Kamis, 24 April 2014

MATERI PEMBINAAN KELUARGA SAKINAH; PEMBERDAYAAN PEREMPUAN



Tema : Seratus Tahun Kebangkitan Perempuan Indonesia

NASIB PEREMPUAN DARI MASA KE MASA
            Kalau kita amati dewasa ini, hampir tak ada lagi pekerjaan pria yang tidak dapat dilakukan oleh perempuan, walaupun tidak semua perempuan dapat melakukannya. Sangat kontras dengan nuansa tahun delapan puluhan, dimana kaum perempuan hanya sebatas rumah dan pasar - sebuah lingkaran sempit - karena kaum perempuan dianggap mustahil dapat mengerjakan apa yang dilakukan laki-laki dengan alasan lemah fisik dan mental sesuai kodratnya. Namun saat ini, hal itu bukan lagi sesuatu yang mustahil karena kaum perempuan mempunyai kemampuan untuk melakukannya  di abad modern ini.
Hal ini disebabkan karena kemajuan IPTEK dan perkembangan budaya dalam masyarakat. Saat ini, kaum perempuan tidak lagi terkungkung oleh lingkaran yang sempit itu. Namun sebaliknya mampu mendobrak lingkaran yang kokoh. Meski tidak ada keinginan bagi kaum perempuan untuk meninggalkan kodratnya, karena yang ada hanyalah keinginan untuk mencari dan memperoleh suatu hal yang baru yang membuat mereka dapat menghasilkan karya nyata sebagaimana yang dapat dilakukan oleh kaum laki-laki. Sehingga saat ini kaum perempuan dapat dikatakan setara dengan kaum laki-laki dan dapat menjadi mitra sejajar bagi kaum laki-laki.
Nasib Perempuan Masa Pra-Islam
Sejarah mencatat bahwa jauh sebelum datangnya Islam, dunia telah mengenal adanya dua peradaban besar (Yunani dan Romawi) dan dua agama besar ( Yahudi dan Nasrani). Bagaimana nasib kaum perempuan saat itu?
Ternyata sesungguhnya kedudukan perempuan saat itu (sebelum datangnya Islam) sangatlah rendah dan hina. Mereka dianggap sebagai manusia yang tidak memiliki hak, jiwa kemerdekaan dan kemuliaan. Mereka menganggap perempuan adalah sumber dari segala malapetaka dan bencana dunia.
Dalam peradaban Yunani, perempuan sangat dilecehkan dan dihinakan. Mereka memandang perempuan sama rendahnya dengan barang dagangan yang bisa diperjualbelikan di pasar. Perempuan boleh dirampas haknya sehingga sama sekali tidak diakui hak-hak sipilnya, sebagai contoh dalam pandangan mereka perempuan tidak perlu mendapat warisan dan tidak mempunyai hak untuk menggunakan hartanya sendiri.
Sementara dalam peradaban Romawi, perempuan berada dalam kekuasaan ayahnya. Dan kalau sudah menikah maka kekuasaannyapun jatuh ke tangan suaminya    - sebuah kekuasaan kepemilikan bukan kekuasaan pengayoman - dan kondisi ini berlangsung sampai abad keenam masehi. (Ali Yafi, 1995 : 264)
Ajaran agama Yahudi menganggap perempuan seperti barang  warisan yang dapat diwariskan kepada keluarganya jika suaminya telah meninggal. Mereka menempatkan martabat perempuan sebagai pelayan (budak), sehingga ayahnya berhak untuk  menjualnya. Dan mereka juga beranggapan bahwa perempuan tidak bisa mewarisi apapun kecuali jika ayahnya tidak punya anak laki-laki.
Ajaran agama Nasrani memiliki persamaan dengan ajaran agama Yahudi dalam menempatkan kaum perempuan di lingkungan masyarakat. Bahkan lebih kejam lagi, dimana mereka memandang perempuan sebagai pangkal dari segala kejahatan, kesalahan dan dosa. Mereka mengajarkan bahwa perempuan hanyalah pemuas nafsu laki-laki. Namun pada saat perempuan haidh, mereka menganggap perempuan itu sebagai najis yang harus dijauhi. (Ummu Syafa, 2005 : 4)
            Begitupun dengan bangsa-bangsa lain seperti, India, Cina bahkan bangsa Arab pada masa Jahiliyah, semuanya menempatkan posisi kaum perempuan dalam posisi yang teramat rendah dan hina. Sebagaimana tersebut dalam sejarah bahwa pada zaman jahiyah orang Arab merasa malu apabila istrinya melahirkan seorang anak perempuan karena itu dianggap sebagai aib terbesar bagi keluarga. Oleh karena itu, bayi perempuan yang baru lahir langsung dikubur hidup-hidup. Ini pernah pula dilakukan oleh sahabat Umar Bin Khatab di masa Jahiliyah. Saat itu para suami tidak lagi  memperdulikan jerit tangis sang bayi dan ibunya. Hal ini digambarkan Al Quran dalam Surat At Takwir ayat 8-9 yang artinya :  “Apabila bayi perempuan dikubur hidup-hidup bertanya, karena dosa apakah ia di bunuh ?”
            Perlakuan buruk lain  orang Arab jahiliyah terhadap kaum perempuan adalah dijadikannya budak-budak (pembantu-pembantu) perempuan mereka untuk melacur dan mereka mendapat keuntungan dari pelacuran tersebut.
Demikianlah nasib kaum perempuan masa lalu dalam sejarah bangsa-bangsa di dunia di awal abad ketujuh sebelum datangnya Islam. Eksistensi mereka tidak lebih dari makhluk tanpa harga diri yang kehilangan hak dan kepemilikannya. Posisinya teramat rendah dan hina.
Nasib Perempuan Pasca Islam
Bila kita kembali membuka sejarah khususnya di Indonesia, sesungguhnya kondisi kesetaraan kaum perempuan dengan kaum laki-laki terjadi jauh sebelum R.A. Kartini di Jateng dan Raden Dewi Sartika di Jabar mengumandangkan emansipasi perempuan yang menuntut adanya persamaan hak antara kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam segala bidang terutama di bidang pendidikan. Karena empat abad yang lalu, dengan datangnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhamad Saw. berkat pejuangan beliau, kaum perempuan tidak lagi direndahkan dan dihinakan .
            Islam telah mampu mengangkat derajat kaum perempuan menjadi sejajar dengan kaum laki-laki. Islam memberikan derajat yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam hal pahala dan derajat mereka di sisi Allah SWT sebagaimana diungkapkan Al-Qur’an dalam surat An-Nahl ayat 97.
Islam telah mengangkat mereka dari lembah kehinaan dan sumber keburukan, menyelamatkan mereka dari kekejaman perlakuan keji manusia biadab di jaman jahiliyah. Bahkan Islam telah memberikan penghargaan dan penghormatan yang setinggi-setingginya kepada kaum perempuan. Sebuah kedudukan yang teramat mulia dan luhur. Hal ini tercantum dalam sebuah hadist Rasulullah Saw yang artinya :
“Bahwa pada suatu ketika Rasulullah Saw ditanya oleh seorang sahabat : “Ya Rasululullah, kepada siapa aku harus berbakti selain kepada Allah swt?”. Rasul menjawab: “Ibumu”, sahabat bertanya lagi: “ Ya Rasulullah kepada siapa lagi aku harus berbakti?”. Rasulullah menjawab: “Ibumu”. Sahabat itu bertanya lagi: “Ya Rasulullah kepada siapa lagi aku harus berbakti?”. Rasul Saw masih menjawab : “Ibumu”. Ke-empat kalinya sahabat tersebut bertanya lagi: “Ya Rasulullah kepada siapa lagi aku harus berbakti?”, Rasulullah Saw baru menjawab: “Bapakmu”.

            Sampai tiga kali Rasul menyebutkan bahwa kita harus berbakti dan menghormati ibu. Sementara bapak, Rasul Saw hanya menyebutkan satu kali. Hal ini menunjukkan begitu pentingnya berbakti dan menghormati ibu –seorang perempuan- yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkan kita. Secara logika, hal ini memang bisa dipahami, mengapa seorang ibu harus lebih dihormati dari seorang bapak?. Jawabannya adalah karena ada Tiga hal kelebihan (kodrat) ibu yang tidak bisa dilakukan oleh bapak, yaitu: (1)Mengandung, (2)Melahirkan, dan (3)Menyusui. Ketiga kodrati kaum perempuan inilah yang menjadikan kedudukan perempuan (ibu) menjadi teramat mulia dan luhur.
Namun adanya ketiga kodrat tersebut, tidak menghalangi kaum perempuan untuk berkarya (karier) di luar rumah. Sehingga saat ini telah susah dihitung dengan jari, seorang perempuan yang berani  mengungkapkan sesuatu, baik melalui suara, gerak, ekpresi, serta keterlibatan mereka dalam segala bidang. Keberadaan mereka tidak saja diakui komunitas internal tapi juga mendapat acungan jempol dari komunitas eksternal yang selama ini sering menyangsikan potensi mereka. Penyangsian akan ilmu, kemampuan dan keberanian, kekuatan fisik yang terbatas, kelemahan pada mental, hingga kecerdasan otak dalam menganalisa sesuatu. 
Sesungguhnya potensi kaum perempuan sebagai salah satu unsur dalam menunjang pembangunan Nasional di Indonesia tidak disangsikan lagi, karena separuh dari penduduknya adalah perempuan. Apalagi angka-angka statistik tentang populasi rakyat Indonesia menggambarkan bahwa perempuan Indonesia merupakan suatu potensi sumber daya manusia yang cukup besar. Kalau potensi yang besar ini tidak didorong dan didukung serta dimanfaatkan secara optimal dalam pembangunan nasional, maka kemungkinan bangsa dan negara ini akan mengalami kelambanan atau bahkan kemunduran .
 Ini berarti kaum perempuan mempunyai peluang besar untuk berperan aktif dalam pembangunan nasional. Terbukti saat ini keberadaan mereka bermunculan ibarat jamur di musim hujan, karena memang sudah saatnya kaum perempuan berani untuk tampil menjadi yang terdepan dalam mengasah ketajaman intelektual dan mengerahkan kemampuan yang mereka miliki. Dan pada akhirnya, tindakan mereka ini juga mendapat respon yang positif dari kaum laki-laki.
Contoh nyata dapat kita lihat dalam keterlibatan mereka dalam ranah politik di tata pemerintahan Indonesia. Dulu sedikit sekali perempuan Indonesia yang dapat menjadi anggota dewan (MPR/DPR), menteri dan jabatan – jabatan penting lainnya, namun sekarang banyak jabatan - jabatan penting yang dijabat oleh perempuan Indonesia. Bahkan sekitar tahun 2002/2003 presiden RI juga dijabat oleh seorang perempuan (Presiden Megawati Soekarno Putri). Kalau dulu jabatan menteri yang dijabat perempuan hanya menteri peranan wanita (sekarang Mentri Pemberdayaan Perempuan), namun saat ini banyak jabatan menteri yang dijabat  perempuan seperti menteri keuangan dan menteri kesehatan. Dulu jarang sekali perempuan dapat menjabat sebagai kepala daerah, namun sekarang banyak jabatan kepala daerah baik tingkat Kabupaten ataupun Provinsi yang yang dijabat perempuan Indonesia.
Melihat fenomena diatas, ada kenyataan yang menarik antara kiprah politik perempuan dengan laki-laki, ternyata keduanya mempunyai potensi yang sama, yakni sama-sama berpotensi baik dan tidak tertutup kemungkinan mempunyai potensi buruk. Sayangnya, stigma umum kerap mengatakan kalau potensi buruk lebih banyak kemungkinan terlakoni pada perempuan. Dan stigma ini semakin kuat ketika pentas politik Indonesia di tahun 2003 menampilkan politikus perempuan yang tidak seperti yang dibayangkan. Walau tidak semua seperti itu, tetapi pemandangan fenomenal itu bisa menguatkan stigma tidak enak (tidak baik) untuk kiprah politik kaum perempuan yang sesungguhnya mampu berbuat banyak untuk bangsa ini.
Sebagai contoh adalah seorang politikus perempuan (Ratu Balqis) yang diceritakan Al Quran dalam Surat An Naml ayat 32 - 35. Mencermati ayat tersebut, maka akan terlihat jelas bagaimana sosok Ratu Balqis seorang penguasa tertinggi Kerajaan Saba di negeri Yaman dalam membuat kebijakan politik untuk negeri yang dipimpinnya. Ia lebih mengedepankan musyawarah dengan bawahannya dibanding kepentingan pribadi, lebih menempuh jalan damai dibanding peperangan, serta lebih mementingkan kemaslahatan yang banyak bagi rakyat yang dipimpinnya. Itulah fakta sejarah yang ditampilkan Al Quran yang mengungkapkan bahwa pernah ada seorang politikus perempuan yang begitu piawai dalam mengelola jabatan politiknya dan begitu bijak dalam menelurkan kepentingan-kepentingan politiknya.
Ungkapan diatas bukan membanding-bandingkan antara peran politik perempuan dengan laki-laki. Apalagi menarik garis dikotomi antar keduanya karena Allah SWT menciptakan kedua jenis manusia bukan untuk saling menyalahkan, tapi justru sebagai mitra untuk saling melengkapi. Mitra suami dalam lingkungan keluarga, menjadi mitra kaum laki-laki di dalam lingkungan sosial kemasyarakatan.
Salah satu bukti hasil perjuangan kaum perempuan Indonesia saat ini adalah dengan keluarnya Undang-undang KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan dengan disahkannya UU Pornografi dan Pornoaksi –meski masih pro dan kontra- dimana kedua UU tersebut  betul-betul melindungi hak-hak kaum perempuan. Ini menunjukan betapa kaum perempuan Indonesia telah begitu mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah. UU KDRT melindungi perempuan dari sikap dzalim suami, dimana sepanjang tahun 2007 terjadi 146 kasus KDRT pada istri (Suara Merdeka, 12 Nov. 2008:13). Dan dengan adanya UU Pornografi dan Pornoaksi diharapkan semoga kaum perempuan tidak lagi menjadi komoditas yang diperjualbelikan pada beberapa jenis industri, akan tetapi justru dapat menjadi rambu-rambu bagi perempuan Indonesia dalam menumpahkan ekspresinya.
Dalam rangka seratus tahun kebangkitan perempuan Indonesia, maka kaum perempuan Indonesia harus terus mengasah ketajaman intelektual dan mengerahkan segenap potensi yang dimiliki sehingga selain akan terus melahirkan karya-karya yang positif juga mampu bersaing dengan mitranya kaum laki-laki dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan di bumi pertiwi tercinta ini, tentu saja dengan tanpa meninggalkan kodratnya sebagai perempuan. Dan akhirnya, semoga hidayah dan taufik-Nya senantiasa menyertai semua aktivitas kita untuk mencapai ridho-Nya Amiin.
IDENTITAS DIRI


NAMA                                    : NY. SYARIFUDIN, S.Ag
TEMPAT/TGL LAHIR          : KUNINGAN, 20 JUNI 1975
WARGA NEGARA              : INDONESIA
AGAMA                                 : ISLAM
PEKERJAAN                         : PNS (PENYULUH AGAMA ISLAM KEC.
              BOJONGSARI KANDEPAG KAB. PBG
TEMPAT TINGGAL             : DESA GEMBONG RT 05 RW 03 NO.8 KEC.
  BOJONGSARI KAB. PURBALINGGA
UTUSAN                                : DHARMA WANITA PERSATUAN KEC.
  KALIMANAH KAB. PURBALINGGA












Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Selamat sore dan Salam Sejahtera untuk kita semua.

Puji dan Syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan kenikmatan yang tiada terhingga kepada kita semua, dimana semenjak kita bangun tidur sampai tidur kembali, beratus, beribu bahkan mungkin berjuta-juta nikmat yang kita rasakan setiap detik nafas kita, yang jika dihitung-hitung, tak akan mampu untuk menghitungnya. Dan atas karunia-Nya pula, pada kesempatan Jum’at sore ini kita masih diberi kesempatan untuk berkomunikasi melalui udara di saluran Radio Suara Perwira. Semoga segala aktivitas kita senantiasa mendapat ridho Allah SWT Amiin ya Robbal’alamiin.

Pendengar Suara Perwira yang Berbahagia dan Dirahmati Allah…
Kami dari Dharma Wanita Persatuan Kecamatan Kalimanah pada kesempatan sore hari ini akan menyampaikan sebuah renungan di penghujung tahun ini, dimana pada bulan Desember ini ada dua peringatan yang sangat bermakna bagi kaum perempuan Indonesia. Pertama adalah peringatan HUT Dharma Wanita Persatuan yang ke-9 pada tanggal 07 Desember yang khusus diperingati oleh para istri abdi negara (PNS), dan kedua adalah peringatan Hari Ibu ke-80 pada tanggal 22 Desember dimana peringatan ini bermula saat berlangsungnya Kongres Wanita Indonesia pertama yang dilaksanakan tanggal 22 Desember 1928 di Jakarta, dengan tujuan untuk menghargai, mengenang dan membalas jasa-jasa kaum ibu yang sesungguhnya tak akan pernah bisa terbalaskan. Maka untuk selanjutnya pada setiap tanggal 22 Desember diperingatilah sebagai Hari Ibu oleh seluruh bangsa Indonesia.
            Adanya tradisi memperingati hari ibu ini, hendaknya dapat kita jadikan sebagai sebuah momentum untuk senantiasa memuliakan peran kaum perempuan khususnya kaum ibu. Namun demikian, pemuliaan dan penghormatan tersebut jangan hanya terbatas pada sisi-sisi ceremonialnya saja. Sebagai contoh: dengan memberikan kado istimewa untuk ibu, atau ketika datang hari ibu maka tugas-tugas memenej keluarga yang menjadi porsinya ibu berhenti sama sekali dan sementara digantikan oleh ayah atau anak-anaknya. Hal ini memang baik untuk dilakukan, namun jangan hanya sebatas itu cara memuliakan dan menghormati ibu. Karena penghormatan dan pemuliaan yang dilakukan harus menyentuh esensi dan nilai dasar sehingga tidak sebatas pemuliaan anak terhadap ibu yang melahirkannya saja, akan tetapi harus mencakup spektrum yang lebih luas yakni kepada seluruh manusia dan masyarakat pada umumnya.

            Pendengar Suara Perwira yang Dirahmati Allah…….
            Ada sebuah Hadits Rasulullah saw yang secara eksplisit memberikan gambaran mengenai keharusan untuk menghormati dan memuliakan seorang ibu.
“Bahwa pada suatu ketika Rasulullah Saw ditanya oleh salah seorang sahabat : “Wahai Rasululullah, kepada siapa aku harus berbakti selain kepada Allah SWT?”. Rasul menjawab: “Ibumu”, sahabat itu bertanya lagi: 
“Wahai Rasulullah kepada siapa lagi aku harus berbakti?”. Rasulullah menjawab: “Ibumu”. Sahabat itu bertanya lagi untuk ketiga kalinya: “Wahai Rasulullah kepada siapa lagi aku harus berbakti?”. Rasul Saw masih menjawab : “Ibumu”. Dan keempat kalinya sahabat tersebut bertanya lagi: “Wahai Rasulullah kepada siapa lagi aku harus berbakti?”, Rasulullah Saw baru menjawab: “Bapakmu”.

            Sampai tiga kali Rasul menyebutkan bahwa kita harus berbakti dan menghormati ibu. Sementara bapak, Rasul Saw hanya menyebutkan satu kali. Hal ini bukan berarti kita tidak harus menghormati bapak, akan tetapi ini menunjukkan begitu pentingnya berbakti, menghormati dan memuliakan ibu –seorang perempuan- yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkan kita. Secara logika, hal ini memang bisa dipahami, mengapa seorang ibu harus lebih dihormati dari seorang bapak?. Jawabannya adalah karena ada Tiga hal kelebihan yang menjadi kodrat seorang ibu yang tidak bisa dilakukan oleh bapak, yaitu: (1)Mengandung, (2)Melahirkan, dan (3)Menyusui. Ketiga kodrati kaum perempuan inilah yang menjadikan kedudukan perempuan (ibu) menjadi teramat mulia dan luhur.

Pendengar Sura Perwira yang Berbahagia ….           
Dapat kita bayangkan betapa payahnya seorang ibu yang sedang mengandung janin dalam rahimnya selama sembilan bulan, kemanapun ia pergi kandungan tersebut harus selalu dibawanya, tak bisa ditinggalkan walau hanya sekejap saja. Pun ketika tidur ia kelihatan begitu susah payahnya, mau terlentang nafas terasa terengah-engah, mau berbaring miring terasa berat sebelah, mau telungkup takut janinnya terjepit. Bila sudah tiba saat melahirkan, dengan segala daya dan upaya, diantara hidup dan mati, dan tetap memanjatkan do’a memohon pertolongan-Nya semoga bayi yang dilahirkannya dalam keadaan selamat dan sehat dengan tanpa memikirkan keselamatan dirinya. Dengan kondisi yang payah seperti itu, ia tetap sabar dan tegar, tidak ada perasaan menyesal, gelisah apalagi mengeluh. Semua itu diterimanya dengan senang hati dan penuh keikhlasan.
Hal ini diungkapkan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Lukman ayat 14 yang berbunyi :



“Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orang ibu bapaknya,ibunya telah mengandungnya dalam keadaan susah payah dan menyapihnya dalam dua tahun. Beryukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmua, hanya kepada Akulah kamu kembali”.

Demikian, Al-Qur’an memberikan perhatian yang begitu besar tentang reproduksi yang diamanatkan kepada kaum ibu, dimana reproduksi adalah merupakan tugas kemanusiaan yang sangat mulia, sehingga reproduksi bukan semata kewajiban dan kodrat yang melekat pada diri kaum ibu. Dalam surat Lukman tadi, Allah SWT secara khusus menyampaikan pesan kepada umat manusia untuk senantiasa berbuat baik kepada kedua orangtua. Dan yang disebut secara eksplisit adalah ibu, karena ibulah yang menjalankan tugas reproduksi, yakni mengandung, melahirkan dan menyusui anak yang dilahirkannya. Begitulah susah payah dan keluh kesahnya seorang ibu, sehingga pantaslah bila Rasulullah saw mengajarkan kepada kita bahwa ibulah yang harus pertama kali kita hormati baru kemudian bapak.

Pendengar Suara Perwira yang Berbahagia dan Dirahmati Allah……
Dalam Hadits lain, Rasul saw pernah bersabda :

“Surga itu berada di bawah telapak kaki ibu”.
Hal ini menunjukan betapa tingginya derajat kaum perempuan, sampai-sampai diibaratkan bahwa surga itu berada di bawah telapak kakinya. Namun hal ini juga merupakan suatu isyarat bahwa tanggung jawab yang besar harus dipikul oleh kaum ibu dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang shaleh, yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Oleh karena itu, melahirkan anak sesungguhnya bukanlah –kalau bisa dikatakan- sebuah prestasi atau hasil kerja yang gemilang dari seorang ibu. Dipandang dari ilmu biologi reproduksi, kelahiran anak memang tidak lebih dari sebuah proses biologis semata. Namun bagi kita sebagai manusia, kelahiran seorang anak memiliki konsekuensi yang tidak ringan. Konsekuensi ini berkaitan erat dengan tanggung jawab moral dan etik kedua orang tuanya. Akan menjadi prestasi yang gemilang jika orang tua mampu mempersiapkan kelahiran anak yang dilahirkan, mampu memberi fasilitas hidup yang berdimensi jasmani dan rohani dan mampu meningkatkan mutu kualitas hidup anak-anaknya. Karena itulah tugas utama sebuah keluarga. Maka Insya Allah harapan untuk menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan rohmah akan tercapai.
            Apalagi di zaman yang serba cepat berubah seperti saat ini, untuk mencapai kesejahteraan sebuah keluarga akan mendapat tantangan yang semakin berat. Oleh sebab itu, peran kita sebagai seorang ibu dalam menjalankan fungsinya sangatlah dominan. Meski belaian tangan seorang ibu memang bisa menyejukan, namun terkadang tugas maha berat itu malah dianggap sepele oleh banyak pihak. Sehingga idealnya tugas maha berat itu tidak hanya ditanggung oleh ibu saja, namun ayah pun memiliki tanggung jawab moral yang sama dalam mengasuh, merawat dan mendidik anak-anaknya. Jika diibaratkan, maka pola hidup sebuah keluarga tak ubahnya seperti sebuah “Teamwork” yang saling menunjang; saling mendukung satu sama lain.

Pendengar Suara Perwira yang Berbahagia dan Dirahmati Allah SWT……..
Dalam rangka memperingati Hari Ibu yang ke-80 ini, sebuah harapan bahwa keterlibatan kaum perempuan Indonesia menyangkut dunia kerja, rumah tangga, pendidikan dan peran perempuan baik disektor industri ataupun pemerintahan dapat terus diwujudkan. Semoga melalui peringatan Hari Ibu tahun ini membawa “angin perubahan” yang positif bagi kaum perempuan Indonesia. Semoga!!!
Demikian, sebuah renungan yang dapat kami sampaikan. Semoga bermamfaat bagi kita semua. Dan akhirnya hanya kepada-Nyalah kita semua bertawakal.
Akhirul-kalam Billahitaufik Walhidayah
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
           
           
                                                                                    Dharma Wanita Persatuan
Kecamatan Kalimanah
Jum’at, 05 Desember 2008










NASKAH SIARAN
RADIO “SUARA PERWIRA” 
KABUPATEN PURBALINGGA








“RENUNGAN DI HARI IBU”










DHARMA WANITA PERSATUAN
KEC. KALIMANAH  KAB. PURBALINGGA
JUM’AT, 05 DESEMBER 2008
LOMBA PENULISAN OPINI
DHARMA WANITA PERSATUAN KAB. PURBALINGGA
THEMA : SERATUS TAHUN KEBANGKITAN PEREMPUAN INDONESIA






“NASIB PEREMPUAN DARI MASA KE MASA”









DHARMA WANITA PERSATUAN
KEC. KALIMANAH  KAB. PURBALINGGA
20 NOVEMBER 2008

















































Tidak ada komentar:

Posting Komentar