Tuhan kami jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami umat yang berserah diri kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau yanh Maha penerima Taubat, lagi maha Penyayang.

            Pernahkah kita mendoakan agar diri kita, anak cucu kita menjadi orang-orang yang berserah diri kepada Allah seperti halnya Nabi Ibrahim AS ataukah doa kita terbatas pada urusan keperluan lahiriyah / duniawiyah belaka - cukup sandang, pangan dan papan– sedang sikap kemuslimannya terserah kehendak masing-masing?

Hadirin jamaah Jumah Rahimakumullah
            Karena itu doa yang dipanjatkan para nabi, mulai dari Nabi Adam AS sampai kepada Nabi Muhammad SAW yang tercantum dalam al Quran sangat baik untuk dihayati, dipahami dan diamalkan. Demikian pula doa yang diucapkan Nabi Muhammad SAW yang banyak diriwayatkan didalam hadits-hadits shahih yang tidak mungkin kami sampaikan pada khutbah yang singkat ini. Pada intinya, doa yang dipanjatkan para Nabi mengandung unsur-unsur kepasrahan yang tulus, permohonan ampun atas segala dosa, permohonan agar diterima amalan-amalannya, permohonan agar mampu menegakkan shalat, dan permohonan agar diberi anak keturunan yang juga mampu menegakkan shalat. Sikap yang patut diteladani oleh setiap muslim, karena seluruh aspek  dalam kisah para Nabi itu, memang diperintahkan oleh Allah SWT agar diceritakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk umatnya. Semoga kita dapat meneladani apa yang dilakukan oleh para Nabi utusan Allah SWT dalam hal berdo’a khususnya dan dalam hal-hal lainnya. Amiin.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
ISRA DAN MI’RAJ DALAM SHALAT
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Jamaah jum’ah rahimakumullah,
               Kita sekarang tengah menjalani kehidupan di bulan Rajab, bulan dimana diyakini oleh umat Islam bahwa pada tanggal 27 rajab tahun XII kerasulan terjadi peristiwa Isra mi’raj Nabi Muhammad SAW, yang merupakan peristiwa spiritual terbesar dalam sejarah manusia
Suatu peristiwa yang sangat menakjubkan alam pikiran manusia sepanjang masa, Peristiwa tersebut senantiasa mengundang perhatian manusia, sebab kejadiannya justru dalam waktu yang relatif sangat singkat yaitu selama dua pertiga malam antara waktu ‘Isya dan menjelang subuh.
            Diceritakan bahwa setelah  melaksanakan tugas Isra’ dari masjidil Haram ke masjidil Aqsha, beliau segera dinaikkan  ke alam malakut, menerobos lapisan-lapisan planet di gugusan tata surya, kemudian langsung menuju ‘Arasy Rahman  di Sidratul Muntaha menghadap Allah menerima perintah shalat, yang pada awalnya lima puluh kali sehari-semalam. Lalu Nabi kembali dan berjalan melewati Nabi Musa dan beliau  bertanya:”Ya Muhammad Engkau diberi perintah Apa?”.  Muhammad menjawab: “Aku diperintahkan sholat dengan lima puluh waktu sehari semalam pada tiap-tiap hari”. Maka Musa berkata: “ Sungguh umatmu tidak akan sanggup mengerjakan lima puluh  waktu  sholat pada tiap-tiap hari. Dan sungguh Demi Allah aku pernah mencoba manusia sebelum engkau dan aku pernah melatih bani Isroil dengan sangat semangat latihan, maka itu kembalilah engkau kepada Tuhanmu lalu mohonlah kepadanya keringanan untuk umatmu”. Lalu Allah memberi keringanan sepuluh ( 10 )  sehingga tinggal 40 rakaat. Lalu Nabi kembali kepada Musa dan Musa berkata supaya memohon keringanan lagi, lalu Nabi kembali memohon keringanan kepada Allah dan Ia memberi keringanan  sepuluh lagi  jadi tinggal 30 tiap-tiap hari. Kemudian Nabi kembali ke Musa dan Musa berkata supaya Nabi mohon keringanan lagi. Lalu Nabi diberi keringanan dan diperintahkan  dengan lima (5 ) sholat sehari semalam pada tiap-tiap hari. Maka Nabi kembali kepada Musa dan ia bertanya:  “Apakah yang diperintahkan kepadamu?”  Nabi menjawab: “Aku diperintahkan dengan lima kali sholat pada tiap-tiap hari “. Musa berkata : ‘Sesungguhnya masih banyak diantara umatmu yang tidak sanggup mengerjakan lima kali sholat pada tiap-tiap hari “.

Jamah jumah rahimakumullah.
            Perjalanan Isra’ Mi’raj suatu proses Ilahiyah yang secara khusus ditujukan kepada Rasul-Nya tercinta  Muhammad SAW. Itulah sebabnya peristiwa ajaib itu merupakan ultimate absolut, tidak terkait kepada ruang dan waktu, sebab kejadianya sendiri berada dalam lingkaran “God Logic” yang tidak terjangkau oleh kemampuan “Man Logic” dimana daya mampu manusia itu sendiri terbatas oleh ruang dan waktu.
Itulah sebabnya Allah SWT menegaskan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj itu suatu Mukjizat sebagaimana yang diungkapkan dalam Surat Isra’ ayat 1:








 Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad)pada waktu malam hari, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya. Untuk kami perlihatkan kepada-Nya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar agi Maha Melihat”

            Menurut istilah bahasa Al Qur’an setiap kalimat yang diawali dengan kata “Subhaana” yang berarti Maha Suci Allah, menunjukan bahwa masalah yang akan ditampilkan itu termasuk luar biasa bagi manusia dan bukan bagi Allah Maha Bijaksana. Begitu pula kata “Asra” yang berarti memperjalankan, yang subjeknya  justru Allah SWT sedangkan objeknya adalah Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian jelaslah bahwa peristiwa itu bukanlah berdasarkan kemauan manusia atau pribadi Nabi Muhammad SAW sendiri, tetapi semata-mata berkat kodrat dan iradat-Nya semata Yang Maha Absolut. Semuanya itu untuk memperlihatkan sebagian tanda-tanda kemaha besaran-Nya yang tak terbatas.

Jamaah jumah rahimakumullah
            Hikmah dibalik peristiwa yang merupakan tanggung jawab dibalik kejadian tersebut, tetap selalu menuntut aktualisasi dan pengejawantahan dalam bentuk tafsir perilaku dari segenap umat Islam. Terutama bagi bangsa dengan jumlah penganut Islam terbesar didunia, aplikasi moral dari Isra’ Mi’raj menjadi sangat penting, terkait dengan pernyataan bahwa segala peristiwa pada Nabi Muhammad SAW merupakan tauladan yang harus diterjemahkan dalam kehidupan keseharian setiap orang yang beriman.
            Tegasnya, peristiwa Isra’ Mi’raj yang telah menyejarah, menyimpan pendidikan moral yang sangat agung bagi kemanusiaan kita. Untuk lebih jelasnya berikut sebagian dari beberapa simbol dan pelajaran dari kisah isra’ mi’raj.
            1. Pembelahan dada Rasulullah. Bahwa pembedahan dada dan pengisian hikmah, ilmu, kebijasanaan dan sebagainya, bagi kita semua, tidaklah  harus diartikan secara harfiyah. Sebab iman dan hikmah, kasih sayang, kepasrahan dan sebagainya bukanlah urusan benda kasar badaniyah. Ini dapat kita pahami sebagai suatu sikap pembedahan jati diri manusia untuk memelihara diri dari kotoran hawa nafsu dan gangguan-gangguan syaitan sebagaimana yang biasa terjadi pada diri manusia. Dalam arti, untuk bisa bermi’raj kehadirat Allah, seseorang hamba harus dilapangkan  dan dipenuhi dengan semangat keimanan dan kebijaksanaan, disamping keislaman, keikhlasan, ilmu dan kelembutan. Ini untuk mempersiapkan diri untuk menerima segenap perintah Allah dengan ikhlas dan tetap istiqamah.
            2. Bahwa yang diwahyukan dalam isra’ mi’raj di sidratul muntaha meliputi tiga hal; kewajiban melaksanakan shalat, tentang dua ayat terakhir dari surat al Baqarah dan tentang keampunan Tuhan bagi para umatnya yang mengerjakan dosa-dosa besar, selain dari dosa musyrik. Dengan demikian tiga pilar inilah yang harus selalu dijadikan acuan dalam pembentukan watak kepribadian seseorang.
            3. Rasul juga mendengar gerak pena yang selalu mencatat segala kejadian. Ini memberikan nasihat kepada kita bahwa Allah tidak akan sedikitpun lalai atau alpa dari segala apa yang kita perbuat, bahkan apa yang kita pikir dan kita rasakanpun tidak akan bisa terlepas dari pengawasan Allah. Disinilah pentingnya kita untuk selalu merasakan kehadiran allah dalam setiap detak kehidupan kita.
4. Perjalanan Nabi dalam Isra dimulai dari masjid dan berakhir pada masjid. Ini mengisyaratkan bahwa dalam hidupnya manusia harus selalu menekankan prinsip dari masjid menuju masjid. Dalam arti bahwa konsepsi ibadah serta mempersembahkan segalanya kepada Allah harus dijadikan prinsip dasar proses ketundukannya kepada Allah.

Jamaah jumah rahimakumullah
Dari semua nilai tersebut, tentu kuncinya adalah shalat, yang kemudian dikenal dengan konsep al shalatu mi’rajul mu’minin, shalat adalah mi’rajnya orang-orang mu’min, atau bahwa dengan shalat itulah seorang mu’min menempuh jalan ruhani, bangkit ke alam ilahiyah.

 Kami angkat tema Isra’ Mi’raj, sekaligus memperingati  “Superwalat” (Surat perintah wajib shalat) sebab  pada kesempatan itu Allah sengaja memanggil beliau ke ‘Ufuqil A’la” untuk menerima perintah wajib shalat bagi seluruh umat Islam. Perintah itu memang lain dari ketentuan yang biasanya, sebab kewajiban-kewajiban mukmin yang pokok seperti puasa pada bulan Ramadhan, zakat, haji dan lain-lain, cukup disampaikan melalui malaikat Jibril AS, namun mengenai perintah shalat ini langsung beliau menerimanya dari Allah SWT yaitu pada kesempatan Isra’ Mi’raj. Kenyataan demikian membuktikan kepada umat Islam, bagaimana pentingnya ibadah shalat dan bagaimana pula fungsinya dalam rangka pengabdian kita kepada-Nya. Hikmah dan kedudukan shalat dalam Islam antara lain sebagai berikut:
           
a.       Shalat adalah ibadah pertama yang diwajibkan Allah kepada  Umat Islam, sedangkan ibadah-ibadah lainnya diwajibkan setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Shalat adalah  tiang pokok agama Islam, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. :




”shalat  itu adalah tiang agama. Barang siapa yang mendirikannya berarti ia telah mendirikan agama dan barang siapa yang meninggalkannya berarti ia telah turut menghancurkan agamanua sendiri”.
b. Ibadah shalat adalah  wasiat terakhir Rasulullah kepada umat Islam, sewaktu beliau mau menghembuskan nafas  terakhirnya. Pesan Beliau adalah: ”peliharalah baik-baik ibadah  shalatmu”. Umat Islam yang  dengan sengaja meninggalkan / melalaikan shalatnya dianggap mengingkari Allah.
c. Hasil Ibadah shalat adalah yang pertama kali diperhitumgkan/dihisab nanti dihari kiamat. Dalam sebuah hadits Rasulullah telah bersabda sebagai berikut:





 “Ibadah yang pertama kali  dihisab allah kepada seorang hamba dihari kiamat nanti ialah ibadah shalatnya. Jika hasil ibadahnya itu baik, tentu akan baik pula seluruh amaliahnya yang lain, begitu pula sebaliknya jika hasil ibadah shalatnya itu tidak sempurnna/jelek, maka rusak pula seluruh amaliah yang lain.”

           
d.      Dapat mencegah dari perbuatan yang keji dan munkar.





“Bacalah dengan apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-kitab (al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar (QS al Ankabut: 45)

e.       Sarana untuk mengingat Allah secara formal.




“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak) selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (Q.S. Thaha: 15)

f.       Sebagai ibadah ter utama dibanding yang lain.




“Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al Ankabut 45)

Jika kita mampu menyimak pesan-pesan tersembunyi dalam berbagai cerita isra’ mi’raj, dan mampu menerapkan dalam setiap aspek kehidupan, maka kita akan memperoleh suau pola kehidupan masyarakat yang baik. Mari kita jadikan  hidup kita indah dengan dua sendi pokok; budaya minal masjid ilal masjid dalam sisi lahiriyah, dan minas shalat ilash shalat dari sisi batin, mental dan moral. Semoga kita mampu mengambil hikmahnya. Amin
























Materi Khutbah Jum’at, Edisi Maret 2010
Oleh : Yuyu. Yuniawati, S.Ag

URGENSI PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW










            Hadirin Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
            Mengawali khutbah jum’at ini kami mengajak untuk senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT Dzat Yang Maha Pencipta, sebagai wujud syukur atas segala nikmat yang telah Allah SWT limpahkan kepada kita semua dimana sebagai insan yang dho’if / lemah kita tidak memiliki kemampuan untuk menghitung . satu persatu atas semua nikmat yang telah Allah curahkan kepada semua makhluknya.
Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curah kepada junjunan kita teladan kita semua, beliau baginda Rasululloh Muhammad SAW sebagai wujud mahabbah kita kepadanya yang telah mengajarkan agama, yang telah menuntun  umat manusia  menuju jalan Allah SWT, jalan menuju kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
            Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
            Sekitar dua setengah abad yang silam, tepatnya di bulan Rabiul-awal lahir seorang bayi dari daratan Arab yang kelak menjadi sang revolusi moral. Ia lahir dari seorang wanita yang bernama Siti Aminah yang masih berumur tujuh belas tahun, yang suaminya Abdullah telah meninggalkannya untuk selamanya disaat usia kandungannya berumur enam bulan, dia adalah Muhammad sang Khotamun-Nabiyyin. Seorang Nabi penuntun ummat, penuntun para hamba Allah SWT, pemimpin dunia yang paling berhasil, sosok manusia yang hanya satu-satunya ada di dunia ini yang mampu menjadi suri tauladan dalam berbagai aspek kehidupan. Ia hadir ditengah-tengah masyarakat yang tengah dilanda krisis akhlak. Atas petunjuk Allah SWT, ia datang sebagai penyempurna akhlak manusia. Dengan akhlak-akhlaknya yang mulia, ia menyampaikan kebenaran yang telah disampaikan Allah SWT. Dan saat ini sangat penting bagi kita untuk kembali meneladani akhlak Nabi SAW mengingat kemerosotan moral yang terus berlanjut. Sudah semestinya kita jadikan beliau sebagai suri teladan kehidupan. Beliau menjadi teladan dalam beraqidah, teladan dalam beribadah, teladan dalam memimpin negara, dalam bermasyarakat, dalam mengendalikan bahtera keluarga, dalam medan pertempuran, dalam bertindak adil, dalam memegang amanah, dalam berdakwah, dan dalam berbagai aspek kehidupan lainnya. Maka pantaslah kalau beliau dijuluki INSAN KAMIL, manusia sempurna yang sarat dengan keteladanan yang pantas kita cintai sepenuh hati. Keteladanan beliau diakui sendiri oleh Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Ahzab ayat 21 :



“Dan benar-benar dalam diri Rasulullah SAW itu sarat dengan keteladanan yang baik, yaitu bagi mereka yang menghendaki (ridho) Allah SWT dan yakin terhadap adanya hari akhirat dan banyak menyebut (ingat) akan Allah SWT.”
           
Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
            Secara kuantitas jumlah umat Islam sampai saat ini memang mayoritas dibanding dengan pemeluk agama lain (non-Islam), akan tetapi banyak pula diantara umat Islam yang justru mengadopsi berbagai perilaku non-Islam yang jauh dari ajaran Rasulullah SAW. Sebagai contoh banyak umat Islam yang ikut-ikutan memperingati ‘Hari Kasih Sayang (Valentine Days)’ pada setiap tanggal 14 Februari. Padahal itu bukanlah ajaran Islam, karena dalam Islam, mencurahkan kasih sayang itu tidak mengenal batas waktu, kapan pun dan kepada siapa pun kita dianjurkan untuk selalu berkasih sayang. Jelaslah bahwa mereka tidak meneladani ajaran Nabi SAW, sehingga ruh Islam semakin jauh. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka bukan mustahil pada saatnya nanti, Islam hanya tinggal nama. Oleh karena itu, perlu dicarikan solusi (jalan keluar)nya sebagai bentuk antisipasi.
            Saudara kaum muslimin yang berbahagia, kalau kita buka sejarah Islam, kondisi umat Islam seperti itu sesungguhnya pernah dialami pula pada abad ke-3 Hijriyah. Saat itu terjadi perang salib, perang antara umat Islam dengan kaum nasrani, dimana saat itu Islam mengalami kekalahan telak, karena saat itu tentara Islam sudah jauh dari ruhul-Islam, akibat dari semakin menjauhnya mereka dari keteladanan Rasulullah SAW. Hal ini terbaca oleh panglima perangnya saat itu yaitu Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi. Mereka pun berunding dengan Raja Muzhafar Abu Sa’id dari Irbil / Irak, dan disepakati untuk mengadakan perayaan yang menarik. Kebetulan saat itu adalah bulan Rabi’ul awal bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, maka diperingatilah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW untuk pertama kalinya dengan menyembelih 400 ekor kambing. Dalam peringatan itu, umat Islam dan bala tentara Islam diingatkan kembali tentang bagaimana perilaku Rasulullah SAW dalam memberikan keteladanannya, mereka diajak untuk kembali mengkaji ulang, rahasia apakah yang membuat beliau begitu berhasil mengemban amanah illahiyah sehingga ajaran Islam dapat diterima dan sampai ke seluruh penjuru dunia.
            Peringatan itu ternyata membawa dampak yang positif. Mereka menyadari akan kelalaiannya, sehingga dari peringatan tersebut, semangat dan ruh Islam tumbuh kembali di hati sanubari umat Islam khususnya para militernya, yang akhirnya setelah maju ke medan laga melawan kaum Nasrani, mereka kembali membawa kemenangan.
            Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
            Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW memang bukan merupakan ibadah ritual. Sebagian orang bahkan menganggap bahwa peringatan Maulid Nabi SAW adalah bid’ah, akan tetapi mayoritas ulama berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi SAW adalah termasuk Bid’ah Hasanah, mengingat betapa besar mamfaat yang bisa dipetik dari peringatan tersebut antara lain :
  1. Moment untuk mengkaji ulang Sirah Nabawiyah agar perilaku Rasul tidak ditinggalkan umatnya, dan melalui ceramah maulid yang disampaikan para mubaligh dapat kita sikapi dengan meneladaninya
  2. Sebagai media dakwah dan syi’ar Islam.
  3. Sebagai bukti kecintaan kita kepada beliau.
  4. Sebagai media Silaturahim bagi kaum muslimin.
Sesungguhnya dalam hal peringatan kelahiran Rasul SAW ini, jauh hari beliau sudah memperingatinya, hanya dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk berpuasa sunah dihari Senin. Ketika beliau ditanya para sahabat kenapa beliau memerintahkan untuk berpuasa sunah di hari Senin? Beliau menjawab : “ Karena hari Senin adalah hari kelahiranku”. (HR. Muslim, hadits ke 698 dalam Kitab Bulughul Maram).
Ikhwani Rahimakumulloh, karena peringatan maulid Nabi saw ini dimaksudkan untuk mengungkapkan kembali Sirah Nabawiyah agar perilaku Rasul tidak dilupakan umatnya, agar umat Islam semakin mencintai beliau, maka jangan kemudian Sirah Nabawiyah ini justru ditinggalkan dalam peringatan tersebut, ini keliru! Lebih menyimpang lagi kalau acaranya diganti dengan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan keteladanan Rasul SAW.
            Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
            Syaikh Syafiyur-rohman Al-Mubarokfury dalam kitabnya “Sirah Nabawiyah” , begitu pun Jalaludin Rahmat dalam bukunya “Renungan-renungan Sufistik” menyebutkan beberapa akhlak Rasul SAW yang harus kita teladani dalam kehidupan kita sehari-hari, diantaranya adalah :
 1. Dalam hal Berbicara. Setiap kata yang keluar dari bibirnya adalah merupakan untaian mutiara yang menuntun manusia menuju jalan keselamatan. Pantaslah kalau para sahabat senantiasa terpaku  dan diam tidak ada yang berani bicara ketika beliau menyampaikan sesuatu. Hal ini karena setiap kata yang lahir dari lisan beliau adalah pegangan utama umat Islam setelah firman Allah SWT, karena apa yang diucapkannya merupakan tuntunan wahyu, bukan hawa nafsu. Hal ini dijelaskan Al-Qur’an dalam surat An-najm ayat 3-4 yang berbunyi :


“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”.

2. Dalam hal tingkah laku dan idiologi. Setiap gerak langkah beliau menjadi teladan bagi umatnya. Idiologinya berfaham monotheisme atau berketuhanan Yang Maha Esa. Segala tingkah lakunya, baik berupa ibadah ataupun muamalahnya menjadi amaliyah yang harus kita contoh dan kita ikuti, bahkan dengan mengikutinya itu merupakan indikasi kecintaan kita kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 3 yang berbunyi :




“Katakanlah: Jika kamu (benar0benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

3. Akhlaknya begitu mempesona. Diantaranya adalah :
a. Jujur dalam setiap perkataan dan perbuatannya. Karena kejujurannya, beliau dipercaya oleh seorang janda kaya yang kelak menjadi istrinya Siti Khadijah untuk mengolah dagangannya, dan omset yang didapatkan berlipat dua kali lipat ketika dipegang oleh Nabi SAW berkat keuletan dan kejujurannya.
b. Amanah. Sifat amanah ini telah dimiliki Nabi sejak kecil. Bahkan ketika ia remaja, ia dijuluki oleh kaumnya dengan sebutan Al-Amin (Orang yang dapat dipercaya). Contoh yang mencolok adalah ketika Nabi SAW mengembalikan seluruh barang titipan kepada pemiliknya yang jelas-jelas memusuhi Nabi dan telah berlaku dzalim kepada beliau dan umatnya dan tidak beliau menguranginya sedikitpun. Hal ini menunjukan bahwa sifat amanah yang beliau ajarkan berlaku universal kepada siapa pun tanpa melihat golongan dan agama. Dengan amanah, maka seseorang akan dipercaya oleh masyarakat, sebaliknya tanpa amanah maka seseorang akan disingkirkan. Ini telah dibuktikan oleh Nabi SAW.
c. Tawadhu’ (Merendahkan diri di hadapan Allah SWT). Beliau adalah sosok yang selalu bersikap rendah hati kepada siapa pun. Sebagai contoh : Ketika berjabat tangan, beliau tidak akan melepaskan genggamannya sebelum orang yang diajak berjabat tangan itu melepaskannya terlebih dulu. Contoh lain : Ketika beliau menghadiri suatu majlis, orang yang semula tengah duduk, tidak boleh berdiri untuk menyambut kedatangannya bagaikan menyambut kedatangan seorang raja. Ini menunjukan bahwa beliau tidak pernah membeda-bedakan status dirinya diantara para sahabat dan umatnya.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
            Itulah sekelumit perilaku dan akhlak Rasulullah SAW yang sudah semestinya kita teladani dan kita jadikan sebagai barometer dalam menjalani kehidupan duniawi yang hanya sementara ini demi untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Melalui peringatan maulid Nabi di bulan Rabiul-awal inilah, saatnya kita  bercermin pada diri sendiri. Sudahkah kehidupan kita dilingkupi akhlak mulia sebagaimana yang telah diajarkan oleh Nabi SAW  Jika ternyata akhlak kita masih jauh dari akhlak mulia seperti yang dicontohkan Nabi, maka selayaknya kita pertanyakan status keislaman kita.
            Maka, marilah kita praktikan akhlak mulia yang telah diajarkan oleh Nabi SAW dalam kehidupan sehari-hari sebagai bukti mahabbah (kecintaan) kita kepadanya. Dengan usaha mempraktikkannya, kita berharap kehidupan ini akan menjadi lebih baik dan keselamatan serta kebahagiaan dunia / akhirat yang kita dambakan akan tercapai. Amiin Ya Robbal “Alamiin.







Materi Khutbah Jum’at, Edisi April 2010
Oleh : Yuyu. Yuniawati, S.Ag

MENSIKAPI PEMILUKADA 2010 M










            Hadirin Sidang Jum’ah Rahimakumulloh.........
            Marilah pada kesempatan yang berbahagia ini, kita senantiasa bersyukur ke hadirat Allah SWT, karena di tengah-tengah rutinitas kesibukan kita, alhamdulillah wa syukrulillah, kita masih dianugrahi rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita dapat menyempatkan diri melaksanakan shalat jum’at di rumah Allah yang suci ini. Semoga dengan keikhlasan kita dalam mensyukuri nikmat-Nya, Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita, dan semoga keimanan serta ketaqwaan kita semakin bertambah kualitasnya.
            Shalawat dan salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjunan kita Nabi Agung Muhammad SAW, figure yang harus kita jadikan teladan dalam mengatur dan menjalani kehidupan di dunia yang fana ini, teladan dalam berbagai aspek kehidupan baik aspek agama, ekonomi, budaya, hukum dan yang tak kalah pentingnya adalah aspek politik dan tata pemerintahan.
Sidang Jum’at Rahimakumulloh......
Ajaran Islam mengatur keseluruhan aspek kehidupan manusia secara utuh dan total. Karenanya, Islam tidak hanya mengajarkan bagaimana beribadah ritual saja, tapi juga mengajarkan bagaimana berorganisasi... bagaimana bermasyarakat... juga bagaimana berpolitik. Islam adalah agama yang tidak mengenal pemisahan agama dari politik dan tidak alergi terhadap urusan negara/pemerintahan. Karena antara agama dan negara itu senantiasa mempunyai hubungan timbal balik dan saling memerlukan. Sebuah pemerintahan pasti memerlukan agama, karena dengan agama sebuah pemerintahan dapat berkembang dengan bimbingan moral agama. Tidak dapat kita bayangkan bagaimana jadinya sebuah pemerintahan tanpa bimbingan moral agama, kekacauan yang pasti akan muncul.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa pembentukan khilafah / pemerintahan  adalah wajib. Mereka beralasan bahwa dasar pembentukan pemerintahan adalah Ijma’ Sahabat Nabi, yakni setelah wafat Nabi Muhammad SAW, para sahabat bermusyawarah tentang imamah / pemimpin yang akan menggantikan beliau sebagai kepala pemerintahan yang kemudian secara aklamasi mengangkat sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai Khalifah pertama.
Dan pada bulan April ini, tepatnya pada hari Ahad tanggal 18 April 2010, Kabupaten Purbalingga yang kita cintai, akan menghadapi even politik pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) yakni pemilihan Bupati dan Wakil Bupati untuk lima tahun mendatang periode 2010 – 2015. Untuk itu, perlu kita pertimbangkan secara matang, kepada siapa pilihan itu akan kita berikan. Sosok pimpinan yang terpilih itulah yang akan memimpin rakyat di Kabupaten Purbalingga, dialah yang akan mengambil kebijakan dalam menentukan nasib rakyat, apakah rakyat Purbalingga ini akan menjadi masyarakat yang beriman, yang sejahtera lahir bathin, aman sentosa, adil dan makmur, atau malah sebaliknya. Untuk itulah, dalam memilih calon pemimpin harus jeli dan cermat, jangan asal pilih.

Sidang Jum’at Rahimakumulloh......
Sebagai seorang muslim, tidak sepantasnya kita untuk mengambil sikap Golput alias tidak memilih. Kalau kita selaku umat Islam tidak menggunakan hak pilihnya alias golput, justru kita harus khawatir kondisi ini akan dimamfaatkan pihak lain, yang dapat merugikan umat Islam sendiri. Dapat kita bayangkan bila yang terpilih adalah orang yang tidak peduli terhadap umat Islam, maka bisa jadi kegiatan umat Islam yang mestinya diagendakan dalam program kerjanya, justru akan terabaikan. Oleh karenanya, harus diingat, bahwa suatu pemerintahan apa pun bentuk dan sistem yang diterapkannya, takkan mungkin dapat mengayomi rakyatnya, apalagi dapat mengurusi kegiatan agama, apabila tidak ditunjang oleh penguasa dan aparat yang bersih dan berwibawa, yang dapat menegakan hukum secara adil, juga dapat menjalankan amanat dengan benar dan bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan firman Allah Surat An-nisa ayat 58 :





“Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

Sidang Jum’at Rahimakumulloh......
            Siapakah diantara calon bupati dan wakil bupati yang pantas kita pilih ? Apakah mereka yang hanya mengandalkan kantong tebal ? Tentu saja bukan. Bukan pula mereka yang hanya karena ikatan family, atau karena kita diberi amplop, atau mungkin karena diancam, melainkan yang kita pilih adalah calon pemimpin yang peduli terhadap kita umat Islam, dan kita anggap mampu membawa masyarakat Purbalingga menjadi masyarakat yang sejahtera lahir dan batin, dunia dan akhirat, sesuai dengan do’a yang senantiasa kita panjatkan setiap hari kepada Allah SWT :


“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan periharalah kami dari siksa api neraka”. (QS. Al-Baqarah : 201)

Adapun kepribadian calon yang pantas kita pilih adalah calon-calon pemimpin yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
  1. Taqwa ; Dalam arti calon yang kita pilih adalah calon yang senantiasa taat dalam beribadah kepada Allah, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Inilah syarat yang paling utama.
  2. Adil ;  Adil dalam arti memberikan hak dan kewajiban sesuai dengan porsinya. Ini penting, karena sifat ketidakadilan seseorang seringkali membawa petaka, rakyat menjadi resah, dengki, bahkan demo terjadi seringkali disebabkan karena pimpinan yang tidak adil. Dan sifat adil ini merupakan salah satu sifat yang dekat dengan derajat taqwa, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 8 yang berbunyi :
“Berlaku adillah, karena berlaku adil itu lebih dekat kepada taqwa”.
  1. Jujur ; Jujur merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh Nabi kita Muhammad SAW. Karena kejujurannya, beliau dipercaya oleh seorang janda kaya (Siti Khadijah) untuk mengolah dagangannya, dan omset yang didapatkan berlipat dua kali lipat ketika dipegang oleh Nabi SAW berkat keuletan dan kejujurannya. Dengan kejujurannya pula beliau berhasil dalam memimpin umat.
Sementara seorang koruptor atau yang saat ini sedang marak terjadi adalah Markus (Makelar Kasus). Mereka sudah dapat dipastikan bukanlah termasuk orang-orang yang jujur. Bangkrutnya sebuah perusahaan, sebuah organisasi atau sebuah institusi banyak disebabkan karena adanya oknum yang tidak jujur. Sampai-sampai seorang wasit dalam sepak bola pun, jika tidak jujur, pasti akan menimbulkan petaka, bisa membawa tawuran masal. Oleh karena itu, jika kita memilih calon pemimpin yang tidak jujur, kami yakin, kesejahteraan yang diidam-idamkan tidak akan terwujud. Maka, pilihlah seorang calon pemimpin yang mempunyai sifat jujur.
  1. Amanah ; Sifat amanah ini merupakan sifat pemimpin dambaan rakyat. Amanah artinya dapat dipercaya. Sifat ini ditandai dengan pengalaman sebelumnya dalam memimpin. Bagaimana ia ketika dipercaya untuk memimpin sebuah organisasi, atau sebuah perusahaan, atau sebuah instansi. Kalau ia amanah, ia akan mempunyai sikap disiplin, tegas dan bertanggung jawab, terhindar dari sikap ceroboh, gegabah, atau semena-mena terhadap yang dipimpinnya. Karenanya pilihlah seorang calon pemimpin yang amanah. Jangan sampai kita keliru memilih calon pemimpin yang tidak amanah, sebab hanya akan merugikan daerah dan rakyat.
  2. Berwawasan Luas / Cerdas ; Dalam era teknologi dan informasi seperti saat ini, seorang pemimpin dituntut untk memiliki wawasan yang luas. Dan untuk memiliki wawasan luas, maka seorang calon pemimpin dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai dan sarat pengalaman, khususnya dalam hal kepemimpinan. Hal ini penting, karena seorang pemimpin yang berwawasan luas, tentu kreatif, inovatif dan dinamis, serta cepat tanggap dalam menghadapi berbagai informasi. Dia dapat memilah dan memilih, mana yang dapat menguntungkan rakyat untuk ditindaklanjuti, dan mana yang merugikan rakyat untuk diantisipasi. Dan dia pun dapat memprediksikan situasi dan kondisi sekian tahun mendatang, sehingga dapat mengagendakan program apa yang tepat untuk lima tahun berikutnya.
  3. Sabar ; Sabar dalam arti tekun, teliti dan hati-hati dalam menjalankan tugasnya (Ash-shobru ‘alath-Thoo’ah) serta hati-hati pula dalam memberantas segala macamrintangan dan maksiyat (Ash-Shobru ‘alal-Ma’shiyah). Dia pun tidak tergesa-gesa, tidak mudah tersinggung dan tidak cepat marah. Kesabaran ini sangat penting hubungannya dengan pelaksanaan tugas, termasuk tugas dalam memimpin suatu daerah, karena kesabaran dapat membantu mensukseskan suatu pekerjaan. Dalam Al-Mahfudzot dinyatakan :

“Kesabaran itu dapat menolong segala pekerjaan”.
  1. Ramah, santun, penuh kasih sayang ; Sebagai seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat tersebut, karena dengan sifat-sifat itulah rakyat akan merasa dekat dan sejuk sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Allah SWT pun sudah mengingatkan dalam firman-Nya surat Ali Imron ayat 159 :





“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun bagi mereka’.

Sidang Jum’at Rahimakumulloh......
Sebagai penutup khutbah, marilah kita renungkan firman Allah SWT yang tercantum dalam surat Al-Isra ayat 16 berikut ini, sekaligus sebagai koreksi terhadap kehidupan kebangsaan ditanah air tercinta ini, dimana terdapat sinyalemen umum yang patut kita camkan. Bahwa akan hancur binasa suatu kaum / suatu bangsa jika golongan atas / kaum elit / para pejabatnya hidup bermewah-mewahan dengan hartanya, bermegah-megahan dengan kedudukannya, dan senang riya dengan aneka jabatan yang disandangnya dibarengi keingkaran mereka terhadap perintah Allah SWT. Ayat tersebut berbunyi :




“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan orang-orang elit yang hidup mewah di negeri itu (supaya taat kepada Allah SWT), tetapi mereka durhaka. Maka berlakulah ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”.

            Demikianlah, yang dapat kami sampaikan pada khutbah kali ini, semoga Allah SWT senantiasa mencerahkan hati kita dan memberikan petunjuk untuk dapat melakukan ikhtiar secara sungguh-sungguh dalam memilih calon pemimpin yang betul-betul memiliki kriteria kepribadian yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Dan semoga pemimpin terpilih nanti betul-betul dapat mengemban tugas dan amanah dengan penuh tanggung jawab sehingga cita-cita yang diidam-idamkan untuk dapat membangun masyarakat Purbalingga yang sejahtera lahir batin, adil dan makmur, aman sentosa dapat tercapai. Amiin Ya Rabbal ‘Alamiin...





















Materi Khutbah Jum’at, Edisi Maret 2010
Oleh : Yuyu. Yuniawati, S.Ag

URGENSI PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW










            Hadirin Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
            Mengawali khutbah jum’at ini kami mengajak untuk senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT Dzat Yang Maha Pencipta, sebagai wujud syukur atas segala nikmat yang telah Allah SWT limpahkan kepada kita semua dimana sebagai insan yang dho’if / lemah kita tidak memiliki kemampuan untuk menghitung . satu persatu atas semua nikmat yang telah Allah curahkan kepada semua makhluknya.
Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curah kepada junjunan kita teladan kita semua, beliau baginda Rasululloh Muhammad SAW sebagai wujud mahabbah kita kepadanya yang telah mengajarkan agama, yang telah menuntun  umat manusia  menuju jalan Allah SWT, jalan menuju kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
            Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
            Sekitar dua setengah abad yang silam, tepatnya di bulan Rabiul-awal lahir seorang bayi dari daratan Arab yang kelak menjadi sang revolusi moral. Ia lahir dari seorang wanita yang bernama Siti Aminah yang masih berumur tujuh belas tahun, yang suaminya Abdullah telah meninggalkannya untuk selamanya disaat usia kandungannya berumur enam bulan, dia adalah Muhammad sang Khotamun-Nabiyyin. Seorang Nabi penuntun ummat, penuntun para hamba Allah SWT, pemimpin dunia yang paling berhasil, sosok manusia yang hanya satu-satunya ada di dunia ini yang mampu menjadi suri tauladan dalam berbagai aspek kehidupan. Ia hadir ditengah-tengah masyarakat yang tengah dilanda krisis akhlak. Atas petunjuk Allah SWT, ia datang sebagai penyempurna akhlak manusia. Dengan akhlak-akhlaknya yang mulia, ia menyampaikan kebenaran yang telah disampaikan Allah SWT. Dan saat ini sangat penting bagi kita untuk kembali meneladani akhlak Nabi SAW mengingat kemerosotan moral yang terus berlanjut. Sudah semestinya kita jadikan beliau sebagai suri teladan kehidupan. Beliau menjadi teladan dalam beraqidah, teladan dalam beribadah, teladan dalam memimpin negara, dalam bermasyarakat, dalam mengendalikan bahtera keluarga, dalam medan pertempuran, dalam bertindak adil, dalam memegang amanah, dalam berdakwah, dan dalam berbagai aspek kehidupan lainnya. Maka pantaslah kalau beliau dijuluki INSAN KAMIL, manusia sempurna yang sarat dengan keteladanan yang pantas kita cintai sepenuh hati. Keteladanan beliau diakui sendiri oleh Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Ahzab ayat 21 :



“Dan benar-benar dalam diri Rasulullah SAW itu sarat dengan keteladanan yang baik, yaitu bagi mereka yang menghendaki (ridho) Allah SWT dan yakin terhadap adanya hari akhirat dan banyak menyebut (ingat) akan Allah SWT.”
           
Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
            Secara kuantitas jumlah umat Islam sampai saat ini memang mayoritas dibanding dengan pemeluk agama lain (non-Islam), akan tetapi banyak pula diantara umat Islam yang justru mengadopsi berbagai perilaku non-Islam yang jauh dari ajaran Rasulullah SAW. Sebagai contoh banyak umat Islam yang ikut-ikutan memperingati ‘Hari Kasih Sayang (Valentine Days)’ pada setiap tanggal 14 Februari. Padahal itu bukanlah ajaran Islam, karena dalam Islam, mencurahkan kasih sayang itu tidak mengenal batas waktu, kapan pun dan kepada siapa pun kita dianjurkan untuk selalu berkasih sayang. Jelaslah bahwa mereka tidak meneladani ajaran Nabi SAW, sehingga ruh Islam semakin jauh. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka bukan mustahil pada saatnya nanti, Islam hanya tinggal nama. Oleh karena itu, perlu dicarikan solusi (jalan keluar)nya sebagai bentuk antisipasi.
            Saudara kaum muslimin yang berbahagia, kalau kita buka sejarah Islam, kondisi umat Islam seperti itu sesungguhnya pernah dialami pula pada abad ke-3 Hijriyah. Saat itu terjadi perang salib, perang antara umat Islam dengan kaum nasrani, dimana saat itu Islam mengalami kekalahan telak, karena saat itu tentara Islam sudah jauh dari ruhul-Islam, akibat dari semakin menjauhnya mereka dari keteladanan Rasulullah SAW. Hal ini terbaca oleh panglima perangnya saat itu yaitu Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi. Mereka pun berunding dengan Raja Muzhafar Abu Sa’id dari Irbil / Irak, dan disepakati untuk mengadakan perayaan yang menarik. Kebetulan saat itu adalah bulan Rabi’ul awal bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, maka diperingatilah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW untuk pertama kalinya dengan menyembelih 400 ekor kambing. Dalam peringatan itu, umat Islam dan bala tentara Islam diingatkan kembali tentang bagaimana perilaku Rasulullah SAW dalam memberikan keteladanannya, mereka diajak untuk kembali mengkaji ulang, rahasia apakah yang membuat beliau begitu berhasil mengemban amanah illahiyah sehingga ajaran Islam dapat diterima dan sampai ke seluruh penjuru dunia.
            Peringatan itu ternyata membawa dampak yang positif. Mereka menyadari akan kelalaiannya, sehingga dari peringatan tersebut, semangat dan ruh Islam tumbuh kembali di hati sanubari umat Islam khususnya para militernya, yang akhirnya setelah maju ke medan laga melawan kaum Nasrani, mereka kembali membawa kemenangan.
            Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
            Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW memang bukan merupakan ibadah ritual. Sebagian orang bahkan menganggap bahwa peringatan Maulid Nabi SAW adalah bid’ah, akan tetapi mayoritas ulama berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi SAW adalah termasuk Bid’ah Hasanah, mengingat betapa besar mamfaat yang bisa dipetik dari peringatan tersebut antara lain :
  1. Moment untuk mengkaji ulang Sirah Nabawiyah agar perilaku Rasul tidak ditinggalkan umatnya, dan melalui ceramah maulid yang disampaikan para mubaligh dapat kita sikapi dengan meneladaninya
  2. Sebagai media dakwah dan syi’ar Islam.
  3. Sebagai bukti kecintaan kita kepada beliau.
  4. Sebagai media Silaturahim bagi kaum muslimin.
Sesungguhnya dalam hal peringatan kelahiran Rasul SAW ini, jauh hari beliau sudah memperingatinya, hanya dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk berpuasa sunah dihari Senin. Ketika beliau ditanya para sahabat kenapa beliau memerintahkan untuk berpuasa sunah di hari Senin? Beliau menjawab : “ Karena hari Senin adalah hari kelahiranku”. (HR. Muslim, hadits ke 698 dalam Kitab Bulughul Maram).
Ikhwani Rahimakumulloh, karena peringatan maulid Nabi saw ini dimaksudkan untuk mengungkapkan kembali Sirah Nabawiyah agar perilaku Rasul tidak dilupakan umatnya, agar umat Islam semakin mencintai beliau, maka jangan kemudian Sirah Nabawiyah ini justru ditinggalkan dalam peringatan tersebut, ini keliru! Lebih menyimpang lagi kalau acaranya diganti dengan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan keteladanan Rasul SAW.
            Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
            Syaikh Syafiyur-rohman Al-Mubarokfury dalam kitabnya “Sirah Nabawiyah” , begitu pun Jalaludin Rahmat dalam bukunya “Renungan-renungan Sufistik” menyebutkan beberapa akhlak Rasul SAW yang harus kita teladani dalam kehidupan kita sehari-hari, diantaranya adalah :
 1. Dalam hal Berbicara. Setiap kata yang keluar dari bibirnya adalah merupakan untaian mutiara yang menuntun manusia menuju jalan keselamatan. Pantaslah kalau para sahabat senantiasa terpaku  dan diam tidak ada yang berani bicara ketika beliau menyampaikan sesuatu. Hal ini karena setiap kata yang lahir dari lisan beliau adalah pegangan utama umat Islam setelah firman Allah SWT, karena apa yang diucapkannya merupakan tuntunan wahyu, bukan hawa nafsu. Hal ini dijelaskan Al-Qur’an dalam surat An-najm ayat 3-4 yang berbunyi :


“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”.

2. Dalam hal tingkah laku dan idiologi. Setiap gerak langkah beliau menjadi teladan bagi umatnya. Idiologinya berfaham monotheisme atau berketuhanan Yang Maha Esa. Segala tingkah lakunya, baik berupa ibadah ataupun muamalahnya menjadi amaliyah yang harus kita contoh dan kita ikuti, bahkan dengan mengikutinya itu merupakan indikasi kecintaan kita kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 3 yang berbunyi :




“Katakanlah: Jika kamu (benar0benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

3. Akhlaknya begitu mempesona. Diantaranya adalah :
a. Jujur dalam setiap perkataan dan perbuatannya. Karena kejujurannya, beliau dipercaya oleh seorang janda kaya yang kelak menjadi istrinya Siti Khadijah untuk mengolah dagangannya, dan omset yang didapatkan berlipat dua kali lipat ketika dipegang oleh Nabi SAW berkat keuletan dan kejujurannya.
b. Amanah. Sifat amanah ini telah dimiliki Nabi sejak kecil. Bahkan ketika ia remaja, ia dijuluki oleh kaumnya dengan sebutan Al-Amin (Orang yang dapat dipercaya). Contoh yang mencolok adalah ketika Nabi SAW mengembalikan seluruh barang titipan kepada pemiliknya yang jelas-jelas memusuhi Nabi dan telah berlaku dzalim kepada beliau dan umatnya dan tidak beliau menguranginya sedikitpun. Hal ini menunjukan bahwa sifat amanah yang beliau ajarkan berlaku universal kepada siapa pun tanpa melihat golongan dan agama. Dengan amanah, maka seseorang akan dipercaya oleh masyarakat, sebaliknya tanpa amanah maka seseorang akan disingkirkan. Ini telah dibuktikan oleh Nabi SAW.
c. Tawadhu’ (Merendahkan diri di hadapan Allah SWT). Beliau adalah sosok yang selalu bersikap rendah hati kepada siapa pun. Sebagai contoh : Ketika berjabat tangan, beliau tidak akan melepaskan genggamannya sebelum orang yang diajak berjabat tangan itu melepaskannya terlebih dulu. Contoh lain : Ketika beliau menghadiri suatu majlis, orang yang semula tengah duduk, tidak boleh berdiri untuk menyambut kedatangannya bagaikan menyambut kedatangan seorang raja. Ini menunjukan bahwa beliau tidak pernah membeda-bedakan status dirinya diantara para sahabat dan umatnya.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumulloh !
            Itulah sekelumit perilaku dan akhlak Rasulullah SAW yang sudah semestinya kita teladani dan kita jadikan sebagai barometer dalam menjalani kehidupan duniawi yang hanya sementara ini demi untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Melalui peringatan maulid Nabi di bulan Rabiul-awal inilah, saatnya kita  bercermin pada diri sendiri. Sudahkah kehidupan kita dilingkupi akhlak mulia sebagaimana yang telah diajarkan oleh Nabi SAW  Jika ternyata akhlak kita masih jauh dari akhlak mulia seperti yang dicontohkan Nabi, maka selayaknya kita pertanyakan status keislaman kita.
            Maka, marilah kita praktikan akhlak mulia yang telah diajarkan oleh Nabi SAW dalam kehidupan sehari-hari sebagai bukti mahabbah (kecintaan) kita kepadanya. Dengan usaha mempraktikkannya, kita berharap kehidupan ini akan menjadi lebih baik dan keselamatan serta kebahagiaan dunia / akhirat yang kita dambakan akan tercapai. Amiin Ya Robbal “Alamiin.







Materi Penyuluhan, Edisi April 2010
Oleh : Yuyu. Yuniawati, S.Ag

MENSIKAPI PEMILUKADA 2010 M

Ajaran Islam mengatur keseluruhan aspek kehidupan manusia secara utuh dan total. Karenanya, Islam tidak hanya mengajarkan bagaimana beribadah ritual saja, tapi juga mengajarkan bagaimana berorganisasi... bagaimana bermasyarakat... juga bagaimana berpolitik. Islam adalah agama yang tidak mengenal pemisahan agama dari politik dan tidak alergi terhadap urusan negara/pemerintahan. Karena antara agama dan negara itu senantiasa mempunyai hubungan timbal balik dan saling memerlukan. Sebuah pemerintahan pasti memerlukan agama, karena dengan agama sebuah pemerintahan dapat berkembang dengan bimbingan moral agama. Tidak dapat kita bayangkan bagaimana jadinya sebuah pemerintahan tanpa bimbingan moral agama, kekacauan yang pasti akan muncul.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa pembentukan khilafah / pemerintahan  adalah wajib. Mereka beralasan bahwa dasar pembentukan pemerintahan adalah Ijma’ Sahabat Nabi, yakni setelah wafat Nabi Muhammad SAW, para sahabat bermusyawarah tentang imamah / pemimpin yang akan menggantikan beliau sebagai kepala pemerintahan yang kemudian secara aklamasi mengangkat sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai Khalifah pertama.
Dan pada bulan April ini, tepatnya pada hari Ahad tanggal 18 April 2010, Kabupaten Purbalingga yang kita cintai, akan menghadapi even politik pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) yakni pemilihan Bupati dan Wakil Bupati untuk lima tahun mendatang periode 2010 – 2015. Untuk itu, perlu kita pertimbangkan secara matang, kepada siapa pilihan itu akan kita berikan. Sosok pimpinan yang terpilih itulah yang akan memimpin rakyat di Kabupaten Purbalingga, dialah yang akan mengambil kebijakan dalam menentukan nasib rakyat, apakah rakyat Purbalingga ini akan menjadi masyarakat yang beriman, yang sejahtera lahir bathin, aman sentosa, adil dan makmur, atau malah sebaliknya. Untuk itulah, dalam memilih calon pemimpin harus jeli dan cermat, jangan asal pilih.
Sebagai seorang muslim, tidak sepantasnya kita untuk mengambil sikap Golput alias tidak memilih. Kalau kita selaku umat Islam tidak menggunakan hak pilihnya alias golput, justru kita harus khawatir kondisi ini akan dimamfaatkan pihak lain, yang dapat merugikan umat Islam sendiri. Dapat kita bayangkan bila yang terpilih adalah orang yang tidak peduli terhadap umat Islam, maka bisa jadi kegiatan umat Islam yang mestinya diagendakan dalam program kerjanya, justru akan terabaikan. Oleh karenanya, harus diingat, bahwa suatu pemerintahan apa pun bentuk dan sistem yang diterapkannya, takkan mungkin dapat mengayomi rakyatnya, apalagi dapat mengurusi kegiatan agama, apabila tidak ditunjang oleh penguasa dan aparat yang bersih dan berwibawa, yang dapat menegakan hukum secara adil, juga dapat menjalankan amanat dengan benar dan bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan firman Allah Surat An-nisa ayat 58 yang artinya :
“Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

            Siapakah diantara calon bupati dan wakil bupati yang pantas kita pilih ? Apakah mereka yang hanya mengandalkan kantong tebal ? Tentu saja bukan. Bukan pula mereka yang hanya karena ikatan family, atau karena kita diberi amplop, atau mungkin karena diancam, melainkan yang kita pilih adalah calon pemimpin yang peduli terhadap kita umat Islam, dan kita anggap mampu membawa masyarakat Purbalingga menjadi masyarakat yang sejahtera lahir dan batin, dunia dan akhirat, sesuai dengan do’a yang senantiasa kita panjatkan setiap hari kepada Allah SWT


“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan periharalah kami dari siksa api neraka”. (QS. Al-Baqarah : 201)

Adapun kepribadian calon yang pantas kita pilih adalah calon-calon pemimpin yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
  1. Taqwa ; Dalam arti calon yang kita pilih adalah calon yang senantiasa taat dalam beribadah kepada Allah, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Inilah syarat yang paling utama.
  2. Adil ;  Adil dalam arti memberikan hak dan kewajiban sesuai dengan porsinya. Ini penting, karena sifat ketidakadilan seseorang seringkali membawa petaka, rakyat menjadi resah, dengki, bahkan demo terjadi seringkali disebabkan karena pimpinan yang tidak adil. Dan sifat adil ini merupakan salah satu sifat yang dekat dengan derajat taqwa, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 8 yang berbunyi :
“Berlaku adillah, karena berlaku adil itu lebih dekat kepada taqwa”.
  1. Jujur ; Jujur merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh Nabi kita Muhammad SAW. Karena kejujurannya, beliau dipercaya oleh seorang janda kaya (Siti Khadijah) untuk mengolah dagangannya, dan omset yang didapatkan berlipat dua kali lipat ketika dipegang oleh Nabi SAW berkat keuletan dan kejujurannya. Dengan kejujurannya pula beliau berhasil dalam memimpin umat.
Sementara seorang koruptor atau yang saat ini sedang marak terjadi adalah Markus (Makelar Kasus). Mereka sudah dapat dipastikan bukanlah termasuk orang-orang yang jujur. Bangkrutnya sebuah perusahaan, sebuah organisasi atau sebuah institusi banyak disebabkan karena adanya oknum yang tidak jujur. Sampai-sampai seorang wasit dalam sepak bola pun, jika tidak jujur, pasti akan menimbulkan petaka, bisa membawa tawuran masal. Oleh karena itu, jika kita memilih calon pemimpin yang tidak jujur, kami yakin, kesejahteraan yang diidam-idamkan tidak akan terwujud. Maka, pilihlah seorang calon pemimpin yang mempunyai sifat jujur.
  1. Amanah ; Sifat amanah ini merupakan sifat pemimpin dambaan rakyat. Amanah artinya dapat dipercaya. Sifat ini ditandai dengan pengalaman sebelumnya dalam memimpin. Bagaimana ia ketika dipercaya untuk memimpin sebuah organisasi, atau sebuah perusahaan, atau sebuah instansi. Kalau ia amanah, ia akan mempunyai sikap disiplin, tegas dan bertanggung jawab, terhindar dari sikap ceroboh, gegabah, atau semena-mena terhadap yang dipimpinnya. Karenanya pilihlah seorang calon pemimpin yang amanah. Jangan sampai kita keliru memilih calon pemimpin yang tidak amanah, sebab hanya akan merugikan daerah dan rakyat.
  2. Berwawasan Luas / Cerdas ; Dalam era teknologi dan informasi seperti saat ini, seorang pemimpin dituntut untk memiliki wawasan yang luas. Dan untuk memiliki wawasan luas, maka seorang calon pemimpin dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai dan sarat pengalaman, khususnya dalam hal kepemimpinan. Hal ini penting, karena seorang pemimpin yang berwawasan luas, tentu kreatif, inovatif dan dinamis, serta cepat tanggap dalam menghadapi berbagai informasi. Dia dapat memilah dan memilih, mana yang dapat menguntungkan rakyat untuk ditindaklanjuti, dan mana yang merugikan rakyat untuk diantisipasi. Dan dia pun dapat memprediksikan situasi dan kondisi sekian tahun mendatang, sehingga dapat mengagendakan program apa yang tepat untuk lima tahun berikutnya.
  3. Sabar ; Sabar dalam arti tekun, teliti dan hati-hati dalam menjalankan tugasnya (Ash-shobru ‘alath-Thoo’ah) serta hati-hati pula dalam memberantas segala macamrintangan dan maksiyat (Ash-Shobru ‘alal-Ma’shiyah). Dia pun tidak tergesa-gesa, tidak mudah tersinggung dan tidak cepat marah. Kesabaran ini sangat penting hubungannya dengan pelaksanaan tugas, termasuk tugas dalam memimpin suatu daerah, karena kesabaran dapat membantu mensukseskan suatu pekerjaan. Dalam Al-Mahfudzot dinyatakan :
“Kesabaran itu dapat menolong segala pekerjaan”.
  1. Ramah, santun, penuh kasih sayang ; Sebagai seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat tersebut, karena dengan sifat-sifat itulah rakyat akan merasa dekat dan sejuk sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Allah SWT pun sudah mengingatkan dalam firman-Nya surat Ali Imron ayat 159 yang artinya :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun bagi mereka’.

Marilah kita renungkan firman Allah SWT yang tercantum dalam surat Al-Isra ayat 16 berikut ini, sekaligus sebagai koreksi terhadap kehidupan kebangsaan ditanah air tercinta ini, dimana terdapat sinyalemen umum yang patut kita camkan. Bahwa akan hancur binasa suatu kaum / suatu bangsa jika golongan atas / kaum elit / para pejabatnya hidup bermewah-mewahan dengan hartanya, bermegah-megahan dengan kedudukannya, dan senang riya dengan aneka jabatan yang disandangnya dibarengi keingkaran mereka terhadap perintah Allah SWT. Ayat tersebut berbunyi :
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan orang-orang elit yang hidup mewah di negeri itu (supaya taat kepada Allah SWT), tetapi mereka durhaka. Maka berlakulah ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”.

            Demikianlah, semoga Allah SWT senantiasa mencerahkan hati kita dan memberikan petunjuk untuk dapat melakukan ikhtiar secara sungguh-sungguh dalam memilih calon pemimpin yang betul-betul memiliki kriteria kepribadian yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Dan semoga pemimpin terpilih nanti betul-betul dapat mengemban tugas dan amanah dengan penuh tanggung jawab sehingga cita-cita yang diidam-idamkan untuk dapat membangun masyarakat Purbalingga yang sejahtera lahir batin, adil dan makmur, aman sentosa dapat tercapai. Amiin Ya Rabbal ‘Alamiin...






Materi Khutbah Jum’at, Edisi Mei 2010
Judul : Berprasangka Baik Terhadap Orang Lain














Sidang jumat rahimakumullah
Disadari maupun tidak, bahwa seluruh nikmat yang ada dari ujung rambut hingga ujung telapak kaki, kesehatan badan, keamanan negara, sandang pangan, udara dan air semua yang tersedia yang kita nikmati saat ini adalah semata-mata nikmat dari Allah SWT yang harus kita syukuri. Karenanya marilah kita panjatkan segala puji dan syukur kita hanya kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya, dan selalu berusaha untuk menjauhi segala yang dilarang-Nya, sehingga kita benar-benar akan mendapatkan derajat taqwa disisi-Nya.
Salawat dan salam semoga terlimpah curah kepada Nabi besar Muhammad SAW. Kepada para keluarga, sahabat , tabiin, para tabiit-tabiin dan semoga pula senantiasa terlimpah kepada kita selaku pengikut-Nya.

Jamaah jumat rahimakumullah
            Perkenankanlah pada kesempatan khutbah siang ini khatib menyampaikan sebuah judul  : “Berprasangka baik kepada orang lain”.
Ajaran Islam mengajarkan kepada umat manusia agar selalu berpandangan positif dan optimis dalam menjalani kehidupan di dunia yang fana ini. Betapapun secara lahiriyah, hidup ini kadangkala dipenuhi oleh perbedaan, perselisihan, pertentangan, yang seakan-akan mustahil untuk dapat mewujudkan persatuan, kerukunan dan persaudaraan baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat maupun bernegara.
Sesungguhnya manusia menurut fitrahnya adalah umat yang terpadu dan bersatu, suka bekerjasama, bahu membahu, dan saling membantu. Tapi pada perkembanganya, karena banyaknya perbedaan kepentingan begitu mudah terjadi ikhtilaf, perselisihan, dan pertengkaran antara sesama mereka. Akan tetapi apabila manusia sudah memiliki landasan moral yang menurut DR Yusuf Qordhowi salah satunya adalah berprasangka baik (Berhusnudz-dzan) terhadap orang lain maka ini memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menanamkan etika (adab) dalam berselisih pendapat, meneguhkan wawasan persatuan, yang pada akhirnya landasan moral ini akan mempererat nilai ukhuwah serta toleransi yang dianjurkan oleh Islam dan harus dimiliki oleh umat pada umumnya dan para aktivis gerakan Islam pada khususnya.


Sidang jumat rahimakumullah.
Kita bersyukur kepada Allah SWT, bahwa adanya bermacam-macam organisasi keagamaan, madzhab, kelompok dalam kehidupan umat Islam di Negara kita, alhamdulillah, sampai saat tidak pernah menjadi faktor yang sampai mengakibatkan perpecahan. Dalam toleransi hidup umat beragama kita bisa menerima prinsip saling menghormati dan memahami urusan intern masing-masing umat beragama, atau antar umat beragama yang ada di negara kita, dan antar umat beragama dengan pemerintah.
Maka guna menjaga kondisi yang baik ini perlu selalu diciptakan situasi dimana masing-masing kelompok, golongan, madzhab atau aliran dapat berpegang teguh kepada ajarannya, disertai sikap saling menghormati dan tidak merugikan kepentingan pihak lain, sehingga masing-masing pihak bisa menikmati keleluasaan dalam mengamalkan syariat agama.

Sidang jumat rahimakumullah.
Sebagai seorang muslim janganlah mudah tergoda oleh nafsu untuk meniup-niupkan api pertentangan di kalangan umat, dengan membangkitkan kembali suasana pertentangan politik atau pertikaian karena khilafiyah furuiyah, yang dahulu sering terjadi antara satu pengikut paham atau organisasi Islam lainnya, terutama di zaman penjajahan.
Suasana damai penuh persatuan dan persaudaraan Islam yang telah terbina selama ini, harus kita jaga keutuhan dan kelestariannya dengan sebaik-baiknya. Karenanya kita selaku umat Islam jangan mudah terpancing oleh isu-isu negatif atau hasutan keji, ataupun fanatisme khilafiyyah, yang acap kali dilontarkan  oleh pihak luar atau oleh orang-orang Islam sendiri yang ekstrim dan berwawasan sempit.
Apakah pertikaian masalah khilafiyah masih layak ditolerir dan diberi tempat dalam kancah perjuangan umat Islam? Hal ini perlu ditanyakan, sebab selama ini masih banyak terlihat sikap yang ditampilkan oleh sebagian orang Islam adalah saling menjelek-jelekkan  di antara sesama muslim. Sampai-sampai akibat fanatisme yang berlebihan terhadap golongan dan madzhabnya itu, ada orang yang lancang memutlakkan jatuhnya siksa Allah kepada mereka yang bukan aliran atau golongannya. Seakan-akan ia berani membatasi rahmat dan kasih sayang Allah. Padahal Allah sendiri menyatakan”Rahmatku mengalahkan amarah-Ku.”
Diantara akhlak dasar yang penting dalam pergaulan sesama umat Islam adalah berprasangka baik kepada orang lain dan mencopot kacamata hitam ketika melihat amal-amal dan sikap-sikap orang lain yang berbeda. Akhlak dan pandangan seorang mukmin tidak boleh didasarkan pada prinsip memuji diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Allah melarang kita menyucikan diri sendiri, sebagaimana Firman Allah dalam surat. An Najm: 32:

الذين يجتنبون كبائر الإثم والفواحش إلا اللمم إن ربك واسع المغفرة هو أعلم بكم إذ أنشأكم من الأرض وإذ أنتم أجنة في بطون أمهاتكم فلا تزكوا أنفسكم هو أعلم بمن اتقى




“(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”

Allah mengecam orang-orang Yahudi yang menganggap suci dirinya sendiri ketika mereka berkata:”Kami adalah anak-anak Allah dan para kekasih-Nya.”
Firman Allah:

ألم تر إلى الذين يزكون أنفسهم بل الله يزكي من يشاء ولا يظلمون فتيلا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun.”(Q.S. An Nisa :49)

Jamaah jumat rahimakumullah
Seorang mukmin seperti dikatakan oleh para Ulama Salaf harus bersikap lebih keras mengadili diri sendiri ketimbang mengadili penguasa yang dzalim atau teman yang bakhil, artinya seorang mukmin didalam ketajamannya mengkritik dan mengadili orang lain harus dibarengi dengan ketajaman mengkritik dan mengadili dirinya sendiri. Dimana Ia selalu menuduh dirinya sendiri, tidak memberikan toleransi kepada dirinya dan tidak mencari-cari dalih atas kesalahan-kesalahannya. Ia selalu dihantui oleh rasa kurang dan kurang dalam melaksanakan perintah-perintah Allah dan menunaikan hak-hak  hamba Allah. Ia mengamalkan kebaikan dan bersungguh-sungguh dalam ketaatan seraya berkata: ”Aku takut Allah tidak akan menerimanya karena Dia hanya menerima amalan orang-orang yang bertaqwa. Adakah aku termasuk salah seorang di antara mereka???
            Disamping itu seorang muslim hendaknya senantiasa mencarikan alasan bagi kesalahan-kesalahan saudaranya sesama muslim dan orang-orang yang berjuang bersama-sama untuk membela agama Allah. Ia selalu mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh sebagian salaf yang solih (Salafus-sholih): ”Aku mencarikan alasan bagi kesalahan saudaraku sampai tujuh puluh alasan, kemudian aku katakan lagi; barangkali dia punya alasan lain yang tidak aku ketahui”

Sidang jumat rahimakumullah.
Diantara cabang iman yang terbesar ialah: Berprasangka baik kepada Allah dan hamba-Nya (manusia). Dan Kebalikannya ialah: Berprasangka buruk kepada Allah dan hamba-Nya (manusia). Prasangka buruk merupakan perangai jahat yang dikecam oleh Al Qur’an dan Sunnah.
Pada dasarnya kita harus menempatkan seorang muslim sebagai seorang yang solih dan tidak berprasangka buruk kepadanya. Kita harus selalu menanggapi semua yang dilakukannya dengan tanggapan yang baik, sekalipun nampak kelemahannya, demi untuk memenangkan sisi kebaikan atas sebuah keburukan.
Firman Allah dalam surat Al-Hujurot ayat 12 :


يا أيها الذين آمنوا اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم ولا تجسسوا ولا يغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه واتقوا الله إن الله تواب رحيم

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang”.(QS Al hujurat: 12).

Makna prasangka dalam ayat ini ialah prasangka buruk yang tidak didasarkan pada bukti yang nyata.  Nabi saw bersabda:



“Jauhilah prasangka (jelek), karena sesungguhnya prasangka jelek itu merupakan omongan yang paling dusta” (HR. Bukhari dan Muslim)

Seorang muslim apabila mendengar tentang kejelekan saudaranya, hendaknya ia mengusir gambaran buruk dari benaknya dan menyimpan/merahasiakan kejelekan saudaranya itu dan tidak berprasangka kecuali dengan prasangka yang baik (berhusnudzan), sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nur ayat 12 tentang kontek “berita dusta”

لولا إذ سمعتموه ظن المؤمنون والمؤمنات بأنفسهم خيرا وقالوا هذا إفك مبين

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui”.

Sidang jumat rahimakumullah.
Seseorang muslim tidak boleh memperturutkan bisikan syaitan dalam menimbulkan prasangka buruk kepada sesama kaum muslimin. Yang harus dilakukan seorang muslim adalah ia harus mencarikan berbagai alasan dan jalan keluar dari kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan, dan tidak membesar-besarkannya. Karena sesungguhnya orang yang paling dimurkai  Rasulullah SAW dan yang paling jauh tempat duduknya dari Nabi SAW pada hari kiamat ialah orang-orang yang menceritakan kesalahan-kesalahan orang yang tidak bersalah kepada orang lain.
Apabila ada seorang muslim melakukan suatu amalan yang mengandung satu sisi kebenaran dan duapuluh sisi keburukan maka amalan tersebut harus ditafsiri dengan sisi kebaikannya itu. Jika tidak ditemukan sisi kebaikannya, seyogyanya tidak bertindak gegabah dan terburu-buru melontarkan tuduhan. Karena mungkin saja tidak lama lagi sisi kebaikan itu akan nampak baginya. Tepatlah apa yang dikatakan seorang penyair:



“Hati-hati jangan terburu-buru mencela saudara
Siapa tahu dia mempunyai alasan atas celaanmu itu”.

Diantara hal yang harus dihindari ialah tuduhan terhadap niat dan vonis atas sesuatu yang terdapat di dalam hati, yang kebenarannya hanya diketahui oleh Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Kita harus betul-betul mengedepankan sikap berprasangka baik  dan tidak mengikuti prasangka buruk, karena prasangka buruk tidak ada gunanya sama sekali. Yang akan timbul jika kita mengedepankan prasangka buruk terhadap orang lain adalah timbulnya perpecahan dan rusaknya nilai ukhuwah.
Demikianlah yang menjadi kewajiban atas setiap muslim, terutama para da’i dan aktivis Islam yang senantiasa mengajak semua orang kepada Islam serta berkorban di jalan-Nya. Semoga ini dapat  menjadi bahan renungan dan tadzkir bagi kita semua untuk senantiasa waspada dan menjauhi dari sifat buruk sangka terhadap sesama muslim sebagai salah satu landasan moral dalam menanamkan adab berselisih pendapat. Sehingga diharapkan landasan ini dapat meneguhkan wawasan persatuan, mempererat nilai ukhuwah, serta toleransi yang merupakan nilai-nilai ajaran Islam yang sangat agung yang harus dimiliki dan diamalkan tidak hanya oleh umat Islam saja tapi juga oleh seluruh ummat manusia.
Materi Khutbah Jum’at, Edisi Juni 2010
Judul : UPAYA MENGGAPAI KESTABILAN IMAN














Sidang jumat rahimakumullah
Sebagai pembuka khutbah, terlebih dahulu marilah kita  panjatkan puji syukur kita hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak kenikmatan kepada kita yang tidak mungkin kita mampu menghitungnya satu persatu. Tentu saja dengan cara melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya, dan selalu berusaha untuk menjauhi segala yang dilarang-Nya, sehingga kita benar-benar akan mendapatkan derajat taqwa disisi-Nya.
Salawat dan salam semoga terlimpah curah kepada Nabi besar Muhammad SAW. Kepada para keluarga, sahabat, tabiin, para tabiit-tabiin dan semoga pula senantiasa terlimpah kepada kita selaku pengikutnya yang setia sampai datangnya hari qiamat dan semoga kita mendapatkan syafa’at beliau kelak Amiin.

Jamaah jumat rahimakumullah
            Perkenankanlah pada kesempatan khutbah siang ini khatib menyampaikan sebuah judul  : “UPAYA MENGGAPAI KESTABILAN IMAN”.
Pada hakikatnya, tidak ada seorang manusia pun yang tidak pernah berbuat salah dan dosa. Ada ungkapan yang menyatakan :

Yang artinya “Manusia itu tempatnya salah dan lupa”. Hal ini banyak disinggung oleh Rasulullah saw dalam beberapa haditsnya. Karenanya, iman seorang mukmin tidaklah stabil, selalu naik turun (fluktuatif). Berbeda dengan imannya para malaikat yang stabil dan tidak  pernah berubah. Atau berbeda dengan para iblis yang bisa dikatakan imannya berada pada tingkatan yang paling rendah.
Pada saat manusia berada pada puncak keimanan, ia akan bisa mengungguli keimanan para malaikat. Namun ketika imannya rendah, ia bisa lebih rendah dari pada iblis. Dalam al-Qur’an Alah swt berfirman :
ولقد ذرأنا لجهنم كثيرا من الجن والإنس لهم قلوب لا يفقهون بها ولهم أعين لا يبصرون بها ولهم آذان لا يسمعون بها أولئك كالأنعام بل هم أضل أولئك هم الغافلون
Sesungguhnya akan kami isi api neraka jahanam dengan kebanyakan jin dan manusia, karena mereka mempunyai hati tapi tidak digunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak digunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak digunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS.Al-A’rof / 7 : 179)
           
Ketika iman berada pada titik nadinya yang paling mengkhawatirkan, disinilah dosa-dosa itu bermunculan bagaikan jamur di musim hujan. Dalam kondisi seperti ini, Allah SWT menegur hamba-Nya untuk segera bertaubat. Karena dengan taubat itulah seorang manusia yang telah berbuat dosa akan mendapatkan ampunan-Nya, sehingga kembali ke level iman tertingginya. Firman Allah SWT :

قل يا عبادي الذين أسرفوا على أنفسهم لا تقنطوا من رحمة الله إن الله يغفر الذنوب جميعا إنه هو الغفور الرحيم
Katakanlah (wahai Muhammad), Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian semuanya jika bertobat. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.”
 (QS. Az-Zumar / 39 : 53)  

Jamaah jumat rahimakumullah
Iman bagi seorang hamba mempunyai kedudukan yang tinggi dan luhur. Setiap kebaikan dunia dan akhirat tergantung pada kebaikan dan kesempurnaan iman. Betapa banyak mamfaat yang melimpah, serta kebaikan yang mengalir tanpa henti karena keimanan. Dari sini, kaum muslimin berlomba-lomba untuk menjaga, memurnikan dan menyempurnakan imannya.
Dalam al-Qur’an dan al-Hadits, banyak dalil-dalil yang menjelaskan tentang kondisi keimanan yang selalu naik turun / fluktuatif. Allah swt berfirman :

ليزدادوا إيمانا مع إيمانهم

“Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang sudah ada)”. (QS. Al-Fath / 48 : 4).
           
Lalu bagaimana agar keimanan kita tetap stabil ? Rasulullah saw menasihati kita untuk selalu menjaga kondisi keimanan kita dari perbuatan dosa dan maksiat. Dalam haditsnya beliau bersabda yang artinya :
“Tiga hal yang merupakan sumber segala dosa. Dan kita harus menghindari dan berhati-hati terhadap ketiganya. Pertama hati-hati terhadap keangkuhan, karena keangkuhan menjadikan iblis enggan bersujud keada Adam (menentang perintah Allah),. Kedua berhati-hatilah terhadap tamak / rakus, karena ketamakan mengantar Adam memakan buah terlarang. Dan ketiga berhati-hati terhadap iri hati / dengki / hasad, karena kedua anak Adam (Qabil dan Habil) salah seorang diantara keduanya membunuh saudaranya akibat dorongan hasad”. (HR. Ibnu Asakir)

Jamaah jumat rahimakumullah
Selain ketiga nasihat Rasul saw yang disebutkan dalam hadits tersebut, terdapat pula beberapa faktor lain yang dapat membuat keimanan kita selalu stabil yaitu :
1. Tadabur Al-Qur’an.
Hal ini merupakan amalan paling agung yang dapat menyebabkan bertambah kokohnya keimanan. Allah telah menurunkan Al-Qur’an sebagai penerang bagi hamba-hamba-Nya, sebagai petunjuk, rahmat, cahaya, kabar gembira dan peringatan bagi orang-orang yang mengingat-Nya.
Orang yang mentadaburi Al-Qur’an akan mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang menjadikan imannya semakin kokoh. Firman Allah SWT dalam surat Al-Anfal (8) ayat 2 yang berbunyi :

إنما المؤمنون الذين إذا ذكر الله وجلت قلوبهم وإذا تليت عليهم آياته زادتهم إيمانا وعلى ربهم يتوكلون

“Sesungguhnya orang-orang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah iman mereka dan kepada Rabb lah mereka bertawakal”.

2. Memperbanyak Do’a.
Do’a adalah permohonan kepada Allah SWT dan Dia Maha Mengetahui keinginan setiap hamba-Nya. Allah menurunkan rahmat-Nya sebelum diminta, namun Ia menyuruh manusia untuk memohon (berdo’a) kepada-Nya. Ini sebagai identifikasi bahwa manusia adalah makhluk-Nya, sebagai hamba Allah yang harus memohon dan mengikuti segala aturan-Nya agar dalam mencapai apa yang diinginkannya senantiasa berada dalam kebenaran.
Orang yang selalu berdo’a sebagai indikator / ciri hamba yang dekat  dengan Allah, dan Allah pun akan dekat dan mengabulkan do’anya. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 186 yang berbunyi :

وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوا لي وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون


“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada-Ku tentang Aku,maka jawablah bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila dia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berdo’a dalam kebenaran”.
Sebaliknya orang yang malas, tidak mau berdo’a kepada Allah termasuk orang-orang yang sombong. Dan Allah tidak menyukai orang yang sombong. Orang yang menjauh dari Allah maka Allah pun akan menjauh darinya dan tidak akan menghiraukannya. Allah berfirman :

وقال ربكم ادعوني أستجب لكم إن الذين يستكبرون عن عبادتي سيدخلون جهنم داخرين

“Dan Tuhanmu berfirman :“Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk dalam neraka jahanam dalam keadaan hina dina”.
 (QS Al-mukminun/40 : 60)

Jamaah jumat rahimakumullah
Faktor ketiga yang dapat membuat iman kita stabil adalah :  Selalu Muroqobah.
            Muroqobah adalah kondisi psikis bahwa dirinya selalu merasa ditatap, diawasi, dan dilihat oleh Allah SWT, mempunyai jiwa ihsan sehingga hidupnya selalu hati-hati dan selalu mawas diri, cepat menyadari kesalahan, kemudian mohon ampun atas dosa-dosanya dan segera memperbaiki dirinya. Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 135:

والذين إذا فعلوا فاحشة أو ظلموا أنفسهم ذكروا الله فاستغفروا لذنوبهم ومن يغفر الذنوب إلا الله ولم يصروا على ما فعلوا وهم يعلمون
“Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat kepada Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”.

Apabila seseorang dalam menjalani kehidupan ini selalu merasakan bahwa Allah SWT selalu melihatnya, selalu mengawasinya, maka insya Allah setiap perbuatannya akan selalu berada dijalan-Nya dan akan cepat melihat kesalahan dirinya apabila melakukan kesalahan dan kembali kepada jalan yang Allah ridhoi.
4. Menghadiri Majlis Taklim.
            Majlis taklim merupakan cara yang efektif dilakukan Rasulloh saw untuk menyampaikan wahyu dalam rangka pembinaan terhadap para sahabatnya. Dalam majlis taklim itulah, pemecahan setiap masalah menyangkut keagamaan dapat diselesaikan. Dalam perkembangannya, majlis taklim tidak hanya menjadi lembaga pentransper ilmu saja, akan tetapi telah melakukan perubahan-peubahan sampai pada peningkatan kualitas kaum mukminin yang meliputi berbagai dimensi, diantaranya dimensi kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) maupun psiko motorik (terampil), sehingga nilai-nilai Islam dapat diaplikasikan dalam kehidupan, baik individu maupun sosial.
Hal ini ditunjang beberapa dalil, salah satunya adalah firman Allah dalam surat An-Nahl/16 ayat 43 :
فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون

“Maka bertanyalah keada ahludz-dzikri (ahli ilmu atau ulama) jika kamu tidak mengetahui”.

Dalam sebuah haditsnya Rasulullah saw bersabda yang artinya :
“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berkeliling, mereka mengikuti majlis-majlis dzikir (ilmu). Apabila meeka menemui majlis yang didalamnya ada dzikri, maka mereka duduk bersama-sama dengan orang yang berdzikir, mereka mengelilingi para jama’ah dengan sayap-sayap mereka sehingga memenuhi ruangan antara mereka dengan langit dunia, jika para jama’ah selesai maka mereka naik ke langit”
(HR. Muslim).

            Demikianlah ke-empat hal yang dapat membuat iman kita stabil dimana kestabilan iman menjadi dambaan setiap mukmin. Semoga kita mampu mengokohkan keimanan kita dengan menjalankan ke-empat hal tersebut dalam kehidupan kita sehingga harapan kita untuk dapat menggapai kestabilan iman dapat tercapai, dan semoga Allah SWT senantiasa menjaga kita dari berbagai godaan syaitan yang terkutuk yang selalu menjerumuskan manusia untuk berbuat maksiat dan menentang Allah untuk dijadikan teman penghuni neraka di yaumil-qiyamah kelak. Akhirnya hanya kepada-Nya lah kita semua bertawakal.










Materi Khutbah Jum’at, Edisi Juli 2010
Judul : Peringatan Isra’ Mi’raj;
             Hikmah dan Kedudukan Shalat Dalam Islam















Sidang jumat rahimakumullah
Sebagai pembuka khutbah, terlebih dahulu marilah kita  panjatkan puji syukur kita hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak kenikmatan kepada kita sebagai wujud syukur kita kepada-Nya. Tentu saja dengan cara melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya, dan selalu berusaha untuk menjauhi segala yang dilarang-Nya, sehingga kita benar-benar akan mendapatkan derajat taqwa disisi-Nya.
Salawat dan salam semoga terlimpah curah kepada Nabi agung Muhammad SAW. Kepada para keluarga, sahabat, tabiin, para tabiit-tabiin dan semoga pula senantiasa terlimpah kepada kita selaku ummatnya yang insya Allah senantiasa setia dan istiqomah sampai datangnya yaumul-qiyamah dan semoga kita akan mendapatkan syafa’at beliau kelak Amiin.

Jamaah jumat rahimakumullah
Perkenankanlah pada kesempatan khutbah siang ini, dalam rangka memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW 1431 H, khatib menyampaikan sebuah judul  : “Hikmah dan Kedudukan Shalat Dalam Islam”.
               Saat ini, tanpa terasa kita sudah berada di penghujung bulan Rojab, bulan dimana diyakini oleh umat Islam sebagai salah satu bulan yang memiliki banyak keutamaan. Karena didalamnya terdapat sebuah peristiwa penting yang terjadi pada tanggal 27 rajab tahun ke-XII dari kerasulan, yakni peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW, yang merupakan peristiwa spiritual terbesar dalam sejarah umat manusia. 
            Sebuah peristiwa yang sangat menakjubkan alam pikiran manusia sepanjang masa. Peristiwa tersebut senantiasa mengundang perhatian manusia, sebab peristiwa tersebut terjadi  dalam waktu yang relatif sangat singkat yaitu selama dua pertiga malam antara waktu ‘Isya dan menjelang subuh.
            Dikisahkan bahwa setelah  melaksanakan tugas Isra’ dari masjidil Haram ke masjidil Aqsha, beliau segera dinaikkan  ke alam malakut, menerobos lapisan-lapisan planet di gugusan tata surya, kemudian langsung menuju ‘Arasy Rahman  di Sidratul Muntaha menghadap Allah dan menerima perintah shalat fardhu lima kali sehari semalam, yang pada awalnya sebanyak lima puluh kali dalam sehari-semalam.
            Perjalanan Isra’ Mi’raj adalah suatu proses Ilahiyah yang secara khusus ditujukan kepada Rasul-Nya tercinta  Muhammad SAW. Itulah sebabnya peristiwa luar biasa tersebut merupakan ultimate absolut, tidak terkait kepada ruang dan waktu, sebab kejadiannya sendiri berada dalam lingkaran “God Logic”(Kekuasaan Allah) yang tidak terjangkau oleh kemampuan “Man Logic” (Kemampuan manusia) dimana daya mampu manusia itu sendiri sangat terbatas oleh ruang dan waktu. Dan tidak ada seorang manusia pun yang dapat melakukannya tanpa ketentuan dan kemahabesaran-Nya. Firman Allah SWT :

“Hai sekalian jin dan manusia, seandainya kamu mampu menembus lapisan planet mengarungi ruang angkasa dan bumi dengan segala keunikannya itu, maka lakukanlah. Namun kamu tidak dapat melintasinya kecuali dengan kekuatan tertentu (Q.S. LV : 33)”
            Itulah sebabnya Allah SWT menegaskan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj itu suatu Mukjizat sebagaimana yang diungkapkan dalam Surat Isra’ ayat 1 yang berbunyi:







Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada  malam hari, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya. Untuk Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”

            Dalam bahasa Al Qur’an, setiap kalimat yang diawali dengan kata “Subhaana” yang berarti “Maha Suci Allah”, menunjukan bahwa masalah yang akan disampaikan adalah luar biasa bagi manusia dan bukan bagi Allah yang Maha Bijaksana. Begitu pula kata “Asra” yang berarti “Memperjalankan”, Subjeknya  justru Allah SWT, sedangkan Objeknya adalah Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian jelaslah bahwa peristiwa itu bukanlah berdasarkan kemauan dan kemampuan manusia atau pribadi Nabi Muhammad SAW sendiri, tetapi semata-mata berkat kodrat dan iradat Allah semata Yang Maha Kuasa. Semuanya itu untuk memperlihatkan sebagian tanda-tanda kemaha besaran-Nya yang tak terbatas.
Jamaah jum’ah rahimakumullah
            Terdapat banyak hikmah dibalik peristiwa Isra’ Mi’raj yang dibalik kejadian tersebut, menuntut adanya aktualisasi dan pengejawantahan dalam bentuk tafsir perilaku dari segenap umat Islam. Terutama bagi masyarakat Indonesia dengan jumlah penganut Islam terbesar didunia, aplikasi moral dari peristiwa Isra’ Mi’raj ini menjadi sangat penting, terkait dengan pernyataan bahwa segala peristiwa yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW merupakan tauladan yang harus diterjemahkan dalam kehidupan keseharian umatnya selaku orang yang beriman.
            Tegasnya, peristiwa Isra’ Mi’raj yang telah menyejarah, menyimpan pendidikan moral yang sangat agung bagi manusia. Untuk lebih jelasnya berikut sebagian dari beberapa simbol dan pelajaran dari kisah isra’ mi’raj :
1. Pembelahan dada Rasulullah. Bahwa pembelahan dada dan pengisian Iman, Ilmu dan Hikmah/Kebijaksanaan bagi kita semua, tidaklah  harus diartikan secara harfiyah. Sebab iman,ilmu dan hikmah, kasih sayang, kepasrahan dan sebagainya bukanlah urusan benda kasar badaniyah. Ini dapat kita pahami sebagai suatu sikap pembedahan jati diri manusia untuk memelihara diri dari kotoran hawa nafsu dan gangguan-gangguan syaitan sebagaimana yang biasa terjadi pada diri manusia. Dalam arti, untuk bisa bermi’raj kehadirat Allah, seseorang hamba harus dilapangkan  dan dipenuhi dengan semangat keimanan dan kebijaksanaan, disamping keislaman, keikhlasan, ilmu dan kelembutan. Hal ini sangat penting bagi kita, karena dalam rangka mempersiapkan diri untuk menerima segenap perintah Allah dengan ikhlas dan tetap istiqamah.
2.  Bahwa yang diwahyukan dalam isra’ mi’raj di sidratul muntaha meliputi tiga hal yaitu tentang kewajiban melaksanakan shalat, tentang dua ayat terakhir dari surat al Baqarah dan tentang keampunan Allah bagi para umatnya yang mengerjakan dosa-dosa besar, selain dari dosa syirik. Dengan demikian tiga pilar inilah yang harus selalu dijadikan acuan dalam pembentukan watak kepribadian seseorang.
3. Rasul saw mendengar gerak pena yang selalu mencatat segala kejadian. Ini memberikan nasihat kepada kita bahwa Allah tidak akan lalai atau alpa sedikitpun dari segala apa yang kita perbuat, bahkan apa yang kita pikir dan kita rasakan pun tidak akan bisa terlepas dari pengawasan Allah. Disinilah pentingnya sikap Muroqobatulloh (merasa diawasi oleh Allah) dalam diri kita, untuk selalu merasakan kehadiran allah dalam setiap detak kehidupan kita.
4. Perjalanan Nabi dalam Isra dimulai dari masjid dan berakhir pada masjid. Ini mengisyaratkan bahwa dalam menjalani hidup,  harus selalu menekankan prinsip dari masjid menuju masjid. Dalam arti bahwa konsepsi ibadah serta mempersembahkan segalanya kepada Allah harus dijadikan prinsip dasar proses ketundukannya kepada Allah.

Dari semua nilai tersebut, tentu kuncinya adalah shalat, yang kemudian dikenal dengan konsep al shalatu mi’rajul mu’minin (shalat adalah mi’rajnya orang-orang mu’min) artinya bahwa dengan menjalankan ibadah shalat, seorang mu’min dapat menempuh jalan ruhani, bangkit ke alam ilahiyah.
Jamaah jum’ah rahimakumullah
Peringatan Isra’ Mi’raj yang setiap tahun diperingati adalah sekaligus memperingati  “Superwalat” (Surat perintah wajib shalat) sebab  pada kesempatan itu Allah sengaja memanggil beliau (Nabi Muhammad saw) ke ‘Ufuqil A’la” untuk menerima perintah wajib shalat bagi seluruh umat Islam. Perintah shalat ini memang lain dari ketentuan ibadah lainnya, sebab kewajiban-kewajiban mukmin yang pokok seperti puasa pada bulan Ramadhan, zakat, haji dan lain-lain, cukup disampaikan melalui malaikat Jibril. Namun mengenai perintah shalat ini beliau langsung menerimanya dari Allah SWT yaitu pada kesempatan Isra’ Mi’raj. Kenyataan demikian membuktikan kepada umat Islam, begitu pentingnya ibadah shalat dan fungsinya dalam rangka pengabdian kita kepada-Nya.
Berikut beberapa hikmah dan kedudukan shalat dalam Islam :
a. Shalat adalah ibadah pertama yang diwajibkan Allah kepada  umat Islam ketika Nabi SAW masih berada di Mekah, sedangkan ibadah-ibadah lainnya diwajibkan setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Karena shalat adalah  tiang pokok agama Islam, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. :”shalat  itu adalah tiang agama. Barang siapa yang mendirikannya berarti ia telah mendirikan agama dan barang siapa yang meninggalkannya berarti ia telah turut menghancurkan agamanua sendiri”.
b. Ibadah shalat adalah ibadah yang pertama kali diperhitumgkan/dihisab dihari kiamat kelak. Dalam sebuah hadits Rasulullah telah bersabda sebagai berikut:
     “Ibadah yang pertama kali  dihisab allah kepada seorang hamba dihari kiamat nanti ialah ibadah shalatnya. Jika hasil ibadahnya itu baik, tentu akan baik pula seluruh amaliahnya yang lain, begitu pula sebaliknya jika hasil ibadah shalatnya itu tidak sempurnna/jelek, maka rusak pula seluruh amaliah yang lain.”
c.  Ibadah shalat dapat mencegah dari perbuatan yang keji dan munkar. Firman Allah :
“Bacalah dengan apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-kitab (al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar (QS al Ankabut: 45)
d.  Ibadah shalat sebagai sarana untuk mengingat Allah secara formal.
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak) selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (Q.S. Thaha: 15). Dengan senantiasa mengingat Allah SWT melalui shalat, maka akan membuahkan ketenangan bathin dan ketentraman jiwa sebagaimana firman-Nya : “:”Ketahuilah, hanya dengan  selalu ingat kepada Allah itulah hati nurani menjadi tentram.”
e. Ibadah shalat mendidik manusia untuk JUJUR dan DISIPLIN. Karena dalam shalat telah ditentukan waktunya, diatur gerakannya, diatur bacaannya, sehingga dalam pelaksanaan shalat, terutama dalam shalat jama’ah, akan terlihat kedisiplinan, kekompakan dan ketaatan yang tinggi antara imam dam makmum.
f. Ibadah shalat sebagai ibadah yang paling utama dibanding ibadah yang lain. Firman Allah SWT :
“Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al Ankabut 45)

Demikianlah, jika kita mampu menyimak pesan-pesan yang tersembunyi dari kisah peristiwa isra’ mi’raj, dan mampu menerapkan dalam setiap aspek kehidupan, maka insya Allah kita akan memperoleh sebuah pola kehidupan yang baik. Oleh karenanya, mari kita jadikan  hidup kita indah dengan dua sendi pokok yaitu : budaya minal masjid ilal masjid dalam sisi lahiriyah, dan minas shalat ilash shalat dari sisi batin, mental dan moral. Semoga kita mampu mengambil hikmahnya. Amin Ya Robbal’alamiin.

































Sidang jumat rahimakumullah
Sebagai pembuka khutbah, terlebih dahulu marilah kita  panjatkan puji syukur kita hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan banyak kenikmatan kepada kita sebagai wujud syukur kita kepada-Nya, tentu saja dengan cara melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya, dan selalu berusaha untuk menjauhi segala yang dilarang-Nya, sehingga kita benar-benar akan mendapatkan derajat taqwa disisi-Nya dan meraih kenikmatan syurga-Nya Insya Allah…
Tak lupa Salawat dan salam semoga terlimpah curah kepada junjunan dan teladan kita Nabi agung Muhammad SAW. Kepada para keluarga dan para sahabatnya, para tabiin dan para tabi’it-tabi’in dan semoga senantiasa terlimpah pula kepada kita selaku ummatnya yang insya Allah senantiasa setia dan istiqomah dalam menjalankan ajarannya sampai datangnya yaumul-qiyamah nanti dan semoga kita akan mendapatkan syafa’at beliau kelak Amiin…

Jamaah jumat rahimakumullah
Perkenankanlah pada kesempatan khutbah siang ini, khatib menyampaikan sebuah judul  : “PERSIAPAN MENYAMBUT RAMADHAN”
Bulan Sya’ban sebentar lagi akan kita akhiri. Dan bulan Ramadhan pun akan segera datang menghampiri kita. Terkait dengan bulan-bulan yang mulia ini, Rasulullah saw. secara khusus memanjatkan sebuah do’a :

أ للهم با رك لنا فى رجب وشعبان وبلغنا رمضان وحصل مقا صد نا
Ya  Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan pada bulan Sya’ban ini; dan     sampaikanlah diri kami pada bulan Ramadhan; dan tunaikanlah keinginan-  keinginan kami” (HR Ahmad)

Datangnya Ramadhan bagi kita selaku seorang Mukmin adalah laksana ‘kekasih’ yang sangat kita rindukan. Ketika ’kekasih’ akan datang, maka dengan sukacita kita akan berupaya untuk menyiapkan segala sesuatu yang dapat mengantarkan perjumpaan kita dengannya menjadi penuh makna, penuh kesan dan senantiasa melahirkan harapan-harapan yang mulia.
Ramadhan merupakan cakrawala curahan karunia Allah SWT karena semua aktivitas kita selaku orang yang beriman pada bulan ini dinilai sebagai ibadah. Di bulan ini nafas-nafas kita menjadi tasbih, tidur kita menjadi ibadah, amal-amal sholeh kita diterima dan do’a-do’a kita diijabah. Kecil yang dilakukan tetapi besar pahalanya di sisi Allah SWT. Ringan yang dikerjakan, namun berat timbangan di hadapan Allah SWT. Apalagi jika amal yang besar dan berat, tentu akan mampu melesatkan kita ke derajat yang mulia yakni derajat mutaqin dan meraih kenikmatan surga-Nya. 

               Jamaah jumat rahimakumullah
               Sebagai seorang mukmin yang cerdas, kita memerlukan strategi dalam beramal, dengan tujuan selain agar apa yang kita lakukan akan mendapatkan nilai ibadah di sisi Allah SWT, juga bertujuan untuk memperoleh ilmu yang maksimal di bulan Ramadhan yang penuh rahmat ini.
            Berikut ada  5 (Lima) langkah yang dapat kita lakukan dalam mempersiapkan dan menyambut bulan Ramadhan yang mulia yaitu:

1.  Berdo’a.  Kita memohon agar Allah swt. memberikan kesempatan kepada kita untuk dapat bertemu kembali  dengan bulan Ramadhan yang mulia dalam keadaan sehat wal ‘afiat. Karena dalam keadaan sehat, insya Allah kita dapat melaksanakan ibadah secara maksimal, baik ibadah puasanya, ibadah shalatnya, tadarus al-Qur’annya, dzikirnya dan ibadah-ibadah sosial lainnya.  Dalam hal ini kita ikuti para salafush-shalih yang selalu memohon kepada Allah agar diberikan karunia di bulan Ramadhan, dan selalu berdoa agar Allah menerima amal ibadah mereka. Dan bila telah masuk awal bulan Ramadhan, mereka pun berdoa kepada Allah SWT :  

أللهم احله علينا بالأمن والأيمان والأسلام والسلامة والتوفيق لما تحبه

وترضى
           
            “Ya Allah, karuniakan kami pada bulan ini keamanan, keimanan, keselamatan       dan      keislaman, dan berikanlah kepada kami taufik agar kami mampu      melakukan amalan      yang Engkau cintai dan Engkau ridhoi “.

2. Bersyukur atas karunia Ramadhan yang kembali dianugrahkan Allah SWT.
Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar mengatakan : ”Dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan untuk bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur; dan memuji Allah dengan pujian yang sesuai dengan keagungannya”.
            Diantara nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada kita adalah ketika kita diberikan kemampuan untuk melakukan ibadah dan ketaatan kepada-Nya. Maka, ketika Ramadhan telah tiba dan kita masih dianugrahkan karunia bertemu dengan bulan Ramadhan dalam kondisi sehat wal’afiat, kita harus bersyukur dengan memuji-Nya sebagai refleksi  syukur kita atas karunia dan nikmat sehat yang telah Ia berikan.  
Hal ini selaras dengan definisi syukur yaitu :    تصرف النعمة لرضاء الله تعالى
“Menggunakan nikmat yang telah dianugrahkan Allah SWT dengan tujuan untuk mengharap ridho Allah semata”. Dan refleksi syukur tidaklah cukup hanya dengan Syukur bil-lisan seraya mengucap ‘Tahmid / Hamdalah’, tetapi yang terpenting adalah Syukur bil-hal yakni syukur dengan amal perbuatan yang dapat menjadi sarana kita untuk bertaqorrub kepada Allah SWT. Insya Allah dengan banyak bersyukur dengan sebenar-benarnya syukur, janji Allah berupa tambahan rizki yang berlipat ganda akan kita peroleh. Sebaliknya Allah menjanjikan adzab yang pedih bagi orang yang kufur atas nikmat-Nya sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ibrahim : 7. Bahkan Allah SWT berfirman dalam QS. Saba : 13 bahwa sedikit sekali hamba-Nya yang pandai bersyukur. Mengapa ?  Karena banyak yang tidak memahami betul tentang makna dan hakikat syukur yang menurut Imam Al-Ghozali harus memenuhi tiga rukun syukur, yaitu Ilmu, Tingkah laku (action) dan amal perbuatan.

            Jamaah jumat rahimakumullah
Langkah ketiga yang harus kita lakukan dalam menyambut bulan Ramadhan adalah : Bergembira / bersuka cita menyambut Ramadhan.  Rasulullah SAW memberikan contoh mengenai sikap kita dalam menyambut Ramadhan yaitu dengan meluapkan rasa gembira, berlapang dada dan berlepas rindu disertai keimanan kepada Allah SWT. Beliau selalu memberikan kabar gembira kepada para shahabat setiap kali datang bulan Ramadhan. Dalam haditsnya beliau bersabda :

جاء الشهر الرمضان سيد الشهور بالبر كات فمرحبا وسهلا واكرم بها

 من زائر حوات

“Telah datang bulan Ramadhan, induk dari segala bulan dengan membawa banyak berkah. Maka kita ucapkan selamat datang dan muliakanlah ia sebagaimana (kita muliakan) tamu yang berkunjung kepada kita”.

Demikian seruan Rasulullah SAW kepada segenap kaum muslimin dalam menyambut bulan yang sangat mulia ini. Seruan Rasulullah SAW tersebut biasa beliau ikuti dengan suruhan / perintah kepada segenap kaum muslimin untuk melaksanakan puasa di bulan Ramadhan sebagai sebuah kewajiban dan sebuah ketaatan kepada-Nya sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 183 :

يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم

لعلكم تتقون

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.

4. Merancang Agenda Kegiatan Ramadhan. Langkah ini bertujuan untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadhan, dengan bertekad mengisinya dengan ketaatan kepada Allah SWT. Karena itu, isilah setiap detiknya dengan amalan yang berharga (misal : shalat, dzikir, tadarus al-Qur’an, puasa, zakat, infak/shodaqoh dll) yang dapat membersihkan diri/ dan iwa kita sehingga akan semakin bertaqarub kepada-Nya. Dan bertekadlah untuk meninggalkan segala dosa dan kebiasaan buruk. Bertaubatlah secara benar (taubatan nasuha) dari segala dosa dan kesalahan karena Ramadhan adalah bulan taubat. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :

وتوبوا إلى الله جميعا أيها المؤمنون لعلكم تفلحون
           
            “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang       beriman, supaya             kamuberuntung.”[Q.S.An-Nur(24):31]

5. Menyiapkan jiwa dan ruhiyah kita yang akan mendukung proses tadzkiyatun-nafs (penyucian diri). Maka sebelum datang bulan Ramadhan mari kita sucikan jiwa kita dengan saling memaafkan (Taghoffur). Dan jangan lupa pelajarilah dan pahamilah hukum-hukum semua amalan ibadah khususnya seputar ibadah puasa di bulan Ramadhan, karena wajib hukumnya bagi setiap mukmin beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan segala sesuatu yang berhubungan dengan puasa sebelum Ramadan tiba agar puasa kita benar dan sesuai dengan syari’at Allah SWT sehingga amal ibadah kita diterima Allah SWT.
Maka janganlah bosan untuk menghadiri majelis-majlis ilmu di manapun dan ke siapapun sehingga secara mental insya Allah kita siap untuk dapat melaksanakan segala ketaatan di bulan Ramadhan yang teramat mulia ini dimana setiap amal yang kita lakukan nilainya berlipat ganda.
            Jamaah jumat rahimakumullah
            Satu hal yang juga penting untuk kita tanamkan dalam diri kita adalah sikap istiqomah. Artinya apa yang dapat kita lakukan di bulan Ramadhan harus pula kita lakukan di bulan-bulan yang lainnya meskipun frekuensinya relatif sedikit. Sebagai contoh di bulan Ramadhan kita dapat melaksanakan shalat malam (Tarawih), maka di luar Ramadhan kita pun tetap dapat melaksanakan shalat malam (Tahajud) walau hanya dua rakaat, begitu pun dengan tadarus al-Qur’an jika di bulan Ramadhan dalam sehari kita dapat membacanya sebanyak satu juz, maka di luar Ramadhan  pun kita tetap membacanya walaupun hanya satu ayat. Insya Allah akan ada keberkahan di balik amalan yang sedikit itu jika dilakukan secara kontinyu / istiqomah. Dengan begitu kita tidak termasuk orang-orang yang memutuskan (merusakkan) pahala amalan ibadah sebagaimana yang dinyatakan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Muhammad ayat 33 :

يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول ولا تبطلوا أعمالكم
           
            “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada         Rasul   Allah, dan janganlah kamu memutuskan pahala amal-amalmu”.

Sungguh merupakan pembatalan amal, ketika kita telah ditarbiyah di bulan Ramadhan, namun kita tidak termotivasi untuk mempertahankan apalagi meningkatkan ghirah kita dalam beramal ibadah di bulan-bulan lain di luar Ramadhan. Jangan sampai ketika Ramadhan berakhir, berakhir pula semua agenda kegiatan amal yang telah dilakukan. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang  senantiasa istiqomah di jalan-Nya.  Amiin.
Demikianlah, lima langkah yang dapat kita lakukan dalam menyambut bulan suci Ramadhan, sehingga Ramadhan yang hanya datang sekali dalam setahun dapat betul-betul bermakna, bermamfaat dan menghasilkan out put yang positif bagi kita. Semoga kita bisa menjadikan Ramadhan sebagai barometer  dalam beramal ibadah di bulan-bulan yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar