Pengertian Talak
Yang dimaksud dengan talak adalah pemutusan tali
perkawinan. Talak merupakan sesuatu yang disyar’iatkan. Dan yang menjadi
dasarnya adalah Al-Qur’an dan al-Hadits serta ijma’.
Hikmah Talak
Dari
uraian bab-bab sebelumnya kita mengetahui beberapa perhatian Islam terhadap
usrah muslimah (keluarga muslimah) dan keselamatanya serta terhadap damainya
kehidupan di dalamnya dan kita juga melihat metode-metode terapi yang Islam
syari’atkan untuk mengatasi segala perpecahan yang muncul di tengah usrah
muslimah, baik disebabkan oleh salah satu suami isteri atau oleh keduanya.
Hanya
saja, terkadang ’ilaj (terapi dan upaya penyelesaian) tidak bisa efektif lagi
karena perpecahannya sudah parah dan persengketaanya sudah memuncak, sehingga
pada saat itu mesti di tempuh ’ilaj yang lebih, yaitu talak.
Orang
yang mencermati hukum-hukum yang terkandung dalam masalah talak akan kian kuat,
menurutnya perhatian Islam terhadap institusi rumah tangga dan keinginan Islam
demi kekalnya hubungan baik antara suami isteri. Karena itu, tatkala Islam
membolehkan talak, ia tidak menjadikan kesempatan menjatuhkan talak hanya
sekali yang kemudian hubugan kedua suami isteri terputus begitu saja
selama-lamanya, tidak demikian, namun memberlakukannya sampai beberapa kali.
Allah
SWT berfirman, ”Talak (yang dapat di rujuki) dua kali. Setelah itu boleh
rujuk lagi dengan orang yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang
baik.” (Al-Baqarah:229).
Apabila
seorang laki-laki mentalak isterinya, talak pertama atau talak kedua,
maka ia tidak berhak baginya untuk mengusir isterinya dari rumahnya sebelum
berakhir masa idahnya, bahkan sang isteri tidak boleh keluar dari rumah tanpa
izin dari suaminya. Hal itu disebabkan Islam sangat menginginkan segera
hilangnya amarah yang menyulut api perceraian. Kemudian Islam menganjurkan agar
kehidupan harmonis rumah tangga, bisa segera pulih kembali seperti semula, dan
inilah yang disebutkan Rabb kita dalam firman-Nya, ”Hai Nabi jika kamu
menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu
mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu
serta bertakwalah kepada Allah Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari
rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau melakukan
perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang
melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim
terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barang kali Allah mengadakan
sesudah itu suatu hal yang baru.” (Ath-Thalaq: 1)
Yaitu
barang kali pihak suami menyesal atas keputusan mentalak isterinya, dan Allah
Ta’ala menjadikan di dalam kalbunya keinginan kuat untuk rujuk (kembali)
kepadanya sehingga yang demikian lebih mudah dan lebih gampang untuk proses
rujuk.
Klasifikasi Talak
1.
Talak dilihat dari Segi Lafadz
Talak
ditinjau dari segi lafadz terbagi menjadi talak sharih (yang dinyatakan
secara tegas) dan talak kinayah (dengan sindiran).
Talak sharih ialah
talak yang difahami dari makna perkataan ketika diharapkan, dan tidak
mengandung kemungkinan makna yang lain. Misalnya, ”Engkau telah tertalak
dan dijatuhi talak. Dan semua kalimat yang berasal dari lafazh thalaq.
Dengan
redaksi talak di atas, jatuhlah talak, baik bergurau, main-main ataupun tanpa
niat. Kesimpulan ini didasarkan pada hadits dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi
saw, beliau bersabda, ”Ada
tiga hal yang sungguh-sungguh, jadi serius dan gurauannya jadi serius
(juga) : nikah, talak, dan rujuk.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no:1826 dan
Tirmidzi II:328 no:1195).
Talak kinayah, ialah
redaksi talak yang mengandung arti talak dan lainnya. Misalnya ”Hendaklah
engkau kembali kepada keluargamu”, dan semisalnya.
Dengan
redaksi talak di atas maka tidak terjadi talak, kecuali diiringi dengan niat.
Jadi apabila sang suami menyertai ucapan itu dengan niat talak maka jatuhlah
talak; dan jika tidak maka tidak terjadi talak.
Dari Aisyah r.a. berkata, Tatkala puteri al-Jaun menikah dengan
Rasulullah saw. dan beliau (kemudian) mendekatinya, ia mengatakan, ”’Auudzubillahi
minka (aku berlindung kepada Allah darimu). Maka kemudian beliau bersabda
kepadanya, ”Sungguh engkau telah berlindung kepada Dzat Yang Maha Agung,
karena itu hendaklah engkau bergabung dengan keluargamu.” (Shahih: Shahih Nasa’i no:3199, Fathul Bari IX:356
no:5254, Nasa’i VI:150).
Dari Ka’ab bin Malik r.a., ketika ia dan dua
rekannya tidak bicara oleh Nabi saw, karena mereka tidak ikut bersama
beliau pada waktu perang Tabuk, bahwa Rasulullah saw pernah mengirim utusan
menemui Ka’ab (agar menyampaikan pesan Beliau kepadanya), ’Hendaklah engkau
menjauhi isterimu!” Kemudian Ka’ab bertanya, ”Saya harus mentalaknya, ataukah
apa yang harus aku lakukan?” Jawab Beliau, ”Sekedar menjauhinya, jangan
sekali-kali engkau mendekatinya.” Kemudian Ka’ab berkata, kepada isterinya,
”Kembalilah engkau kepada keluargamu.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III: 113
no:4418, Muslim IV:1120 no:2769, ’Aunul Ma’bud VI:285 no:2187 dan Nasa’i
VI:152).
2. Talak Dilihat dari Sudut Ta’liq dan Tanjiz
Redaksi
talak adakalanya berbentuk Munajazah dan adakalanya berbentuk mu’allaqah.
Redaksi
talak munajazah ialah pernyataan talak yang sejak dikeluarkannya pernyataan
tersebut pengucap bermaksud untuk mentalak, sehingga ketika itu juga jatuhlah
talak. Misalnya: ia berkata kepada isterinya : ’Engkau tertalak’.
Hukum
talak munajazah ini terjadi sejak itu juga, ketika diucapkan oleh orang yang
bersangkutan dan tepat sasarannya.
Adapun
talak mu’allaq, yaitu seorang suami menjadikan jatuhnya talak bergantung pada
syarat. Misalnya, ia berkata kepada isterinya: Jika engkau pergi ke tempat,
maka engkau ditalak.
Hukum
talak mu’allaq ini apabila dia bermaksud hendak menjatuhkan talak ketika
terpenuhinya syarat. Maka jatuh talaknya sebagaimana yang diinginkannya.
Adapun
manakala yang dimaksud oleh sang suami dengan talak mu’allaq, adalah untuk
menganjurkan (agar sang isteri) melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu
atau yang semisalnya, maka ucapan itu adalah sumpah. Jika apa yang dijadikan
bahan sumpah itu tidak terjadi, maka sang suami tidak terkena kewajiban
apa-apa, dan jika terjadi, maka ia wajib membayar kafarah sumpah.
3.
Talak Dilihat dari Segi Argumentasi
Ditilik
dari sisi ini talak terbagi kepada talak sunni dan talak bid’i
Adapun
yang dimaksud talak sunni ialah seorang suami menceraikan isterinya yang sudah
pernah dicampurinya sekali talak, pada saat isterinya sedang suci dari darah
haidh yang mana pada saat tersebut ia belum mencampurinya.
Allah
SWT berfirman, ”Talak yang dapat dirujuk dua kali. Setelah itu boleh rujuk
lagi dengan do’a yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”
(Al-Baqarah:229).
”Hai Nabi apabila kamu akan menceraikan isteri-isterimu, maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya
yang wajar.” (At-Thalaq:1).
Nabi
saw menjelaskan maksud ayat di atas sebagai berikut :
Ketika
Ibnu Umar menjatuhkan talak pada isterinya yang sedang haidh, maka Umar bin
Khattab menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw lalu beliau menjawab, ”Perintahkan
anakmu supaya ruju’ (kembali) kepada isterinya itu kemudian teruskanlah
pernikahan tersebut hingga ia suci dari haidh, lalu haidh kembali dan kemudian
suci dari haidh yang kedua. Lalu jika berkehendak ia boleh menceraikannya
sebelum ia diceraikan.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IX:482 no:5332,
Muslim IOI:1093 no:1471, ’Aunul Ma’bud VI:227 no:2165 dan lafazh ini adalah
riwayat Imam Abu Daud, dan Nasa’i VI:138).
Adapun
talak bid’i ialah talak yang bertentangan dengan ketentuan syari’at. Misalnya
seorang suami mentalak isterinya ketika ia dalam keadaan haidh, atau pada saat
suci namun ia telah mencampurinya ketika itu atau menjatuhkan talak tiga kali
ucap, atau dalam satu majlis. Contoh, : Engkau ditalak tiga atau engkau
ditalak, engkau ditalak, engkau ditalak.
Hukum
talak ini adalah haram, dan pelakunya berdosa. Jadi, jika seorang suami
mentalak isterinya yang sedang haidh, maka tetap jatuh satu talaknya. Namun
jika itu adalah talak raj’i, maka ia diperintahkan untuk rujuk kepada isterinya
kemudian meneruskan perkawinannya hingga suci. Kemudian haidh lagi, lalu suci
kedua kalinya. Dan kemudian kalau ia mau teruskanlah ikatan pernikahannya, dan
jika ia menghendaki, ceraikanlah sebelum mencampurinya. Sebagaimana yang Nabi
saw perintahkan kepada Ibnu Umar r.a..
Adapun
dalil tentang jatuhnya talak bid’i ialah riwayat Imam Bukhari:
Dari Sa’id Jubir dari Ibnu Umar ra, ia berkata, ”Ia
(isteriku) terhitung untukku satu talak.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:128
dan Fathul Bari IX no:5253).
Al-hafizh
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari IX:353 menulis sebagai berikut :
”Sesungguhnya
Nabi saw. yang memerintahkan Ibnu Umar untuk rujuk kepada isterinya dan beliau
pulalah yang membimbingnya mengenai apa yang hendak ia lakukan bila ia ingin
mentalak isterinya setelah suci dari haidh yang kedua. Dan manakala Ibnu Umar
menginformasikan, bahwa ia telah menjatuhkan talak satu pada isterinya itu maka
kemungkinan, bahwa pihak yang menganggap jatuh talak satu dari Ibnu Umar itu,
selain Nabi adalah kemungkinan yang amat sangat jauh, karena dalam kisah
ini banyak perintah isyarat yang menunjuka kepada, jatuhnya talak satu itu.
Bagaimana mungkin bisea dikhayalkan bahwa Abdullah bin Umar dalam kasus ini
mengerjakan sesuatu berdasar rasional semata, padahal di yang meriwayatkan
bahwa Nabi saw pernah marah atas perbuatannya itu?
Bagaimana
mungkin ia tidak mengajak beliau musyawarah mengenai apa yang ia lakukan dalam
kisah itu?”
Lebih
lanjut al-Hafizh mengatakan, ”Dalam Musnadnya, Ibnu Wahib meriwayatkan:
Dari
Ibnu Abi Dzi’b bahwa Naf’i pernah menginformasikan kepadanya bahwa Ibnu Umar
r.a. pernah mencerai isterinya yang sedang haidh. Kemudian Umar menanyakan hal
itu kepada Rasulullah saw, maka jawab Beliau, ”Perintahkanlah dia supaya ruju’
kepada isterinya, kemudian teruskanlah pernikahannya hingga isterinya suci.” Kemudian
Ibnu Abi Dzi’b dalam hadits ini meriwayatkan dari Nabi saw, Beliau
bersabda, ”Itu talak satu.” Ibnu Abi Dzi’b meriwayatkan (lagi) dari Hanzhalah
bin Abi Sufyan bahwa ia pernah mendengar Salim meriwayatkan dari bapaknya, dari
Nabi saw tentang pernyataan itu.
Lebih
lanjut al-Hafizh mengatakan, ”Daruquthni meriwayatkan dari jalu Yazid bin Harun
dari Ibnu Abi Dzi’b dan Ibnu Abi Ishaq keduanya dari Naf’i:
Dari
Ibnu Umar ra dari Nabi saw., Beliau saw. bersabda, ”Itu talak satu”
(sanadnya Shahih Irwa-ul Ghalil VII:134 dan Daruquthani IV:9 no:24).
Dan ini
adalah (yang sudah jelas) dalam permasalahan yang diperselisihkan, maka
(bagi kita) untuk mengikuti nash ini.
Talak Tiga
Adapun seorang
suami yang mencerai isterinya dengan talak tiga dengan satu kalimat, atau dalam
satu majelis, maka jatuh satu berdasar riwayat Imam Muslim:
Dari
Ibnu Abbas ra, ia berkata, ”Talak pada periode Rasulullah saw, Abu Bakar dan
beberapa tahun pada masa khalifah Umar talak tiga, (sekaligus) jatuh satu.
Kemudian Umar bin Khattab ra berkata, ”Sesungguhnya orang-orang benar
terburu-buru dalam memutuskan urusan (thalak) ini, yang dahululnya mereka
sangat hati-hati. Maka kalau kami berlakukan mereka, lalu diberlakukanlah hal
itu atas mereka.” (Muslom II: 1099 no:1472).
Pendapat
Umar ini adalah ijtihad dia sendiri yang tujuannya demi terwujudnya
kemaslahatan menurut pandangannya, namun tidak boleh meninggalkan fatwa
Rasulullah saw. dan yang menjadi pegangan para sahabat beliau pada masa Beliau
dan pada masa khalifah Beliau. Selesai.
4. Talak Ditinjau dari Segi Boleh Tidaknya Rujuk
Talak
terbagi menjadi dua yaitu talak raj’i (suami berhak untuk rujuk) dan talak bain
(tak ada lagi hak suami untuk rujuk kepada isterinya). Talak bain terbagi dua,
yakni bainunah shughra dan bainunah kubra.
Talak
raj’i adalah talak isteri yang sudah didukhul (dicampuri) tanpa menerima
pengembalian mahar dari isteri dan sebagai talak pertama atau talak kedua.
Allah
SWT befirman, ”Talak (yang dirujuki) dua klia. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”
(Al-Baqarah:229).
Wanita
yang dijatuhi talak raj’i suami berhak untuk rujuk dan dia berstatus sebagai
isteri yang sah selama dalam masa iddah, dan bagi suami berhak untuk rujuk
kepadanya pada waktu kapan saja selama dalam massa iddah dan tidak dipersyaratkan harus
mendapat ridha dari pihak isteri dan tidak pula izin dari walinya. Allah SWT
berfirman, ”Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru’. Tidak boleh menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya
berhak merujuknya dalam masa menanti (berakhirnya masa iddah) itu jika mereka
(para suami) itu menghendaki ishlah.” (Al-Baqarah:228).
Su
Perceraian dalam
Islam
Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas.
Lompat ke: pandu arah, gelintar
Bidang-bidang
|
Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang dilaknat oleh Islam tetapi diharuskan dengan alasan dan sebab-sebab tertentu. Penceraian boleh dilakukan dengan cara talak, fasakh dan khuluk atau tebus talak.
Isi kandungan
[sorok]
|
[sunting]
Talak
Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan menurut syarak pula,
talak membawa maksud melepaskan ikatan perkahwinan
dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian
yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak
dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian
berumahtangga. Talak merupakan perkara yang dibenci Allah
s.w.t tetapi dibenarkan.
[sunting]
Hukum talak
Hukum
|
Penjelasan
|
Wajib
|
a) Jika perbalahan suami isteri tidak dapat
didamaikan lagi
b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka c) Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik d) Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami |
Haram
|
a) Menceraikan isteri ketika sedang haid
atau nifas
b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih |
Sunat
|
a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
b) Isterinya tidak menjaga maruah dirinya |
Makruh
|
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik,
berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama
|
Harus
|
Suami yang lemah keinginan nafsunya atau isterinya
belum datang haid atau telah putus haidnya
|
[sunting]
Rukun talak
Perkara
|
Syarat
|
Suami
|
Berakal
Baligh Dengan kerelaan sendiri |
Isteri
|
Akad nikah sah
Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya |
Lafaz
|
Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
Dengan sengaja dan bukan paksaaan |
[sunting]
Contoh lafaz talak
- Talak sarih
Lafaz
yang jelas dengan bahasa yang berterus-terang seperti “Saya talak awak” atau
“Saya ceraikan awak” atau “Saya lepaskan awak daripada menjadi isteri saya” dan
sebagainya.
- Talak kinayah
Lafaz
yang digunakan secara sindiran oleh suami seperti “Pergilah awak ke rumah mak
awak” atau “Pergilah awak dari sini” atau “Saya benci melihat muka awak” dan
sebagainya. Namun, lafaz kinayah memerlukan niat suaminya iaitu jika berniat
talak, maka jatuhlah talak tetapi jika tidak berniat talak, maka tidak berlaku
talak.
[sunting]
Jenis talak
[sunting]
Talak raj’i
Suami
melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh merujuk
kembali isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat, maka
suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.
[sunting]
Talak bain
Suami
melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya.
Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah
isterinya berkahwin lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah
diceraikan suami barunya dan telah habis idah dengan suami barunya.
[sunting]
Talak sunni
Suami
melafazkan talak kepada isterinya yang masih suci dan tidak disetubuhinya
ketika dalam tempoh suci
[sunting]
Talak bid’i
Suami
melafazkan talak kepada isterinya ketika dalam haid atau ketika suci yang
disetubuhinya.
[sunting]
Talak taklik
Talak
taklik ialah suami menceraikan isterinya bersyarat dengan sesuatu sebab atau
syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah
penceraian atau talak.
Contohnya
suami berkata kepada isteri, “Jika awak keluar rumah tanpa izin saya, maka
jatuhlah talak satu.” Apabila isterinya keluar dari rumah tanpa izin suaminya,
maka jatuhlah talak satu secara automatik.
Ia juga
boleh berlaku selepas akad nikah (ia dipraktikkan di Malaysia dan wajib oleh
semua pengantin lelaki untuk melafaznya), berkata, “Jika saya menyeksa isteri saya
dengan sengaja, atau saya meninggalkan isteri saya selama empat bulan
berterusan dengan sengaja tanpa kerelaannya, dan jika ia mengadu kepada kadi
atau naib kadi, apabila disabitkan oleh kadi atau naib kadi maka jatuhlah talak
satu ke atas isteri saya.”
Ia juga
boleh berlaku dengan cara, “Jika saya menyeksa isteri saya dengan sengaja, atau
saya meninggalkannya selama empat bulan berterusan tanpa kerelaannya, dan jika
ia mengadu kepada kadi atau naib kadi serta membayar RM 1.00 sebagai tebus
talak, apabila disabitkan oleh kadi atau naib kadi maka jatuhlah talak satu ke
atas isteri saya dengan nilai tebus talak tersebut.”
[sunting]
Fasakh
Erti fasakh
menurut bahasa ialah rosak atau putus. Manakala menurut syarak pula, pembatalan
nikah disebabkan oleh sesuatu sifat yang dibenarkan syarak, misalnya,
perkahwinan suami isteri yang difasakhkan oleh kadi disebabkan oleh suaminya tidak
mempu memberi nafkah kepada isterinya. Fasakh tidak boleh mengurangkan bilangan
talaknya. Fasakh hanya boleh dituntut oleh isteri sekiranya terdapat beberapa
sebab atau kecacatan yang terdapat pada pihak suaminya. Mengikut mazhab Shafie,
seorang isteri boleh menuntut fasakh melalui kadi atau mahkamah disebabkan oleh kekurangan suaminya
seperti gila (berkekalan atau sekejab); penyakit kusta;
penyakit sopak; penyakit yang menghalang mereka daripada melakukan
persetubuhan; suami tidak mampu memberi nafkah belanja kepada isterinya seperti
makan dan minum serta tempat tinggal, pakaian, memberi mahar
dengan cara tunai sebelum bersetubuh kerana kepapaan atau muflis atau
sebagainya; suami tidak bertanggungjawab dengan meninggalkan isterinya terlalu
lama dan tidak memberi khabar berita; suami yang menzalimi dan memudaratkan isterinya;
suami yang fasik serta melakukan maksiat terhadap Allah dan tidak menunaikan
kewajipan kepada Allah; dan murtad salah seorang (suami atau isteri).
[sunting]
Cara melakukan fasakh
- Jika suami atau isteri mempunyai sebab yang megharuskan fasakh
- Membuat aduan kepada pihak kadi supaya membatalkan perkahwinan mereka
- Jika dapat dibuktikan pengaduan yang diberikan adalah betul, pihak kadi boleh mengambil tindakan membatalkannya
- Pembatalan perkahwinan dengan cara fasakh tidak boleh dirujuk kembali melainkan dengan akad nikah yang baru.
[sunting]
Khuluk atau tebus talak
Perpisahan
antara suami dan isteri melalui tebus talak sama ada dengan menggunakan lafaz
talak atau khuluk. Pihak isteri boleh melepaskan dirinya daripada ikatan
perkahwinan mereka jika ia tidak berpuas hati atau lain-lain sebab. Pihak
isteri hendaklah membayar sejumlah wang atau harta yang dipersetujui bersama
dengan suaminya, maka suaminya hendaklah menceraikan isterinya dngan jumlah
atau harta yang ditentukan.
Hukum
khuluk adalah berdasarkan surah al-Baqarah ayat 229 : “Tidak halal bagi
kamu mengambil apa-apa yang telah kamu berikan kepada mereka suatu jua pun,
kecuali jika takut kedua-duanya tidak akan mengikut peraturan Allah s.w.t..
Jika kamu takut bahawa tidak akan mengikut peraturan Allah maka tiadalah
berdosa kedua-duanya tentang barang yang jadi tebus oleh perempuan.”
Talak
boleh jatuh dengan menyebut “Saya menceraikan kamu dengan bayaran RM 10,000,”
dan isterinya menjawab, “Saya menerimanya.” Apabila suami melafazkan demikian,
dan isterinya menyahut tawaran itu, dengan serta-merta jatuhlah talak dengan
khuluk dan isterinya wajiblah beridah. Suami isteri hanya boleh merujuk dengan
akad nikah baru sahaja.
[sunting]
Tujuan khuluk
- Memelihara hak wanita
- Menolak bahaya kemudaratan yang menimpanya
- Memberi keadilan kepada wanita yang cukup umurnya melalui keputusan mahkamah.
[sunting]
Rujuk
Menurut
bahasa rujuk boleh didefinisikan sebagai kembali. Manakala menurut syarak, ia
membawa maksud suami kembali semula kepada isterinya yang diceraikan dengan
ikatan pernikahan asal (dalam masa idah) dengan lafaz rujuk.
[sunting]
Hukum rujuk
Hukum
|
Penjelasan
|
Wajib
|
Bagi suami yang menceraikan isterinya yang belum
menyempurnakan gilirannya dari isteri-isterinya yang lain
|
Haram
|
Suami merujuk isterinya dengan tujuan untuk menyakiti
atau memudaratkan isterinya itu
|
Makruh
|
Apabila penceraian lebih baik antara suami dan isteri
|
Harus
|
Sekirannya rujuk boleh membawa kebaikan bersama
|
[sunting]
Rukun rujuk
Perkara
|
Syarat
|
Suami
|
Berakal
Baligh Dengan kerelaan sendiri |
Isteri
|
Telah disetubuhi
Berkeadaan talak raj’i Bukan dengan talak tiga Bukan cerai secara khuluk Masih dalam idah |
Lafaz
|
Ucapan yang jelas menyatakan rujuk
Tiada disyaratkan dengan khiar atau pilihan Disegerakan tanpa dikaitkan dengan taklik atau bersyarat Dengan sengaja dan bukan paksaan |
[sunting]
Contoh lafaz rujuk
[sunting]
Lafaz sarih
Lafaz
terang dan jelas menunjukkan rujuk. Contoh : “Saya rujuk awak kembali”
atau “Saya kembali semula awak sebagai isteri saya.”
[sunting]
Lafaz kinayah
Lafaz
kiasan atau sindiran. Contoh : “Saya jadikan awak milik saya semula” atau
“Saya pegang awak semula”. Lafaz kinayah perlu dengan niat suami untuk merujuk
kerana jika dengan niat rujuk, maka jadilah rujuk. Namun jika tiada niat rujuk,
maka tidak sahlah rujuknya.
[sunting]
Lihat juga
[sunting]
Pautan Luar
Diambil daripada "http://ms.wikipedia.org/wiki/Perceraian_dalam_Islam"
Alatan peribadi
Ruang nama
Kelainan
Pandangan
Tindakan
Gelintar

Pandu arah
Perhubungan
Cetak/eksport
Alatan
Bahasa lain
- Laman ini diubah buat kali terakhir pada 11:20, 25 Oktober 2010.
- Teks disediakan dengan Lesen Creative Commons Pengiktirafan/Perkongsian Serupa; terma-terma tambahan mungkin terpakai. Lihat Terma-Terma Penggunaan untuk butiran lanjut.
TAKLIK TALAK DALAM PERKAWINAN
Dalam suatu ijab dan qobul
perkawinan sering kali kita menyaksikan adanya suatu ikrar yang dibaca oleh
mempelai pria setelah ijab qobul selesai dilaksanakan. Petugas dari KUA
biasanya menyuruh membaca ikrar yang dinamakan taklik talak, yaitu suatu
perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang
dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu
keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Dari isi takli
talak dapat diketahui bahwasanya apabila suami nantinya melanggar isi taklik
talak, maka ini bisa dijadikan sebagai alasan istri untuk menggugat cerai
suaminya. Perjanjian semacam ini menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan menurut Kompilasi Hukum Islam, boleh dilaksanakan. Isi
perjanjian tersebut pada dasarnya tidak bertentangan dengan hukum positif dan
hukum Islam. Sekilas kita melihat bahwa ikrar taklik talak ini sebagai bentuk
kesungguhan mempelai pria kepada mempelai wanita bahwa ia akan selalu mencintai
istrinya dan berjanji akan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang suami
dengan baik. Hal ini juga memberikan perlindungan hukum bagi wanita karena
mendapat jaminan dari suaminya.
Suatu perkawinan menurut hukum positif di Indonesia yang juga diilhami dari hukum Islam pada dasarnya bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hendaknya kita sadar bahwa perkawinan bukan bertujuan hanya untuk sesaat saja. Di dalam sebuah perkawinan terkandung hak dan kewajiban masing-masing, baik itu suami maupun istri. Suami sebagai kepala keluarga mempunyai kewajiban yang tidak ringan, diantara nya ia arus menyayangi istri dan mampu memberikan nafkah lahir maupun batin. Nah, ikrar taklik talak pada dasarnya memberi jaminan atas terpenuhinya kewajiban suami ini. Memang ini untuk melindungi wanita, tapi apakah harus dengan cara demikian.
Dalam hukum Islam dan hukum positif di Indonesia, taklik talak bukanlah merupakan kewajiban. Ini ditegaskan dalam Pasal 46 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, "Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada
setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak
dapat dicabut kembali." Dari bunyi Pasal tersebut jelas pihak mempelai pria sebenarnya mempunyai hak menolak membaca taklik talak. Taklik talak dibaca setelah ijab qobul. Di sini yang harus kita cermati, bahwa setelah ijab qobul selesai dan para saksi menyatakan sah, mulai saat itu juga keduanya telah resmi menjadi suami istri dan kewajiban petugas KUA ialah mencatatnya. Ini berarti semua proses perkawinan sudah selesai dan sah menurut hukum. Jadi buat apa membuat perjanjian taklik talak segala? Mungkin sebagian besar dari kita menganggap itu sebagai kebiasaan yang harus dilakukan. Pengantin pria ini ada yang semangat membaca taklik talak, tapi ada juga yang merasa aneh. Menurut saya karena itu merupakan ikrar sekaligus sebagai perjanjian, harusnya dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dan tanpa ada tekanan, mengingat taklik talak tersebut sekali diucapkan tidak dapat ditarik kembali. Terlebih perjanjian itu mengikat selama perkawinan berlangsung atau bahkan seumur hidup. Saya hanya dapat mengatakan seharusnya kita berhati-hati dalam memberikan janji ataupun ikrar tadi. Jangan hanya menganggap itu sebatas kebiasaan yang sering dilakukan saja. Lebih baik sebelum dilaksanakan akad nikah dibuat kesepakatan dengan calon istri dan keluarganya, apakah nantinya suami akan membaca taklik talak atau tidak. Kesepakatan tersebut juga jangan sampai ada paksaan, mengapa? Jawabanya buat apa kita berselisih untuk hal yang sebenarnya bukan merupakan kewajiban. Jangan sampai taklik talak ini menjadi kewajiban yang dibuat-buat oleh kita sendiri. Bagi anda calon suami saya hanya bisa menyarankan berhati-hatilah bila nanti anda menghadapi taklik talak sewaktu akad nikah. Anda mempunyai hak untuk menolak, bila anda rasa itu memberatkan diri anda lebih baik jangan dilakukan. Terima Kasih.
Suatu perkawinan menurut hukum positif di Indonesia yang juga diilhami dari hukum Islam pada dasarnya bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hendaknya kita sadar bahwa perkawinan bukan bertujuan hanya untuk sesaat saja. Di dalam sebuah perkawinan terkandung hak dan kewajiban masing-masing, baik itu suami maupun istri. Suami sebagai kepala keluarga mempunyai kewajiban yang tidak ringan, diantara nya ia arus menyayangi istri dan mampu memberikan nafkah lahir maupun batin. Nah, ikrar taklik talak pada dasarnya memberi jaminan atas terpenuhinya kewajiban suami ini. Memang ini untuk melindungi wanita, tapi apakah harus dengan cara demikian.
Dalam hukum Islam dan hukum positif di Indonesia, taklik talak bukanlah merupakan kewajiban. Ini ditegaskan dalam Pasal 46 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, "Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada
setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak
dapat dicabut kembali." Dari bunyi Pasal tersebut jelas pihak mempelai pria sebenarnya mempunyai hak menolak membaca taklik talak. Taklik talak dibaca setelah ijab qobul. Di sini yang harus kita cermati, bahwa setelah ijab qobul selesai dan para saksi menyatakan sah, mulai saat itu juga keduanya telah resmi menjadi suami istri dan kewajiban petugas KUA ialah mencatatnya. Ini berarti semua proses perkawinan sudah selesai dan sah menurut hukum. Jadi buat apa membuat perjanjian taklik talak segala? Mungkin sebagian besar dari kita menganggap itu sebagai kebiasaan yang harus dilakukan. Pengantin pria ini ada yang semangat membaca taklik talak, tapi ada juga yang merasa aneh. Menurut saya karena itu merupakan ikrar sekaligus sebagai perjanjian, harusnya dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dan tanpa ada tekanan, mengingat taklik talak tersebut sekali diucapkan tidak dapat ditarik kembali. Terlebih perjanjian itu mengikat selama perkawinan berlangsung atau bahkan seumur hidup. Saya hanya dapat mengatakan seharusnya kita berhati-hati dalam memberikan janji ataupun ikrar tadi. Jangan hanya menganggap itu sebatas kebiasaan yang sering dilakukan saja. Lebih baik sebelum dilaksanakan akad nikah dibuat kesepakatan dengan calon istri dan keluarganya, apakah nantinya suami akan membaca taklik talak atau tidak. Kesepakatan tersebut juga jangan sampai ada paksaan, mengapa? Jawabanya buat apa kita berselisih untuk hal yang sebenarnya bukan merupakan kewajiban. Jangan sampai taklik talak ini menjadi kewajiban yang dibuat-buat oleh kita sendiri. Bagi anda calon suami saya hanya bisa menyarankan berhati-hatilah bila nanti anda menghadapi taklik talak sewaktu akad nikah. Anda mempunyai hak untuk menolak, bila anda rasa itu memberatkan diri anda lebih baik jangan dilakukan. Terima Kasih.
TAKLIK TALAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
Disusun dan dikumpulkan oleh: Muhammad Nafi
A. Taklik Talak Dalam Tinjauan Fikih
1. Pengertian taklik talak
Taklik talak berasal dari
dua kata yaitu taklik dan talak. Menurut bahasa talak atau ithlaq berarti melepaskan
atau meninggalkan. Dalam istilah agama talak berarti melepaskan ikatan
perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan[1].
Taklik atau muallak artinya bergantung. Dengan demikian pengertian taklik talak
adalah talak yang jatuhnya digantungkan kepada suatu syarat[2].
Atau taklik talak adalah talak yang digantungkan terjadinya terhadap suatu
peristiwa tertentu sesuai dengan perjanjian[3]
Atau taklik talak adalah suatu talak yang digantungkan pada suatu hal yang
mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian yang telah
diperjanjikan lebih dulu.[4]
Atau menggantungkan jatuhnya talak dengan terjadinya hal yang disebutkan
setelah akad nikah.[5]
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa taklik talak adalah
talak yang jatuhnya di gantungkan pada suatu perkara.
Putusan Taklik Talak
Mahkamah
Syariyah Lhoksukon Yang Memeriksa Dan Mengadili Perkaraperkara Perdata Pada Tingkat
Pertama Telah Menjatuhkan Putusan Seperti Tersebut Di Bawah Ini Dalam Perkara
Cerai from scribd.com
I
PERKARA PELANGGARAN TAKLIK TALAK DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA Studi Komparatif
Putusan Pengadilan Agama No 428PdtG2007PASAL Dan Putusan Pengadilan Agama No
0166PdtG from wikispaces.com
Description
Putusan No 27 Pdtg2008 Jenis Putusan Crai Gugat Diputus Berdasrkan Taklik Talak
Hadanah Dan Biaya Nafkah Anak from scribd.com
Salinan
Putusan Pengadilan Agama Hal Hadhanah 314 2 Pta Jogja 144 3 Alamat Lbh Komnas
Taklik Talak Java 455 3 Ptayogyakartagoid 448 4 Alamat Yayasan Di Yogyakarta from alexa.com
Memeriksa
Dan Mengadili Perkara Perdata Pada Tingkat Pertama Telah Menjatuhkan Putusan 05
Desember 1993 Dan Setelah Akad Nikah Tergugat Ada Mengucapkan Sighat Taklik
Talak Yang from pta-palembang.net
1
PUTUSAN Nomor 16PdtG2008PTAPLG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN
BERDASARKAN Menyatakan Syarat Taklik Talak Telah Terpenuhi 3 Menyatakan Jatuh
Talak 1 Satu Khuli from pta-palembang.net
Pada
Kedua Perkara Tersebut Faktor Yang Mendasari Jatuhnya Putusan Perceraian Karena
Pelanggaran Taklik Talak Diantaranya Karena Meninggalkan Istri 2 Tahun Dan
Tidak Menafkahinya from ac.id
Putusan
Yang Dijatuhkan Oleh Hakim Adalah Talak Satu Khuli Dengan Membayar Iwadl
Pembuktian Atas Empat Syarat Taklik Talak Memakai Beberapa Alat Bukti Yang
Digunakan Dalam from ac.id
·
Yang dimaksud taklik talak ialah perjanjian yang
diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta
nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang
mungkin terjadi dimasa yang akan datang. (KHI Pasal 1 huruf e) Sighat taklik
ini terdapat pada buku nikah bagian belakang. Pada umumnya, setelah ijab kabul selesai, mempelai
laki-laki diminta untuk membacanya.
Sebagian dari masyarakat kita, beranggapan bahwa hal yang demikian (sighat taklik talak) tidak ada tuntunannya dalam Islam. Tidak ada sunnahnya dalam Islam. Hal tersebut dianggap sebagai bid'ah (sesuatu yang baru, yang diada-adakan, tidak ada asalnya dalam Islam, menyerupai syariat, dan dianggap beribadah), dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka. Hal ini membuat mereka enggan (baca:tidak mau) untuk mengucapkannya. Kalaupun mengucapkan, itu karena terpaksa.
Sidang komisi Fatwa MUI, yang berlangsung diruang rapat MUI, Masjid Istiqlal Jakarta, pada 23 Rabi'ul Akhir 1417 H/ 7 September 1996, berpendapat bahwa materi yang tercantum dalam sighat taklik talak pada dasarnya telah dipenuhi dan tercantum dalam UU No. 1/1974 tentang Perkawinan dan UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama. KHI pasal 46 ayat (3) mengatur bahwa perjanjian taklik talak bukan merupakan keharusan dalam setiap perkawinan.
Di dalam fatwa yang ditandatangani oleh Ketua MUI: K.H. Hasan Basri, Sekretaris MUI: Drs.H. A. Nazri Adlani, dan Ketua Komisi Fatwa Prof.K.H. Ibrahim Hosen, LML ini, disebutkan bahwa "Pengucapan sighat ta'liq talaq, yang menurut sejarahnya untuk melindungi hak-hak wanita ( isteri ) yang ketika itu belum ada peraturan perundang-undangan tentang hal tersebut, sekarang ini pengucapan sighat ta'liq talaq tidak diperlukan lagi. Untuk pembinaan ke arah pembentukan keluarga bahagia sudah di bentuk BP4 dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan.
Oleh karena itu, bagi kaum muslimin yang tidak mau membaca sighat taklik talak, tak perlu risau. Tidak ada yang mengharuskan untuk membaca hal tersebut seusai akad nikah.
Sebagian dari masyarakat kita, beranggapan bahwa hal yang demikian (sighat taklik talak) tidak ada tuntunannya dalam Islam. Tidak ada sunnahnya dalam Islam. Hal tersebut dianggap sebagai bid'ah (sesuatu yang baru, yang diada-adakan, tidak ada asalnya dalam Islam, menyerupai syariat, dan dianggap beribadah), dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka. Hal ini membuat mereka enggan (baca:tidak mau) untuk mengucapkannya. Kalaupun mengucapkan, itu karena terpaksa.
Sidang komisi Fatwa MUI, yang berlangsung diruang rapat MUI, Masjid Istiqlal Jakarta, pada 23 Rabi'ul Akhir 1417 H/ 7 September 1996, berpendapat bahwa materi yang tercantum dalam sighat taklik talak pada dasarnya telah dipenuhi dan tercantum dalam UU No. 1/1974 tentang Perkawinan dan UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama. KHI pasal 46 ayat (3) mengatur bahwa perjanjian taklik talak bukan merupakan keharusan dalam setiap perkawinan.
Di dalam fatwa yang ditandatangani oleh Ketua MUI: K.H. Hasan Basri, Sekretaris MUI: Drs.H. A. Nazri Adlani, dan Ketua Komisi Fatwa Prof.K.H. Ibrahim Hosen, LML ini, disebutkan bahwa "Pengucapan sighat ta'liq talaq, yang menurut sejarahnya untuk melindungi hak-hak wanita ( isteri ) yang ketika itu belum ada peraturan perundang-undangan tentang hal tersebut, sekarang ini pengucapan sighat ta'liq talaq tidak diperlukan lagi. Untuk pembinaan ke arah pembentukan keluarga bahagia sudah di bentuk BP4 dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan.
Oleh karena itu, bagi kaum muslimin yang tidak mau membaca sighat taklik talak, tak perlu risau. Tidak ada yang mengharuskan untuk membaca hal tersebut seusai akad nikah.
materi referensi:
Fatwa MUI tentang Pengucapan Sighat Ta'liq Talaq Pada
Waktu Upacara Akad Nikah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar